BSA, Becak Siantar Antik


Wujudkan Pematangsiantar Jadi Kota Pariwisata
Sabtu pagi pekan lalu, ratusan sepeda motor antik, berjejer rapi di Lapangan Haji Adam Malik, Pematangsiantar. Para pemilik kenderaan tua yang akrab disebut bikers bercampur dengan Abang becak Siantar, terlihat asyik ngobrol sambil mengamati setiap sepeda motor yang sudah terkumpul pagi itu. Mereka memang para pecinta dan kolektor sepeda motor tua merek Birmingham Small Army (BSA) yang sengaja berkumpul pagi itu untuk turut merayakan ulang tahun kedua BOM'S (BSA Owner Motorcycles) Siantar. Tak dapat dipungkiri, acara itu sekaligus menjadi ajang reuni bagi mereka.
Hingga siang menjelang, jumlah sepeda motor peninggalan perang itu makin bertambah. Mereka tak hanya datang dari Kota Siantar, tapi juga datang dari Medan,Binjai, Jakarta ,Surabaya dan masih banyak dari daerah lain. Memang tak semua motor langka itu merek BSA. Ada juga merek Honda, BMW, Ducati, ditambah Scooter atau yang lebih kita kenal sebagai Vesva. Bentuknya beragam, namun sebagian besar sudah mengalami modifikasi sehingga terlihat makin unik dan menarik. Kedatangan mereka memang sengaja diundang panitia untuk memeriahkan perayaan ulang tahun itu, sekaligus sebagai ajang silaturahmi para bikers maupun pencinta sepeda motor tua di Nusantara.
Menurut H Erizal Ginting, Ketua Umum BOM'S Pematangsiantar, sebenarnya perkumpulan pecinta sepeda motor tua ini terbentuk pada 25 Juli 2006 lalu. Namun karena sesuatu hal, acara perayaannya baru digelar pada 23 Agustus 2008 kemarin. Tujuannya, tentu saja untuk melestarikan keberadaan motor (baca becak Siantar) yang sarat dengan kandungan nilai sejarah perjuangan Indonesia, bahkan dunia tersebut. Selain mengenang sejarah, perayaan tersebut sekaligus dijadikan momen agar Pemerintah Kota Siantar menjadikan motor bermesin gede ini dijadikan ikon atau lambang kebanggaan kota berhawa sejuk ini.
"Kita harus melestarikan becak Siantar. Kota atau daerah lain lelah mencari ikon sebagai bentuk identitas kota mereka, kenapa Kota Siantar tidak menjadikan Becak Siantar sebagai ikonnya? Becak siantar merupakan satu-satunya di dunia yang digerakkan sepeda motor tua. Jadi sangat pantas kalau becak ini dijadikan lambang Kota Siantar," ucapnya saat memberi kata sambutan dalam acara itu.
Untuk melestarikannya, kata Erizal, ada beberapa opsi yang ditawarkan organisasi ini kepada penguasa Kota Siantar. Selain menjadikan Becak Siantar sebagai ikon kota ini, para pemilik BSA yang sebagian besar menggunakan kenderaan itu sebagai becak untuk menafkahi anak-isterinya harus diberi perlindungan khusus berupa pemutihan pajak. Untuk itu, Peraturan Daerah yang mengatur soal pemutihan tersebut harus segera digodok oleh pihak eksekutif dan legislatif.
"Pemutihan pajak becak Siantar mendesak dilakukan. Bayangkan saja, sebagian besar pemilik BSA di kota ini adalah Abang Becak. Berapalah penghasilan mereka. Jika pemutihan pajak tersebut resmi diberlakukan, tentunya akan sangat membantu Abang-abang becak di kota ini. Para Abang-abang becak pun tidak lagi punya niat menjual becaknya akibat ekonominya terdesak. Ini menjadi salah satu tuntutan kami," sebutnya.
Jika becak ini dapat dilestarikan, sambung Erizal penuh semangat, tentunya akan memberi konstribusi nyata kepada Pemko Siantar. Caranya, dengan menjadikan becak Siantar menjadi kenderaan wisata satu-satunya di kota ini. "Kantor Parawisata Siantar misalnya membuat semacam voucer seharga seratus lima puluh ribu rupiah bagi wisatawan yang berkunjung ke kota ini. Jadi para wisatawan akan menggunakan becak Siantar untuk mengunjungi objek-objek wisata di kota ini. Dari nilai voucer tersebut, Kantor Parawisata memotong lima puluh ribu dengan catatan, dua puluh lima ribu untuk Kantor Parawisata dan duapuluh lima ribu lagi masuk ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah," paparnya memberi analogi.
Apa tanggapan Pemko Siantar? Walikota Siantar RE Siahaan yang diwakili Kepala Kantor Parawisata Pematangsiantar, Gunawan Purba, menyambut baik usulan dari para abang becak tersebut. Bahkan dengan tegas dia menyatakan, Pemko Siantar komit melestarikan keberadaan becak Siantar. "Salah satu bentuk komitmen kami untuk mempertahankan dan melestarikan becak ini, pada November mendatang, Kantor Parawisata Siantar akan menggelar parade becak Siantar dalam rangka mengembangkan sektor parawisata di daerah ini. bagi pemenang, kami akan menyediakan sejumlah uang tunai. Tentunya uang tersebut akan membantu para Abang becak memelihara becaknya," katanya.
Bapak Asuh

Tawaran menarik dilontarkan Kompol Safwan Khayat, Wakopolresta Siantar yang hadir dalam acara itu. Salah satu solusi untuk mempertahankan keberadaan becak ini menurut dia adalah dengan menerapkan pola asuh bagi para pemilik becak Siantar. Artinya, kata pria yang juga aktif dalam perkumpulan sepeda motor tua ini, setiap instansi besar, baik pemerintah mapun swasta mengasuh beberapa becak.
"Tolong lestarikan becak Siantar. Misalnya STTC Siantar, perusahaan ini bisa mengasuh atau merawat sekian becak. Demikian juga perusahaan atau instansi lainnya yang ada di kota ini. Jika ini diterapkan, saya yakin keberadaan becak Siantar akan mampu dipertahankan. sekali lagi saya sangat setuju becak ini dijadikan ikon Kota Siantar," ujarnya.
Hal yang sama juga disampikan Sony salah seorang pecinta motor tua di kota ini yang sekaligus mewakili dari Telkom, "Kalaupun keberadaan becak Siantar harus mati, jangan mati karena ketidak pedulian kita. Mari kita lestarikan keberadaan becak kebanggaan warga Siantar ini," katanya.
Sayangnya, pihak legislatif Kota Siantar tak datang dalam acara tersebut. Padahal mereka sangat diharapkan hadir untuk menampung aspirasi para Abang becak di kota ini. Usai pemberian kata sambutan, acara kemudian dilanjutkan dengan berbagai perlombaan, hiburan dan lucky draw yang melibatkan para Abang becak serta para undangan.
Hadiah Istimewa

Johan Fathandy, Presiden SMS alias Presiden Seniman Modal Suara yang memberi hadiah istimewa pada perayaan hari ulang tahun BOM'S Siantar yang kedua. Pria brewokan tersebut menciptakan sebuah lagu yang dikhususkan bagi para penggila BSA dan Abang becak Siantar dimanapun berada. Uniknya lirik lagu berirama cepat dan gembira itu diciptakan dari huruf awal nama H Kusma Erizal Ginting, pria yang sering dipanggil dengan sebutan Presidan BSA itu. Berikut lirik lagu tersebut.
BOM (Barisan Orang Musik)
Himpun kesatuan, pacu semangat mu
Kawula tua muda bersatu padu
Ujudkan impian mu menjadi kenyataan
Seniman, Bikers, Bentar (Becak Mesin Siantar,red) seiring jalan
Melantunkan lagu, syair dan puisi
Ayo Bikers dan Bentar unjuk prestasi

Energik dan berani, serta percaya diri
Nyanyikanlah suara hati nurani
Ramaikan Siantar dengan musik dan Bikers-nya
Inilah salah satu cara menjalin rasa
Zahir dan bathin, ikhlas dan rela
Akan bersatu dalam suka-duka
Lagukan soneta, balada dan puisi

Gemuruh suara Bikers beraksi
Indah dan mesra, persahabatan ini
Nuansa damai meresap di hati
Tuhan bersama kita
Iman tagwa dan doa
Nyalakan semangat persatuan kita
Gebyar aktivitas BOM terdengar nyata.(hut/gor)

Terancam Punah
Ikon budaya Kota Pematangsiantar, becak bermesin sepeda motor BSA atau Birmingham Small Army terancam punah akibat ketidakpedulian Pemerintah Kota Pematangsiantar. Bahkan beberapa waktu lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Kota Pematangsiantar berencana menerbitkan peraturan daerah yang memungkinkan sepeda motor baru buatan Jepang maupun China, menggantikan sepeda motor BSA.
“Dalih pemerintah kota dan DPRD ingin meremajakan becak motor ini. Padahal mereka tak sadar ini akan menghilangkan ikon budaya yang mestinya dijaga di Kota Pematangsiantar ini,” ujar Ketua Umum BSA Owner Motorcycles Siantar (BOM’S) Siantar H Kusma Erizal Ginting.
BOM’S merupakan wadah pengemudi becak motor BSA dan pemilik sepeda motor BSA di Kota Pematangsiantar. Erizal mengatakan, becak siantar punya sejarah panjang yang ikut mewarnai perjalanan Kota Pematangsiantar. “Di dunia ini, satu-satunya becak motor dengan kapasitas mesin besar. Bahkan pabrik BSA-nya di Inggris pun sudah tutup,” kata Erizal.
Semua becak siantar menggunakan sepeda motor merek BSA dengan tahun pembuatan rata-rata tahun 1941 hingga 1956. Di Pematangsiantar, becak bermesin awalnya menggunakan sepeda motor lama yang ditinggalkan tentara sekutu maupun pengusaha perkebunan dari Eropa, seperti Norton, Triumph, BMW hingga Harley Davidson.
Namun sejak tahun 1960, pengemudi becak bermesin di Pematangsiantar hampir semuanya menggunakan BSA. “Kami dulu mencoba semua merek sepeda motor, dan terbukti BSA yang kemudian efisien serta lebih mudah perawatananya,” ujar salah seorang pemilik bengkel yang juga pelopor becak Siantar," Muhammad Rohim.
Pemerintah Kota Pematangsiantar, kata Erizal dinilai tidak peka terhadap keberadaan becak siantar yang sudah menjadi ikon kota. “Mereka bukannya mau melestarikan keberadaan becak siantar ini, malah hampir membuat keberadaannya punah,” katanya.
Beberapa kali desakan BOM’S dan tokoh masyarakat Pematangsiantar, akhirnya membuat DPRD dan Pemerintah Kota gagal merealisasikan perda baru yang memungkinkan peremajaan becak siantar dengan sepeda motor baru buatan Jepang maupun China.
“Becak Siantar ini jika dikelola dengan baik, sebenarnya justru bisa mendatangkan pendapatan asli daerah. Becak ini bisa menjadi kendaraan pariwisata bagi turis yang ingin datang ke Danau Toba maupun mengunjungi obyek wisata sejarah di Kota Pematangsiantar. Sayangnya pemerintah kota masih belum menyadari potensinya,” kata Erizal.
Anehnya lagi, lanjut Erizal, jika ada even-even tertentu seperti Konferensi Gereja se-Asia beberapa waktu lalu, justru keberadaan becak Siantar ini yang ditunjukan kepada tamu-tamu asing. “Namun setelah itu, keberadaan kami malah tak dihargai lagi,” katanya. (kcm/hut/gor)


Satu-satunya di Dunia
Barangnya sudah langka, suku cadangnya tidak lagi dijual di pasar. Perawatannya pun kian sulit. Kelangkaan itu justru membuat motor BSA yang dijadikan penarik becak khas Siantar ini menjadi barang koleksi menarik dan mahal. Banyak motor BSA di Siantar menjadi buruan kolektor motor antik dari penjuru Indonesia.
BSA keluaran 1952 milik Kartiman, salah seorang dedengkot pecinta BSA di Siantar, pernah ditawar Rp30 juta. "Belum mau saya jual karena harganya tidak cocok. Seingat saya, Betor BSA di Siantar yang khusus membawa penumpang umum ini satu-satunya di dunia. Walaupun sama-sama beroda tiga, becak Siantar memiliki ciri khas yang tidak ada pada becak-becak lain. Kalau becak di Jawa umumnya dikayuh oleh manusia, becak Siantar ditarik dengan sepeda motor," kata pria yang akrab disapa dengan panggilan Mbah Lanang ini.
Meskipun becak motor alias Betor juga ada di beberapa kota lain, becak Siantar tetap memiliki keunggulan. Di Sumatera Utara, alat transportasi becak motor juga ada di Padang Sidempuan dan Rantau Prapat. Kalau becak Padang Sidempuan bermesin Vespa 1970-an dan becak Rantau Prapat bermotor Yamaha 1970-an, becak Siantar lebih unggul karena ditarik BSA tua. Becak dengan motor tua yang semakin langka itu justru menjadi keunikan yang menghiasi Kota Siantar.
Sepeda motor buatan Inggris ini dijadikan alat transportasi tentara Inggris di Pulau Jawa pada Perang Dunia II. Rata-rata usianya telah mencapai 60-an tahun. Motor-motor becak itu buatan 1941, 1948, 1952, 1953, 1954, 1955, dan 1956, kata Kartiman, seorang tokoh penarik becak di Siantar, yang juga bekas Ketua Group Motor Tua Pematang Siantar (GMTS). Bila tak salah, sekarang jumlahnya tinggal sekitar 400-an buah.
Bertahan Karena Tangguh
Kapan masuknya becak ke Pematang Siantar agak sulit dipastikan. Menurut Kartiman, sarana angkutan roda tiga itu dirintis oleh P Siahaan pada 1956, dengan becak bermotor berkekuatan 125 cc, bermerek Frans Barnet, Alpino, Filler, KK, dan SAF. Sayangnya, becak generasi pertama ini tak bertahan lama.
Mengapa becak motor generasi pertama tak mampu bertahan di Siantar? Kota seluas 79,97 kilometer persegi ini berada pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut dengan permukaan tanah berbukit-bukit, sehingga jalan-jalannya naik turun. "Waktu itu jalanan malah masih berbatu koral dan sering berlumpur," sebut pria berusia 60 tahunan itu menuturkan.
Akibatnya, becak bermotor tak sanggup mengantar penumpang sampai ke dekat rumah warga karena jalannya sempit dan jelek. "Karena tak mampu mengatasi tantangan tersebut, akhirnya diganti," terangnya.
Baru pada 1960-an jalanan kota berpenduduk 240.831 juta ini diramaikan becak bermesin Triumph, Ariel, Norton, BSA, AJS, dan Machles. Motor tua ini dibawa almarhum Baren Purba dan Situmorang dari Jawa. BSA yang paling menonjol dari keenamnya dan mampu bertahan hingga kini. Pada masa itu juga, lahir organisasi abang becak pertama, yakni Persatuan Becak Mesin Siantar (PBMS).
Masing-masing pemilik becak bersaing menampilkan kelebihan becaknya, mulai dari mesin hingga aksesoris. Alhasil, dengan penyebab dan alasan masing-masing, satu demi satu becak berguruan. Yang bertahan cuma betor BSA 500 cc (Buatan tahun 1941 dan 1948) dan BSA 350 cc ( Buatan tahun 1952,1953, 1954, 1955, dan 1956). Lambat laun motor BSA kian langka.
Alami Perombakan
Becak Siantar semula berbentuk bak sampan, seperti becak mesin di Medan sekarang. Bentuk tempat duduk penumpang yang terletak di sebelah kiri setinggi satu meter untuk dua orang, hanya terbuat dari terpal. Pada sisi kanan dan kirinya diberi besi penyangga dan bisa dilipat-lipat.
Perombakan terjadi awal 1970-an. Selain menggunakan pelat-pelat besi membentuk tempat duduk dan penutup payung hujan, di bagian depan menggunakan dinding kaca. Di bagian bawahnya diberi tempat pijakan kaki. Ban di sebelah tempat duduk dipasang penutup sebagai penahan rembesan tanah atau lumpur. Di belakang tempat duduk disediakan bak kecil berpagar pelat besi, berfungsi untuk tempat barang-barang bawaan penumpang.
Perubahan juga terjadi pada suku cadang, dengan modifikasi suku cadang motor lain, semisal Honda. Mulai dari platina, karburator, busi, tidak ada lagi yang asli suku cadang BSA. Semuanya hasil pembubutan di bengkel-bengkel yang secara khusus melayani kebutuhan suku cadang penarik becak. Bengkel khusus itu ada Jalan Kampung Banten, Jalan Tombang, Jalan Pahlawan, Jalan Rami, dan Jalan Singosari, Pematangsiantar.
"Selagi masih ada las bubut, becak Siantar masih bertahan dan saya sendiri belum mau pensiun dari membecak," kata Kartiman, lelaki Jawa beristri perempuan Batak yang mengaku sudah membecak sejak sejak 1962 silam itu.
Penarik becak di Siantar biasanya bisa jadi montir karena umumnya juga menjadi pemilik langsung. Mereka terbiasa memperbaiki becak di rumah masing-masing tanpa harus ke bengkel. Walau sudah banyak onderdil yang tidak asli lagi, ciri khas motor BSA masih tampak. Misalnya, tangki mesin berisi 12 liter dengan logo BSA, stang berkrom, speedometer BSA (yang sudah tidak berfungsi), velg, lampu bulat, serta sayap depan dan belakang.
Penampilan betor BSA memang tampak garang. Itu luarnya. Namun, penumpang yang naik di dalamnya merasa nyaman karena pegas motor begitu kuat tapi lembut. Penumpang akan merasa duduk di kursi goyang. Hanya telinga saja yang mungkin terganggu karena suara mesinnya keras dan bulat, meraung-raung. Suara mesin ini juga masih asli dari Betor BSA.
Keunikan becak Siantar BSA kemudian menjadi ciri khas dan daya tarik bagi wisatawan ke kota ini. walau berangsur-angsur tersingkir oleh kehadiran mobil penumpang. Belakangan, setelah mobil penumpang bebas memasuki wilayah yang menjadi lahan penarik becak, penghasilan mereka merosot. (hut/gor)


Kisah Mbah Lanang dan Sejarah Becak Siantar
Rambut dan kumisnya berwarna putih semua. Jalannya pun harus dibantu dengan tongkat. Namun, jika bicara semangat, dia tak kalah dengan biker mana pun. Namanya Kartiman, tetapi semua biker di Pematang Siantar mengenalnya sebagai Mbah Lanang.
Jika ingin mencari tahu sejarah becak siantar, becak bermesin sepeda motor BSA buatan Inggris tahun 1941-1956, Mbah Lanang adalah orang yang paling tepat untuk menceritakannya.
Memang masih ada pionir becak siantar yang masih hidup, seperti Muhammad Rohim (67) yang usianya lebih tua beberapa bulan dibandingkan dengan Mbah Lanang dan menguasai seluk-beluk mesin sepeda motor BSA yang merupakan kependekan dari The Birmingham Small Arms Company. Ada juga Tikno dan Mbah Sari. Merekalah orang pertama yang kreatif menjadikan sepeda motor tua peninggalan Perang Dunia II sebagai becak di Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Akan tetapi, di tangan Mbah Lanang, catatan sejarah hingga foto-foto dokumentasi berbagai jenis serta modifikasi becak siantar disimpan. Mbah Lanang membuat catatan sederhana tentang perjalanan becak siantar dari waktu ke waktu. Dia juga mencatat beberapa bagian dari spare part atau suku cadang sepeda motor BSA yang sudah bisa dibikin oleh bengkel-bengkel dari industri rumahan di Pematang Siantar.
Becak Siantar pernah mencapai 2.000 unit, dengan mayoritas menggunakan sepeda motor BSA sebagai penariknya, adalah jasa orang-orang seperti Mbah Lanang. Meski beberapa di antara sepeda motor BSA itu merupakan peninggalan pasukan sekutu, terutama dari Inggris saat mereka di Pematang Siantar dan juga bekas milik pengusaha perkebunan dari Eropa, jumlahnya paling banyak hanya 200 unit. Sebagian besar becak Siantar ini menggunakan sepeda motor BSA yang didatangkan dari luar kota Pematang Siantar oleh orang seperti Mbah Lanang.
Kini, mengisi sisa hari-hari tuanya, Mbah Lanang didapuk sebagai sesepuh sekaligus penasihat BSA Owner Motocycles Siantar (BOM’S), organisasi yang mewadahi ratusan pengemudi becak Siantar dan puluhan penggemar sepeda motor BSA di kota ini. etiap siang hingga sore menjelang senja, Mbah Lanang biasa berkumpul dengan bikers muda maupun pengemudi becak di Sekretariat BOM’S, Jalan Kartini, Pematang Siantar.
Jual beli
Kakek 12 cucu ini dulunya hanya penjaga tempat penitipan sepeda di Pasar Horas, Pematang Siantar. "Tahun 1962 saya kerja di tempat penitipan sepeda di Pajak Horas. Kerjanya menjaga agar jangan sampai ada sepeda yang masuk ke dalam pajak (pasar). Setiap pulang saya selalu naik becak dan minta ke penariknya agar saya yang bawa becaknya," cerita Mbah Lanang.
Dari kebiasaan membawa sendiri becak yang mengantarnya pulang kerja, Mbah Lanang mulai belajar seluk-beluk sepeda motor BSA. Tak lama setelah menikahi Atom Saragih tahun 1963, Mbah Lanang membeli sendiri becak siantar. Saat itu, harga becak Siantar bermesin sepeda motor BSA tipe ZB31 sebesar Rp 220.000.
"Kalau disesuaikan dengan emas, harga sebesar itu sama dengan harga emas 12 mayam," katanya.
Baru satu tahun dibeli, becak tersebut kemudian dijualnya. Namun, Mbah Lanang tetap menarik becak. Hanya saja, kali ini dia menarik becak punya orang lain. "Dalam waktu dua tahun saya sudah bisa beli becak sendiri lagi," ujarnya.
Pengalaman jual-beli becak kemudian membawa Mbah Lanang pada profesi baru sebagai penjual becak Siantar. Apalagi saat itu jual beli becak Siantar tengah booming. Pekerjaan sebagai pengemudi becak siantar masih sangat menjanjikan. Berbekal pengalamannya itu, dia berani mencari sepeda motor BSA hingga ke seluruh pelosok Sumut.
"Mulainya di Pematang Siantar, setelah enggak ada lagi, saya mulai cari ke kota-kota lain di Sumatera Utara. Setelah di Sumatera Utara enggak ada lagi, saya cari hingga ke provinsi lain, tetapi masih di Sumatera. Baru setelah di Sumatera sudah kehabisan, saya mencari di Pulau Jawa," tutur lelaki kelahiran Pematang Siantar, 1 Februari 1941, ini.
Sejak tahun 1980-an, Mbah Lanang mulai mencari sepeda motor BSA hingga ke pelosok kota-kota di Pulau Jawa dan Bali. "Saya datangi kota di Jawa, mulai dari Ngawi, Kediri, Surabaya, malah sampai ke Bali. Sekali berangkat paling banyak saya dapat tiga unit dan langsung dibawa ke Pematang Siantar," katanya.
ALS dan KM Tampomas
Menurut Mbah Lanang, di kota-kota Pulau Jawa waktu itu dia sering menemukan kondisi sepeda motor BSA teronggok begitu saja tanpa perawatan. "Banyak yang diletakkan di kandang ayam dan tak terurus," ucapnya.
Dengan menggunakan transportasi darat naik bus Antarlintas Sumatera (ALS), sepeda motor BSA itu dipereteli sebelum dibawa ke Pematang Siantar. Selain jalur darat, terkadang Mbah Lanang mengangkutnya melalui jalur laut dengan KM Tampomas, yang telah tenggelam di perairan Masalembo tahun 1981.
Kegiatan jual-beli sepeda motor BSA dilakukan Mbah Lanang hingga tahun 1990-an. Dia pun tetap setia menarik becak saat tak sedang mencari sepeda motor BSA untuk dibeli. Ketika jumlah sepeda motor BSA yang dijadikan becak di Pematang Siantar mencapai puncaknya, sampai ada 2.000 unit, terjadilah titik balik. Belakangan ini justru banyak orang luar yang meminati sepeda motor BSA yang telah dijadikan becak di Pematang Siantar.
"Kolektor sepeda motor tua membelinya dengan harga Rp 10 juta hingga 17 juta. Saat jumlah BSA mulai berkurang, baru orang sadar kalau dibiarkan terus bisa tidak ada lagi yang tersisa di Pematang Siantar," ujar ayah empat anak ini.
Kini, bersama para pengemudi becak siantar dan bikers yang tergabung dalam BOM’S, Mbah Lanang gigih mengampanyekan kelestarian becak siantar. Dia pun berada paling depan saat Pemerintah Kota Pematang Siantar dan DPRD setempat merancang Perda peremajaan becak motor.
Dengan Perda tersebut, memungkinkan sepeda motor baru buatan Jepang atau China menjadi penarik becak di Pematang Siantar. Sesuatu yang selama ini eksklusif untuk sepeda motor tua, seperti BSA. "Biarlah, kalaupun becak Siantar ini harus mati, matilah dengan alami. Bukan punah karena Perda," ujarnya. (kcm/hut/gor)
Menjaga Ikon Pematang Siantar

Niat Kusma Erizal Ginting (48) membangun kota itu agar lebih berbudaya tak pernah surut. Bersama ratusan pengemudi becak motor siantar, ia berusaha mempertahankan orisinalitas kendaraan angkutan umum melegenda bagi masyarakat Pematang Siantar.
Erizal menyaksikan saat sado, kendaraan tradisional yang ditarik kuda, harus hilang dari Pematang Siantar, sejak akhir 1970-an. Dia membandingkan dengan Yogyakarta, kota tempatnya meraih gelar sarjana hukum, yang tetap mempertahankan orisinalitas kendaraan tradisional tersebut sebagai salah satu transportasi wisata.
"Dulu, sado sempat menjadi ikon transportasi tradisional di Pematang Siantar. Rasanya sedih tak bisa lagi melihat kendaraan tersebut. Apa sih susahnya menyandingkan sesuatu yang tradisional dengan yang modern, tanpa menggusur salah satunya?" ujarnya.
Tahun lalu DPRD dan Pemerintah Kota Pematang Siantar sempat menggagas peraturan daerah (perda) yang mengatur peremajaan becak motor. Peremajaan itu dirasakan sebagai ancaman bagi keunikan becak siantar yang selama ini menjadi andalan untuk mobilitas warga Pematang Siantar.
Becak motor siantar unik karena digerakkan oleh mesin sepeda motor merek BSA (Birmingham Small Army) buatan Inggris, yang kini tak ada lagi pabriknya. Umumnya sepeda motor BSA yang digunakan tipe M 20 buatan tahun 1941 hingga 1948 berkapasitas mesin 500 cc, dan tipe ZB 31 buatan tahun 1950 hingga 1956 berkapasitas mesin 350 cc.
Prihatin akan ancaman kepunahan becak motor siantar, Erizal menggalang para pengemudi becak dan penggemar motor tua bermesin besar mendirikan satu wadah. Saat DPRD dan Pemko Pematang Siantar sedang gencar menggodok Perda peremajaan becak motor, Erizal dan para pengemudi becak serta penggemar motor tua di kota itu mendirikan BSA Owner Motorcycles Siantar yang disingkat BOM’S.
Dipenuhi
Pria kelahiran Pematang Siantar, 2 Januari 1959, ini tak datang dari kalangan menengah- bawah seperti kebanyakan pengemudi becak motor siantar. Ayahnya pengusaha perhotelan, yang kini usahanya diteruskan Erizal. Sejak kecil, karena melihat banyaknya sepeda motor tua buatan Inggris dijadikan mesin penarik becak, Erizal pun kemudian menjadi "maniak" terhadap produk-produk BSA, mulai dari sepeda hingga sepeda motor.
Melalui BOM’S, dia bersama ratusan pengemudi becak Siantar berjuang agar perda peremajaan itu tidak disahkan. Perjuangan mereka berhasil. Pemerintah dan DPRD urung membuat Perda tersebut. Bahkan, dua dari empat tuntutan BOM’S dipenuhi pemerintah daerah.
Tuntutan agar pemerintah daerah memerhatikan kelestarian becak Siantar dipenuhi, antara lain dengan mengecat dayung (kabin tempat penumpang) becak motor dan membantu memperbaiki kondisi sepeda motor tanpa menghilangkan orisinalitas BSA. Pemko juga mengirim surat kepada Gubernur Sumut dan Dinas Pendapatan Provinsi Sumut agar becak Siantar diputihkan pajaknya karena BSA ini rata-rata bekas rongsokan Perang Dunia II.
Tuntutan yang masih belum dipenuhi adalah menjadikan becak Siantar sebagai satu-satunya kendaraan pariwisata di kota ini, menjadikannya sebagai benda cagar budaya, menjadikan becak Siantar ikon kota ini serta membuat dan mengesahkan perda yang mengatur pemutihan pajak motor jaman behaula ini.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992, benda cagar budaya adalah buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Dari definisi itulah, kata Erizal, becak siantar bisa dikategorikan sebagai benda cagar budaya. Becak siantar sebagai benda muncul sekitar tahun 1956. Namun, penggeraknya, mesin sepeda motor BSA, usianya jauh lebih tua.
"Mungkin kamilah satu-satunya di dunia yang saat ini masih bisa mengoperasikan sepeda motor BSA dalam jumlah besar," ujarnya.
Melegenda
Di Sumut keberadaan becak siantar melegenda. Selain unik karena menggunakan sepeda motor BSA, becak Siantar telah melewati rentang waktu relatif panjang sejak pertama kali beroperasi di wilayah itu.
Kecintaannya pada Kota Pematang Siantar ingin diwujudkan oleh lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, ini dengan membangun kota itu agar lebih berbudaya. Untuk itu, Erizal berjuang agar becak Siantar menjadi ikon di kota tersebut.
Kini, dengan memimpin BOM’S, dia secara langsung membantu para pengemudi becak. Misalnya, Erizal memotong jalur distribusi pengadaan suku cadang becak siantar. Ia membeli ban becak dari distributor pertama. Jika di toko-toko ban harga satu ban becak Rp 125.000- Rp 130.000, di markas BOM’S yang sekaligus dijadikan toko peralatan becak motor hanya dihargai Rp 115.000. "Perbedaan harga Rp 10.000-Rp 20.00bagi pengemudi becak ini berarti," ucapnya.
Erizal juga berusaha menjadikan becak Siantar sebagai cagar budaya dan tetap bertahan di Pematang Siantar dengan mengampanyekan ide-ide pelestarian becak Siantar lewat dunia maya. Dia membuat situs www.boms-ssc.com sebagai sarana kampanye ke seluruh dunia.
"Komunitas bikers di Indonesia dan luar negeri salah satu yang membantu kami agar becak siantar tetap terjaga kelestariannya," katanya.
Di sisi lain, Erizal berusaha keras menjaga agar lebih dari 800 unit becak siantar bermesin sepeda motor BSA ini bisa tetap beroperasi. Perjalanan waktu telah membuktikan keandalan mesin sepeda motor BSA melewati rute naik-turun, ciri topografi Pematang Siantar yang terletak di punggung bukit ini.
"Sebisa mungkin becak Siantar tetap menjadi ikon budaya kami," katanya. (kcm/hut/gor)Valentino Rossi dan Becak Siantar

Sepeda motor merek Birmingham Small Arm (BSA) adalah kendaraan perang pabrikan Inggris buatan tahun 1940 hingga 1960-an. Ukuran mesinnya bervariasi dari 150cc hingga 500cc. Namun yang paling banyak digunakan adalah yang 250cc dan 500cc. Nah tuh, kebayangkan kekuatan mesinnya?
Di Siantar, jumlahnya masih cukup banyak, Sebagian besar sudah dimodifikasi. Secara umum, motor BSA masuk ke Indonesia pada masa peralihan tentara Jepang ke tentara Sekutu (Belanda-Inggris). BSA kemudian menyebar ke daerah-daerah jajahan Belanda, termasuk ke Siantar. Tapi tak banyak yang mengetahui jika masuknya motor BSA dalam jumlah besar ke Siantar justru bukan dibawa oleh tentara Belanda.
“BSA adalah sisa-sisa perang dunia kedua. Belanda yang membawanya ke sini. Tapi walau sebelumnya sudah ada motor BSA dalam jumlah kecil di Siantar, masyarakat Siantar sendiri yang berperan besar membawa BSA masuk ke kota berhawa sejuk ini,” kata Erizal Ginting.
Masa sih? Ketika penjajah minggat dari Indonesia, motor-motor BSA kehilangan tuannya. Tak ada sparepart dan teknisi yang mumpuni di Indonesia. Nasib Motor BSA pun berakhir tragis. Ada yang ‘tergolek’ di gudang atau yang terdampar di jalanan. Motor BSA jadi barang rongsokan. Adalah Mbah Lanang (67 tahun), sesepuh BOM’S yang mengawali cerita ini semua.
Menurut Mbah Lanang, tahun 1958, ia dan rekan-rekannya berburu BSA hingga ke pulau Jawa: Surabaya dan Jakarta. Kedua provinsi ini adalah sarangnya motor BSA. Lalu motor BSA diangkut dengan "Almarhum" Kapal Tampomas II dalam jumlah besar. Kemudian sekitar tahun 1960-an, Mbah Lanang dan rekan-rekannya memodifikasi motor BSA untuk dibuat sebagai becak. Sejak itulah awalnya Kota Siantar dikenal sebagai ‘Kota Becak BSA’.
“Saya mengetahui sejarah masuknya BSA ke Siantar. Mbah Lanang menjadi salah seorang saksi sejarah yang mendatangkan BSA ke Siantar ini,” ujar Erizal Ginting yang juga seorang budayawan Siantar.
Sejarah BSA di Kota Siantar pun dimulai. Ketiadaan sparepart dan teknisi mulai bisa dipecahkan agar nasib motor BSA tidak tragis seperti di Surabaya dan Jakarta. Dengan kerja keras, orang-orang Siantar menciptakan sendiri sparepart BSA yang tak mungkin didatangkan bahkan dari tempat kenderaan ini dibuat (Birmingham,Inggris). Orang-orang Siantar pun, terutama pemilik motor BSA, mulai belajar membedah mesin BSA.
Mereka sudah bisa menciptakan sendiri onderdil untuk motor BSA. Ada beberapa pabrik-pabrik mini yang mampu memproduksi spare part motor BSA di Siantar. Mulai dari karburator, hingga pelek. Dengan sedikit kreatifitas, disulaplah karburator Kawasaki Binter menjadi karburator BSA. Juga, jangan heran melihat pelek dan blok mesin motor tua ini kinclong bak motor keluaran tahun mutakhir. Becak BSA pun tetap tegar menjelajahi jalanan di Kota Siantar. Suaranya hingar-bingar, terkadang kalo lewat di depan rumah, siaran TV pun ikut bergetar. Brum..brum...duk..duk...duk...brum pletak... (kok pletak?).
Iya, kadang knalpotnya mengeluarkan letupan seperti suara meriam bambu. terutama untuk mesin yang berukuran 500cc. Apalagi terkadang abang-abang becak ini suka iseng mengisi bahan bakar BSA nya dengan minyak tanah bukan bensin. "Biar murah!" kata mereka. Hehehe, ada-ada saja.
Karena suaranya ini pula, seorang rekan dari Medan menyebutnya Helicak alias Helikopter Becak. "Suaranya kaya' Helicopter tapi kok ternyata becak", selorohnya.
Goyangan di kursi penumpangnya mantap karena dipasang per mobil di bawah gandengan, sehingga penumpang becak ini seakan naik ayunan. Geot...geot...naik turun, nyaman sekali.
Pada tahun 1980-an, ketika PSMS medan sedang jaya-jayanya di kompetisi Perserikatan PSSI, banyak supporter dari Siantar berduyun-duyun ke Stadion Teladan Medan naik Becak ini. Ini luar biasa, mengingat jarak Siantar-Medan mencapai 128 Km. Ayo, becak mana yang mampu menempuh jarak sejauh itu? Kalo becak di Jogja melakukannya, wah bisa gempor mengkayuhnya! He...he...he...he.
Mungkin, becak Siantar merupakan becak tercepat didunia, bahkan mungkin tercanggih juga. Bayangkan, kapasitas mesinnya 500cc! Bisa ikutan MotoGP gak ya? Jadi pengen ngebayangin Valentino Rossi--raja MotoGP itu--pake BSA!! Bisa senewen tujuh turunan dia. Ha..haaa..haaa. (net/hut/gor)
Pabriknya Sudah Jadi Stadion

Jika berbicara becak Siantar, kita akan melintas masa masuknya sekutu pada tahun 1945, untuk kembali menjajah di tanah air, BSA yang diproduksi oleh pabrik yang khusus memproduksi keperluan peralatan-peralatan kecil tentara. BSA sendiri kependekan dari Birmingham Small Arm atau peralatan- peralatan kecil tentara, produksi Birmingham.
Maka becak Siantar juga dapat kembali menceritakan sejarah pergolakan pada masa tahun 1945, dimana pada masa itu juga adalah untaian dari Perang Dunia ke II dan sebahagian besar negara-negara di dunia terlibat dengan masalah kolonialisme. Kehadiran BSA di Siantar adalah fasilitas tentara sekutu untuk operasi di daerah ini.
Pada sisi lain, bahkan di daerah atau negara Inggris tempat BSA diproduksi, BSA sudah menjadi barang langka. Soalnya pabrik kendaraan roda dua dengan cc besar ini telah terbakar tahun 1972 dan tidak dihidupkan lagi. “Lokasi pabriknya telah berkembang menjadi lokasi stadion utama klub sepak bola Birmingham sekarang ini,” terang pria yang sudah pernah melakukan perjalanan ke daerah asal BSA tersebut.
Pada tahun 1980-an, ada sekitar 2000-an ranmor BSA di Siantar. Angka tersebut yang tertinggi di seluruh dunia, bahkan dibanding Inggris sendiri. Hanya saja, angka estimasi terakhir, BSA di Siantar tinggal sekitar 800 unit. “Sekarang sudah terbalik, jumlah BSA di Birmingham sudah lebih banyak ketimbang di Siantar. Data terakhir yang saya peroleh di Birmingham ada sekitar 1.400 unit BSA,” kata Rizal.
BSA Siantar katanya belakangan banyak yang sudah jual kepada peminat dari luar daerah, bahkan dibawa keluar negeri. Terjualnya BSA tersebut menurutnya paling utama adalah akibat faktor ekonomi. Padahal, mestinya pemerintahan yang peduli dengan Siantar sejak dahulu melakukan langkah proteksi kepada hilangnya BSA dari Siantar menunjukkan kepeduliannya terhadap BSA melalui berbagai statemen dan tindakan. Erizal sendiri cemas dengan kehadiran becak jenis kendaraan lain yang akan membuat BSA tidak beroperasi lagi, jadi rongsokan atau akan dijual ke orang-orang berduit di luar Siantar.
Siantar, tentunya akan kehilangan bagian dari sejarahnya. Sementara, sesuai perjalanan dan perkembangan peradaban dunia, orang-orang atau kelompok yang tidak mencermati dan menghargai nilai sejarah adalah orang yang tidak beradab.
“Semestinya nilai sejarah Siantar dengan BSA-nya perlu direkonstruksikan dan dikemas dalam bentuk yang lebih bernilai dan laku dijual seperti dalam bentuk kepariwisataan,” sebutnya.(nt/hut/gor)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery