Monster Haus Darah dari Danau Toba
Beban pencemaran air dan lingkungan Danau Toba yang semakin tinggi tanpa ada upaya pengendalian yang berarti membuat danau ini semakin merana. Tak hanya tanaman air yang tumbuh tanpa terkendali. Kini sejenis mahluk yang menyerang ikan dan manusia menjadi penghuni baru di air Danau Toba. Bentuk fisik mahluk penghisap darah itu agak mirip dengan bentuk tubuh anak kecoa yang belum tumbuh sayap tetapi memiliki ekor menyerupai buntut udang.
Uniknya, mahluk yang baru muncul dalam lima tahun terakhir itu mampu hidup di dua alam yakni di air dan daratan (amfibi). Hama ini menyerang ikan mujahir, nila, mas dan juga mampu menyerang manusia. Ukuran tubuh mahluk ini mampu mencapai 1,5 centimeter. Kakinya enam pasang, tubuhnya beruas, mempunyai antena sepasang, warna coklat muda sampai coklat tua serta memiliki sebuah sungut mirip sungut nyamuk yang berfungsi untuk menyerang tubuh mangsanya.
Dari percobaan kecil yang dilakukan localnews (dengan memasukan ke dalam stoples kaca,red) mahluk yang dijuluki warga Ajibata, Parapat serta Tigaras ini sebagai kutu ikan, mampu menyerang mangsa dengan kecepatan tinggi. Begitu calon mangsa ditemukan, kutu ini langsung mengibaskan ekornya hingga tubuhnya melesat. Kutu itu langsung menempel ke tubuh ikan dengan mencengkeram tubuh ikan dengan enam pasang kakinya. Perlahan namun pasti, kutu ini bergerak ke arah kepala ikan dan kemudian menyerang insang ikan yang menjadi mangsanya. Begitu memasuki insang, dalam hitungan jam, ikan akan mati karena kehabisan darah dan insangnya habis digerogoti.
Ketika localnews meletakan kutu ini ke pergelangan tangan, dalam dua detik ekornya langsung ditekan sedangkan keenam kakinya mencengkeram kulit. Berikutnya, rasa nyeri disusul rasa gatal muncul. Bekas gigitan kutu itu membengkak, mirip bekas gigitan nyamuk atau tawon. Percobaan lain yang dilakukan adalah dengan memasukan sekitar 20 ekor kutu ke dalam plastik kecil tanpa diberi air sedikit pun. Plastik kemudian diikat erat dengan karet gelang tanpa diberi udara yang memadai. Ternyata mahluk ini mampu bertahan hidup hingga 24 jam. Dari penelusuran literatur yang dilakukan localnews, mahluk ini lebih condong masuk dalam kelompok crustacea(Udang-udangan).
Baru Muncul
Dari penuturan warga nelayan dan peternak ikan kerambah di tiga kawasan, masing-masing di Kecamatan Ajibata, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Parapat serta Kecamatan Tiga Ras, kutu ikan ini baru dikenal warga sekitar lima tahun belakangan ini. Hanya saja, tingkat penyerangannya semakin lama semakin tinggi. Ikan yang diserang adalah ikan yang hidup bebas di danau serta ikan yang dipelihara di kerambah. Untuk ikan yang dipelihara di kerambah, tingkat serangan kutu ikan ini belum begitu tinggi, hanya namun tetap saja menimbulkan kerugian karena volume serangannya semakin meningkat setiap tahunnya.
Berbeda dengan petani ikan kerambah jaring apung di Ajibata dan Parapat, para nelayan di kawasan ini sangat merasakan dampak serangan kutu tersebut. Umumnya ikan yang terjerat dalam jaring menjadi sasaran utama serangan kutu. Ikan yang didapatkan nelayan sering didapati dalam kondisi lemas, bahkan sudah mati.
"Ketika ikan tersangkut dalam jaring, kutu itu langsung menyerang ikan. Biasanya ikan langsung lemas atau mati. Jika sudah begini, kita terpaksa membuang ikan yang sudah mati tapi kalau kondisinya masih segar, biasanya kita jual setelah sebelumnya kutu itu kita buang dari insang ikan," sebut salah seorang nelayan bermarga Saragih di kawasan pantai Ajibata kepada lokalnews pekan lalu.
Para nelayan juga mengaku, tak hanya ikan yang diserang kutu. Mereka juga sering menjadi korban serangan kutu ikan saat menarik jaring ke dalam perahu. Biasanya kutu langsung menempel dibagian tangan atau kaki."Kalau sudah digigit kutu ikan, langsung terasa perih, gatal dan membengkak," kata Saragih.
Pengakuan serupa juga disampaikan A. Sinaga, seorang pekerja kerambah jaring apung (KJA) di Kawasan Pantai Tiga Ras, Simalungun. Menurut pria itu, ikan-ikan yang sudah siap panen biasanya menjadi sasaran utama kutu ikan. Jumlahnya juga semakin banyak. "Kami tak tahu dari mana asal kutu ikan itu. Mahluk itu baru kami kenal dalam lima tahun terakhir ini," kata Sinaga.
Selain soal kutu ikan, nelayan di kawasan Ajibata serta Parapat juga mengeluhkan minimnya tangkapan ikan saat ini. Mereka menduga, pencemaran air Danau Toba yang sudah memasuki tahap mengkuatirkan menjadi penyebab sulitnya mendapatkan ikan di danau. "Kalau dulu, untuk mendapatkan ikan mujahir sepuluh sampai duapuluh kilogram, tak terlalu sulit. Tapi sekarang, untuk mendapatkan ikan mujahir tiga sampai empat kilogram saja, rasanya sangat sulit. Kita harus menebar jaring sehari semalam untuk mendapatkan ikan segitu. Itupun kalau lagi beruntung," kata nelayan lainnya bermarga Sidabutar di Ajibata.
Pengamatan lokalnews di ketiga daerah ini, tercemarnya air Danau Toba dapat dilihat secara kasat mata. Air danau yang biasanya terlihat jernih, kini kelihatan keruh. Kondisi air seperti ini terlihat hingga sepuluh sampai limabelas meter dari bibir pantai. Selain itu, pertumbuhan eceng gondok dan tanaman air lainnya terlihat sangat subur dan tidak terkendali. Tumbuhan air sejenis lumut juga tumbuh subur di dasar danau. Tanaman itu tumbuh bergumpal-gumpal mirip benang kusut dan menjadi sarang utama kutu ikan. Akibatnya, banyak warga yang malas berenang akibat kondisi air yang kotor.
Untuk memenuhi kebutuhan air minum, kini warga di Ajibata dan Girsang Sipangan Bolon tak berani lagi mengonsumsi air Danau Toba. Mereka cenderung mengandalkan air dari PDAM. Hanya saja, tak seluruhnya warga bisa mengakses sumber air bersih itu. Jika sudah begini, warga biasanya harus bangun sekitar pukul 06.00 WIB pagi untuk mengambil air minum dari Danau Toba. Itupun harus berenang atau naik perahu ke tengah danau. Kondisi ini jelas berbeda jauh dengan yang dialami warga sekitar duapuluh tahun lalu. Saat itu warga yang bermukim di seputaran pantai Danau Toba menggunakan air danau untuk mandi, cuci dan kakus (MCK) secara langsung dari bibir pantai.
"Kalau dulu, kami berani meminum air dari pinggir pantai secara langsung tanpa dimasak. Tak ada yang sakit perut. Tapi kini jangan coba-coba!Kami juga malas berenang di pantai. Airnya kotor, banyak lumut dan yang kita takutkan adalah serangan kutu ikan. Sudah banyak orang yang berenang di pantai menjadi korban serangan kutu ikan," kata beberapa warga Ajibata dan Parapat. (hut/ren/bud)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery