‘Gelombang Tsunami’ Menerpa HKBP

Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), kembali diterpa cobaan. Tak tanggung-tangung, orang nomor satu dijajaran kepengurusan gereja ini dituding melakukan penyelewengan miliaran dana bantuan tsunami Aceh dan Nias. Tudingan itu mengemuka dalam pernyataan sikap yang disampaikan jemaat HKBP Aceh tertanggal 24 April 2008 lalu. Surat itu ditandatangani empatbelas jemaat yang mengaku sebagai perwakilan jemaat HKBP seluruh Aceh.

******

Hari masih pagi. Jarum jam baru bertengger di angka delapan. Lilitan kabut tebal yang membuat tubuh kedinginan terlihat jelas menghalangi pemandangan di Kota Tarutung. Dinginnya cuaca tak menghalangi sejumlah jemaat untuk melaksanakan ibadah pagi. Lamat-lamat dari kejauhan terdengar kidung rohani, mengalun lembut menenangkan jiwa. Kidung itu berasal dari salah satu gedung di Kawasan Kantor Pusat HKBP di Pearaja, Tarutung, Tapanuli Utara. Acara kebaktian pagi memang rutin dilakukan setiap harinya di sana.
Namun di balik cuaca dingin dan lembutnya alunan lagu rohani, ada sesuatu yang membuat diri dan pikiran gerah. Dugaan penyelewengan dana bantuan tsunami menjadi sumber kegerahan itu. Tudingan itu mengemuka dalam pernyataan sikap secara tertulis yang disampaikan dan ditandatangani empat belas orang yang mengaku sebagai perwakilan jemaat HKBP Banda Aceh Nangroe Darusalam.
Perwakilan jemaat HKBP Banda Aceh membeberkan dugaan penyelewengan dana bantuan tsunami dan menuntut agar semua laporan keuangan bantuan tsunami yang bergerak lintas Peduli Kasih HKBP dan hasil audit internal HKBP maupun hasil audit internasional, diuji kebanarannya kepada seluruh jemaat dan donor dari dalam maupun luar negeri. Mereka juga menuntut akan menempuh upaya hukum apabila persoalan ini tidak ditangani setelah satu bulan pernyataan sikap ini dirilis.
Menyikapi tudingan ini, Ephorus HKBP, Pendeta DR Bonar Napitupulu menilai, ada kekurang pahaman dalam menyikapi laporan hasil auditor tersebut. Menurutnya, penggunaan semua dana itu sudah melalui mekanisme di HKBP dan telah dilaporkan kepada Majelis Pekerja Sinode (MPS) HKBP. "Pimpinan HKBP telah mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut dalam rapat MPS dan MPS sudah menerima laporan pertanggungjawaban kami. " katanya kepada localnews saat diwawancarai di Kantor Pusat HKBP Pearaja, Tarutung, Senin pekan lalu.
Ephorus juga menampik, adanya perbandingan laporan hasil auditor internal HKBP dengan hasil laporan Bendahara Umum HKBP seperti yang dituduhkan sebagian jemaat. Orang nomor satu di jajaran lembaga HKBP ini juga mempersilahkan siapa saja untuk mempertanyakan penggunaan dana itu dengan catatan melalui mekanisme yang telah disediakan. "Jadi jangan hanya sembarangan melancarkan tudingan yang membuat suasana menjelang Sinode Godang 2008 memanas," sebutnya.



Wawancara Khusus dengan Ephorus HKBP Pendeta DR Bonar Napitupulu


Ada yang Sengaja Memperkeruh Suasana
Bergulirnya isu penyelewengan dana bantuan bencana alam di tubuh HKBP membuat berbagai kalangan bertanya-tanya soal kebenaran tudingan itu. Bukan rahasia umum lagi, kalangan jemaat maupun pengurus gereja HKBP sering membahas masalah ini. Tak hanya sebatas persoalan ini yang dibahas, tapi juga upaya-upaya mengamandemen Aturan dan Peraturan (AP) HKBP 2002. Pelaksanaan Sinode Godang HKBP 2008 memang sudah di ujung mata, tepatnya 1-7 September 2008 di Tarutung. Apa sebenarnya yang terjadi dan bagaimana duduk perosalan ini. Berikut ini hasil wawancara localnews dengan Ephorus HKBP, Pendeta DR Bonar Napitupulu seputar tudingan penyelewengan dana bantuan bencana alam, Sinode Godang (Sidang Agung) serta Tahun Marturia 2008.

Bagaimana awal mula munculnya dugaan penyelewengan dana bantuan bencana alam di HKBP?
Pada rapat Majelis Pekerja Sinode (MPS) beberapa waktu lalu, muncul usulan dari suatu kelompok pembahasan materi rapat MPS kepada pleno agar dilakukan auditing terhadap dana bantuan bencana tsunami. Saya menyambut usul tersebut dan menyarankan agar MPS merekomendasikan auditing terhadap semua bantuan dana bencana alam yang diterima HKBP, baik dari dalam maupun luar negeri. Dana tersebut mencakup bantuan dan pengelolaan dana bencana alam untuk Aceh, Nias, Yogyakarta, Simpang Simadam, dan Sumatera Barat. Pokoknya semua dana bantuan itu harus diaudit. Hal ini kemudian menjadi suatu butir kesepakatan dan keputusan rapat MPS.
Perlu diketahui, sumber dana bantuan ke HKBP ada dua jenis. Pertama bantuan dari luar negeri dan bantuan dari kalangan jemaat HKBP sendiri. Kita tak pernah menerima bantuan dari pemerintah untuk disalurkan oleh HKBP. Bantuan yang kita salurkan berasal lembaga-lembaga Kristen yang ada di luar negeri dan dari jemaat HKBP, karena memang kita mengimbau agar semua jemaat membantu. Semua bantuan bencana alam yang kita terima dari luar negeri sudah kita pertangungjawabkan. Kita sudah memberikan penjelasan kepada lembaga-lembaga donor dari luar negeri tentang penggunaan dana tersebut dan mereka dapat menerima laporan pertanggungjawaban yang kita sampaikan.
Siapa yang bertanggungjawab mengelola bantuan dana tersebut?
Sebetulnya secara teknis yang bertangungjawab mengelola bantuan dana bencana alam adalah Kepala Departemen Diakonia HKBP. Secara teknis, saya kurang mengetahui detil cara penyaluran dana bantuan itu dan memang secara langsung saya tidak mencampurinya. Kendati demikian, saya sebagai Ephorus HKBP mengemban tanggung jawab atas semua program pelayanan umum HKBP.
Ada kabar bahwa HKBP menggunakan bantuan bencana alam untuk keperluan lain. Bagaimana mekanisme pemindahan pos dana bantuan itu?
Ya, kita memang menggunakan sejumlah dana bantuan bencana alam untuk keperluan yang sangat mendesak. Yaitu untuk melanjutkan pembangunan Nommensen Christian Centre di Seminarium Sipoholon. Kalau bangunan tersebut tidak segera ditangani, proses pembangunan yang telah dicapai terancam akan menjadi sia-sia. Saat itu, dana yang tersedia tidak mencukupi. Kita kuatir, jika pembangunan fasilitas itu tidak dilanjutkan, bangunan itu akan rusak karena cuaca. Dana yang digunakan tidak dimaksudkan untuk merampungkan seratus persen, tapi hanya agar bangunan tersebut dapat digunakan sesuai dengan tahapan yang ada. Mengenai hal inilah yang kita bicarakan dalam Rapat Pimpinan HKBP, dihadiri Ephorus, Sekjend, Kepala Departemen Koinonia, Kepala Departemen Marturia, dan Kepala Departemen Diakonia. Dalam rapat pimpinan HKBP, disepakati untuk menggunakan sementara dana bantuan bencana alam tersebut. Tentu dengan suatu catatan penting, dana itu akan dikembalikan kemudian. Dana yang kita gunakan berasal dari dana bantuan jemaat HKBP dan bukan bantuan dari luar negeri.
Ada tudingan Ephorus HKBP menggunakan kekuasaannya secara sepihak untuk mencairkan dana itu?
Ephorus bukan merupakan suatu jabatan kekuasaan. Tetapi Ephorus adalah jabatan pelayanan. Dalam pemahaman ini, saya tegaskan bahwa penggunaan dana tersebut bukan keputusan saya secara pribadi, tetapi keputusan bersama pimpinan HKBP dalam suatu rapat resmi. Kalau ada yang mengatakan keputusan itu hanya keputusan Ephorus sendiri, itu jelas keliru. Saya sendiri tidak terlibat secara langsung dalam proses pencairan dan penggunaan dana tersebut. Saya tidak pernah menandatangani urusan pengeluaran uang di HKBP. Sekali lagi itu rapat resmi dengan keputusan resmi. Dana yang digunakan adalah dana bantuan jemaat HKBP dan bukan dana bantuan luar negeri. Pimpinan HKBP juga sepakat agar dana yang dipakai tersebut akan dikembalikan segera. Proses pengembalian dana itu sudah kita laksanakan walaupun memang belum seluruhnya tuntas.
Kenapa tidak melalui rapat MPS?
Tadi saya katakan, dana yang diperlukan untuk melanjutkan pembangunan Nommensen Christian Centre merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Maka penggunaan dana dari bantuan jemaat HKBP, disepakati dalam rapat pimpinan HKBP. Pimpinan HKBP telah mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut dalam rapat MPS dan MPS sudah menerima laporan pertanggungjawaban kami. Perlu saya jelaskan, bantuan bencana alam yang dihimpun dari jemaat HKBP bukan hanya digunakan untuk korban bencana di Aceh dan Nias. Dana tersebut juga kita gunakan untuk membantu korban bencana alam di Yogyakarta, Simpang Simadam, Sumatera Barat dan daerah lainnya. Peristiwa bencana alam tentu tidak dapat diduga, karena itu HKBP mengalokasikan sejumlah dana sebagai persediaan untuk dapat segera membantu korban bencana alam. Karena dari pengalaman kita selama ini, pengumpulan bantuan dana dari jemaat HKBP membutuh waktu. Penyaluran bantuan dana yang segera tanpa menunggu pengumpulan dana dari jemaat telah kita lakukan untuk membantu korban bencana gempa tektonik di daerah Simangumban dan Sarulla, Pahae, pada bulan lalu.
Kapan rapat pimpinan itu digelar?
Saya tidak ingat lagi tepatnya, tapi yang pasti tahun 2005. Bisa dicek nanti data-datanya.
Bagaimana pertanggungjawaban pimpinan HKBP mengenai bantuan dari jemaat maupun donor luar negeri?
Semua hal yang terkait dengan pelayanan umum HKBP, termasuk penggunan bantuan dana dari berbagai pihak, disampaikan kepada rapat MPS yang diadakan sekali setahun. Pimpinan HKBP akan menyampaikan laporan pertanggungjawaban tentang pelayanannya dalam Sinode Godang yang dilangsungkan empat tahun sekali.
Seperti apa mekanismenya jika ada seorang jemaat yang menyumbang dan kemudian mempertanyakan pengunaan dana bantuannya?
Pertanggungjawaban kepada setiap warga jemaat yang menyumbang tidak dilakukan secara langsung. Tetapi disampaikan melalui rapat seperti rapat Praeses, rapat MPS, dan Sinode Godang. Kendati demikian, seorang warga jemaat dapat mempertanyakan penggunaan dana bantuannya kepada pendeta yang melayaninya di jemaat (huria) maupun resort. Kemudian pendeta bisa meminta penjelasan kepada Pimpinan HKBP di Kantor Pusat. Kalau memang diperlukan, Pimpinan HKBP melalui bendahara umum akan memberikan laporan khusus kepada warga jemaat tersebut.
Adakah kelompok tertentu yang menggunakan isu bantuan bencana alam ini dalam upaya untuk memperkeruh suasana menjelang Sinode Godang HKBP pada September mendatang?
Kalau memang ada oknum atau kalangan yang sengaja menyebarkan dan membesar-besarkan isu tersebut dengan tujuan memperkeruh suasana menjelang Sinode Godang 2008 ini, itu urusan mereka. Saya tidak tahu apa motivasinya. Tugas saya adalah memberi penjelasan sesuai fakta yang sebenarnya. Pertanggungjawabanan saya, sebagai Ephorus HKBP, yang pertama adalah kepada Tuhan dan kemudian kepada HKBP.
Apa imbauan Ephorus kepada mereka yang tampaknya sengaja menyebarkan isu tersebut untuk menciptakan suasana tak kondusif di HKBP?
Saya yakin jemaat HKBP tidak akan terpengaruh dengan isu tersebut. Saya selalu berdoa kepada Tuhan agar semua warga jemaat terutama pelayan penuh waktu di HKBP dapat melihat persoalan secara obyektif. Saya yakin masih sangat banyak Pendeta, dan juga Sintua HKBP yang tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang tidak benar. Ketika mengunjungi jemaat, saya melihat sendiri betapa warga jemaat HKBP telah semakin cerdas dalam arti menyikapi suatu isu adalah berdasarkan data bukan opini semata.
Saya mengimbau agar semua warga dan pelayan HKBP memelihara suasana persekutuan yang damai dan janganlah menebar isu-isu yang tidak benar. Kalau ada hal-hal yang membutuhkan penjelasan secara rinci dapat ditanyakan kepada staf di Kantor Pusat HKBP, atau secara langsung kepada saya maupun kepada pimpinan HKBP.
Apakah Anda masih akan mencalonkan diri untuk menjadi Ephorus pada periode mendatang?
Saya tidak pernah ambisius untuk menjadi Ephorus. Saya bersyukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan tugas ini kepada saya selama satu periode. Saya katakan demikian, karena bagi saya Sinode Godang bukan sekadar kegiatan gereja sebagai organisasi tapi lebih merupakan kegiatan gereja sebagai tubuh Kristus. Kalau peserta Sinode Godang mencalonkan saya, saya siap mengemban tugas itu. Kalau Tuhan masih ingin memakai saya lagi dengan melimpahkan tugas sebagai Ephorus pada Sinode Godang mendatang, saya bersyukur dan menyatakan siap mengemban tugas dan tanggungjawab itu.

Menjelang Sinode Godang 2008, ada wacana yang berkembang agar HKBP melakukan penertiban terhadap aset HKBP yang dipakai pemerintah. Seperti apa kondisinya saat ini?
Sebenarnya, Sinode Godang hanya membicarakan prinsip-prinsip pendataan aset. Umpamanya Sinode Godang menetapkan agar HKBP berusaha mengklarifikasi, menginventarisasi dan menertibkan semua aset HKBP. Namun yang melaksanakannya adalah pimpinan HKBP. Bagaimana hal ini dilakukan secara teknis, itu dibicarakan pada rapat Pimpinan, rapat Praeses dan juga rapat Majelis Pekerja Sinode. Pada Sinode Godang tahun 2004 lalu, telah ditetapkan agar semua aset itu ditertibkan. Tak hanya itu, proses penertiban dan pendataan aset ini sudah sejak dulu dibicarakan. Hanya saja untuk menginventarisasi aset HKBP saja, kita sangat kesulitan.
Apa kendalanya?
Sejak 1998 sampai 2004, saya merupakan seorang anggota Majelis Pusat HKBP. Saat itu kita sudah membentuk tim untuk menertibkan aset-aset HKBP, tapi sangat sulit dilaksanakan. Memang ada beberapa aset yang dipakai pemerintah sudah kita ambil alih, namun masih banyak yang belum dikembalikan. Prosesnya tidak begitu mudah. Kita harus meneliti terlebih dahulu bagaimana aset itu dikuasai pemerintah, bagaimana prosesnya, sudah berapa lama dipakai, bagaimana pengembaliannya. Ini tak begitu mudah dilakukan, tapi itu terus diusahakan HKBP.
Ada upaya lain yang dilakukan?
Untuk menangani pengembalian asset-aset tersebut, HKBP telah membentuk Badan Usaha HKBP. Tugas utamanya adalah memberdayakan semua potensi jemaat dan aset HKBP. Pada awal periode ini, kita membentuk pengurus badan usaha HKBP. Program utamanya adalah bagaimana mengembalikan aset HKBP, dengan tugas awal adalah melakukan inventarisasi aset HKBP. Namun pengurus badan usaha tersebut gagal melakukan program itu. Karena berbagai hal, kepengurusan badan usaha kita sempurnakan kembali, namun mereka juga belum bisa mewujudkannya. Upaya lain yang kita lakukan adalah membantu badan usaha ini melalui Biro Umum HKBP, terutama Bagian Hukum.
Kenapa Badan Usaha tersebut gagal?
Kendala utama termasuk faktor tidak adanya surat-surat aset HKBP yang bisa dijadikan sebagai alat bukti hukum. Banyak aset HKBP yang dulunya diserahkan keluarga ataupun perorangan, tapi tidak dilengkapi surat penetapan penyerahan. Ini yang menjadi masalah utama. Dulu memang tidak ada administrasi surat-menyurat seperti sekarang ini. Padahal administrasi saat ini menuntut ketepatan dan ketelitian serta bukti.
Ada batas waktu yang diberikan?
Sangat sulit melakukan dead line (batas waktu,red). Namun setiap periode kita selalu berusaha melakukan penertiban aset ini. Tapi di sana kegagalannya. Untuk mengurus satu aset saja tidak begitu mudah, terutama masalah surat dan yang menyerahkan itu sudah banyak yang meninggal dunia.
Sikap pemerintah sendiri?
Harus kita akui, sampai saat ini tidak ada usaha dari pemerintah untuk menghambat itu. Hanya saja mereka harus membuat pesiapan-persiapan tertentu sebelum aset itu dikembalikan ke HKBP. Katakanlah itu satu rumah. Mereka harus memikirkan tempat pindah mereka yang tinggal di rumah tersebut, dimana harus dibangun rumahnya. Itu baru satu rumah, bagaimana kalau rumah sakit? Katakanlah seperti Rumah Sakit Umum Tarutung. Untuk melakukan pembicaraan dan kesepakatan butuh waktu lama. Mereka bukan mau menghalangi, tapi mereka harus memikirkan dari berbagai segi. Kita juga harus memikirkan, kalau aset itu mau dikembalikan ke HKBP, tentunya harus kita pikirkan bagaimana pengelolaannya ke depan, bagaimana aset itu bermanfaat bagi masyarakat. Jadi tidak hanya sekadar meminta aset itu dikembalikan ke HKBP. Harus ada jaminan kalau aset itu dikembalikan ke HKBP, nantinya tetap bermanfaat bagi masyarakat dan bukan untuk HKBP sendiri. Artinya, proses pengembaliannya tidak semudah membalikan telapak tangan.
Ada yang mengusulkan agar pimpinan jemaat induk (sabungan) dikembalikan kepada Guru Huria (guru jemaat) bukan seperti sekarang pimpinan jemaat induk adalah Pendeta Resort. Bagaimana tanggapan Anda?
Menurut saya, hal ini harus dipahami secara mendasar dan mendalam. Selama ini di HKBP terjadi kerancuan pemahaman tentang Guru Huria. Belum bisa membedakan Guru Huria sebagai jabatan struktural, dengan Guru Huria sebagai tohonan (jabatan tahbisan). Ini juga temaktub dalam Aturan dan Peraturan HKBP sebelum Aturan dan Peraturan tahun 2002. Sebutan Guru Huria dipakai untuk menunjuk jabatan sebagai pimpinan jemaat dan juga untuk menunjuk tohonan dari lulusan Sekolah Guru Huria (SGH)HKBP Seminarium Sipoholon.
Sebenarnya Guru Huria adalah tohonan bukan jabatan sebagai pimpinan jemaat. Tetapi partohonan lain, misalnya Sintua, yang menjadi pimpinan jemaat juga disebut sebagai guru huria. Aturan dan Peraturan HKBP 2002 menetapkan pemahaman yang benar. Yakni dengan mengembalikan agar Guru Huria dipahami hanya sebagai tohonan. Tidak ada yang bisa disebut guru huria selain yang lulus dari SGH HKBP dan ditahbiskan menjadi Guru Huria. Oleh karena itu, pimpinan jemaat tidak lagi kita sebut sebagai Guru Huria tetapi diganti dengan sebutan Uluan Huria (pimpinan jemaat).
Ada yang mengusulkan agar pemilihan Ephorus dilakukan dengan metode pengundian seperti tertera dalam Alkitab. Apa tanggapan Anda?
Usulan seperti itu dapat dibicarakan oleh jemaat-jemaat (huria) sebagai bagian dari proses amandemen Aturan dan Peraturan HKBP. Khusus mengenai usul metode pengundian dalam pemilihan Ephorus telah lama kita bicarakan. Dalam Alkitab tidak ada pemilihan pimpinan dilakukan dengan cara diundi dan mengenai pengundian terdapat dua kali dalam Perjanjian Baru. Pemilihan Matias dengan undi bukanlah untuk memilih pemimpin tapi untuk menggantikan Judas Iskariot sebagai seorang murid. Prajurit yang menyalibkan Tuhan Yesus juga melakukan pengundian untuk menentukan siapa yang berhak memperoleh pakaian Yesus Kristus. Pertanyaan kita adalah, apakah metode seperti ini yang hendak kita gunakan di HKBP?
Kita tidak memilih pimpinan HKBP dari sembarang orang tapi dari antara orang yan sudah dipilih Tuhan. Saya tidak bisa menerima metode pengundian untuk memilih Pimpinan HKBP. Saya kurang tahu apakah orang yang mengusulkan metode pengundian tersebut telah mempelajari Alkitab secara benar atau tidak. Maksud saya, jangan dipakai Alkitab hanya untuk mendudukkan atau mendapatkan apa yang ada dalam hatinya.
Apa pendapat Anda terhadap usul agar Ephorus tetap disebut sebagai Pucuk Pimpinan?
Menurut saya, pemikiran tersebut kurang memahami jiwa Aturan dan Peraturan HKBP 2002. Pimpinan HKBP dalam Aturan dan Peraturan HKBP 2002 merupakan pimpinan kolektif atau bersama. Tetapi pemimpin dari pimpinan kolektif ini adalah Ephorus. Ephorus yang bertanggungjawab ke dalam dan keluar HKBP dibantu empat pimpinan kolektif lainya yaitu: Kepala Departemen (Kadep) Koinoia, Kadep Marturia, Kadep Diakonia, dan Sekretaris Jenderal (Sekjend).
Bagaimana pula tanggapan Anda terhadap pendapat agar Majelis Pekerja Sinode (MPS) juga mengemban fungsi sebagai representasi jemaat-jemaat untuk mengkontrol kinerja Pimpinan HKBP?
Terus terang dalam konsep Aturan dan Perautan HKBP 2002 yang kita ajukan pada Sinode Godang, posisi MPS dalam struktur HKBP berada di bawah Sinode Godang. Di bawah MPS adalah pimpinan HKBP. Ternyata Sinode Godang HKBP tidak setuju. Sinode Godang justru memutuskan kedudukan tugas MPS adalah membantu pimpinan untuk merumuskan program kerja, anggaran pendapatan dan belanja, menerima pertanggungjawaban badan usaha serta badan audit. Jadi jika sekarang muncul pemikiran sebagaimana yang pernah kami ajukan dalam konsep, saya kurang mengerti apa maksudnya.
Menyangkut peningkatan mutu pendidikan di lembaga HKBP. Apa yang telah dilakukan?
Kalau kita bicara tentang pendidikan di HKBP ada tiga bagian. Yaitu, lembaga pendidikan mulai dari TK sampai SMU dan SMK; Lembaga pendidikan teologi; dan yang ketiga adalah Universitas HKBP Nommensen (UHN). Perihal peningkatan mutu Universitas HKBP Nommensen sudah sangat banyak yang kita lakukan. Melalui partisipasi pengurus Yayasan UHN dan peran Rektorat, kita telah membenahi berbagai fasilitas pendidikan, jumlah mahasiswa baru pun meningkat cukup signifikan, dan lain-lain. Kita juga mendorong peningkatan mutu lembaga pendidikan teologia HKBP yang terdiri dari Sekolah Tinggi Teologi, Sekolah Guru Huria, Sekolah Bibelvrow, Pendidikan Diakones. Pada periode ini kita membuka program Sekolah Pendeta untuk memberi kesempatan kepada Guru Huria yang sudah sepuluh tahun melayani untuk meningkatkan kualitas pendidikan teologianya.
Kita juga sedang mengembangkan wacana bagaimana agar STT HKBP dapat bergabung dengan Universitas HKBP Nommnensen dan menjadi suatu Fakultas Teologi UHN. Tujuan kita adalah agar STT HKBP mampu meningkatkan kualitas pendidikan, melalui dukungan secara finansial dari UHN dan bisa lebih mengembangkan diversivikasi kurikulum. Sampai sekarang HKBP mensubsidi STT HKBP, ratusan juta setiap tahun.
Kalau di tingkat SD sampai SMU/SMK?
Terdapat sekitar tiga ratusan lembaga pendidikan HKBP mulai dari TK hingga SMU/SMK. HKBP pada periode ini telah membentuk Badan Penyelenggara Pendidikan (BPP) HKBP. Badan ini telah melakukan pelatihan dan seminar untuk merumuskan kurikulum dan juga dalam upaya meningkatkan mutu guru. Kita juga telah menjalin kemitraan dengan lembaga pendidikan Lutheran di Australia. BPP sendiri telah mengadakan orientasi ke Australia karena di sana ada lembaga Lutheran yang begitu solid dan maju.
Seperti apa titik koordinasi pembinaan pendidikan di HKBP?
Memang selama ini masih kurang terpadu. Makanya kita utus BPP HKBP ke Australia. Di sana ada lembaga pendidikan yang sangat mirip dengan kondisi lembaga pendidikan HKBP saat ini. Metode pengelolaan mereka yang mau kita serap dari sana.
Bagaimana dengan pemberian subsidi pendidikan?
Kita juga selalu berusaha melalui lembaga pendidikan HKBP membantu jemaat HKBP yang kurang mampu. Tidak semua lembaga pendidikan pendidikan dasar sampai menengah atas yang langsung dikelola dari Kantor Pusat HKBP. Tetapi ada yang dikelola Jemaat, Resort, dan Distrik. Kebijakan-kebijakan untuk memberikan subsidi pendidikan, kita serahkan kepada Jemaat, Resort, dan Distrik setempat. Khusus yang dikelola dari Kantor Pusat, telah kita lakukan dengan memberikan program beasiswa dan memberi subsidi bagi mahasiswa yang ekonominya kurang mampu. Mereka kita seleksi agar dana subsidi dan beasiswa itu tepat sasaran.
Bagaimana soal pengembangan Credit Union Modification (CUM) di HKBP?
CUM merupakan kontribusi pemikiran dari Doktor Ambarita. CUM sebenarnya bentuk lain dari koperasi. Tujuannya untuk saling menolong layaknya sebuah keluarga. Kita juga ingin meningkatkan kondisi perekonomian masyarakat dengan sistem dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka. Selain itu, tujuan utama kita adalah ingin membebaskan jemaat itu dari penguasaan tengkulak dan rentenir. CUM bukan hanya masalah simpan-pinjam uang. Kalau misalnya ada jemaat meminjam dana dari CUM, lembaga ini juga akan mendampingi jemaat bersangkutan dalam pengelolaan keuangan dan manajemen. Jadi bukan hanya sekadar simpan pinjam tapi ada proses pemberdayaan ekonomi jemaat. Lembaga CUM ini juga merupakan salah satu upaya bagaimana agar jemaat saling mengenal, membantu dan memberdayakan layaknya sebuah keluarga. Hanya saja masih ada kendala soal mempercayai kegiatan CUM ini hingga belum semua jemaat ikut atau terlibat sebagai anggota.
Siapa yang menjadi pengelola CUM?
Pengelolanya bisa saja anggota jemaat, bisa saja partohonan yang lain, termasuk pendeta di Resort masing-masing. Saat ini CUM masih merupakan embrio yang berdiri di beberapa Distrik. Pada tahap berikut, CUM akan kita kembangkan dengan membentuk suatu badan koordinasi CUM di tingkat pusat sebagai divisi tersendiri dan mempunyai jaringan tersendiri.
Apa respons HKBP terhadap isu pelestarian lingkungan hidup yang kini menjadi salah satu agenda utama nasional dan dunia?
Menjaga kelestarian lingkungan hidup termasuk fungsi dari gereja HKBP. Pelestarian lingkungan hidupa merupakan bagian dari iman, dan ini termaktub dalam Konfessi HKBP. HKBP sangat peduli dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kita selalu menyerukan kepada pemerintah agar jangan terjadi ekploitasi sumber daya alam secara tak terkendali. Ada tiga tugas utama yang diemban HKBP yakni menguasai dunia, mengusahakan dunia dan memelihara dunia. Itu harus dimasukkan secara keseluruhan. Kita selalu menyampaikan ini baik melalui pertemuan, kotbah, maupun melalui tulisan-tulisan. HKBP juga aktif dalam proses penghutanan dan senantiasa menganjurkan agar jemaat melakukan penanaman pohon di halaman-halaman rumahnya. Kita juga menyerukan agar jemaat selalu memelihara ekosistem dengan baik dengan cara tidak membuang sampah sembarangan.
Upaya lain yang kita lakukan adalah menandatangani kesepahaman bersama dengan Menteri Kehutanan. Bagimanapun pandangan orang terhadap departemen kehutanan, tapi tujuan saya adalah bagaimana melestarikan hutan. Bagaimana agar lahan-lahan kosong jemaat HKBP bisa ditanami dengan pohon dan tumbuh-tumbuhan. Menang banyak yang mengkritik saya. Tapi perlu diketahui, kerja sama itu kita rumuskan secara jelas dan salah satu hasilnya adalah penyerahan ratusan ribu bibit pohon untuk ditanam jemaat HKBP di lahan-lahan kosong dan kritis.
Kalau soal pelestarian Danau Toba?
Kita tetap berupaya membangun mental masyarakat bagaimana agar lingkungan Danau Toba itu senantiasa terpelihara dan hijau. Saya pernah berbicara kepada Bupati Tobasa dan Bupati Humbang mengenai kerambah. Saat itu saya sampaikan mengapa tidak diteliti dulu seberapa banyak daya tampung kerambah di sana dan kenapa pendirian kerambah itu tidak ditata dengan baik. Saya juga meminta kepada pemerintah setempat agar membimbing masyarakat mengelola kerambah dengan baik, terutama pengelolaan pakan ikan. Ini yang bisa kita lakukan, karena HKBP tidak punya wewenang membuat Perda untuk itu. Saya yakini, munculnya berbagai penyakit seperti koi herves virus dan tercemarnya air danau Toba, dipicu oleh pengelolaan kerambah yang tidak benar. Saya juga mengimbau agar pemerintah setempat melakukan pemetaan dan penelitian soal dimana lokasi kerambah yang cocok dan pakan apa yang cocok.
Bagimana kalau HKBP melibatkan SDM-nya untuk menyelamatkan Danau Toba?
Kalau dikatakan HKBP punya sumber daya manusia (SDM) untuk menyelamatkan Danau Toba, bisa saja dikatakan demikian. Tapi kemampuan HKBP melakukan penelitian soal pencemaran Danau Toba sangat terbatas terutama dari segi pembiayaan, tapi seandainya pemerintah meminta bantuan sumber daya manusia kepada HKBP, lembaga ini siap bekerjasama.
Pertanyaan terakhir, apa sebenarnya tujuan Tahun Marturia 2008? Ada yang beranggapan program ini adalah sebuah upaya kristenisasi.
Tahun Marturia merupakan bagian dari rangkaian program dalam rangka menyongsong 150 tahun HKBP pada tahun 2011. Tahun marturia itu dirumuskan dalam dua bagian besar yakni bidang hidup beribadah dan bidang hidup kesaksian. Melalui tahun marturia ini, kita berupaya bagaimana membentuk jemaat menjadi insan yang beribadah kepada Tuhan.
Kemudian kita menginginkan agar jemaat itu menjadi Kristen yang misioner. Harus kita ketahui, kita telah mencanangkan paradigma baru dalam kesaksian HKBP.
Yang pertama kita ingin membangun penyadaran kalau kesaksian itu bukan hanya tugas Pendeta dan parhalodo HKBP tapi tugas seluruh jemaat HKBP. Juga telah kita sepakati, kita menyebarkan injil bukan berarti membuat orang lain jadi Kristen. Yesus tak pernah memerintahkan orang percaya menyebarkan Injil untuk membuat orang menjadi agama Kristen. Yang kita lakukan adalah memperkenalkan keselamatan dari Yesus dan manusia mau mengenal dosanya serta mau menerima keselamatan itu. Jadi jangan dikatakan kalau pekabaran Injil adalah sebuah upaya kristenisasi. Pekabaran Injil bertujuan agar jangan sampai dunia tak tahu bahwa ada keselamatan dari Yesus Kristus. (luhut Simanjuntak)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery