SAKSI DICURIGAI BUKAN PENYIDIK


Ketika sidang pra peradilan penahanan tersangka Hs berlangsung, suasana persidangan sempat kisruh. kekisruhan itu melibatkan saksi dari Kejaksaan Negeri Simalungun, Sukma Frando SH yang menjabat sebagai Kasubsi Penyidikan versus kuasa hukum tersangka, Sri Hendarianto SH. Sebelum sidang dimulai, kuasa hukum tersangka merasa tidak yakin sembari mempertanyakan apa fungsi saksi di dalam tim penyidik tersebut.
Menjawab keraguan itu, saksi mengatakan kepada hakim kalau dirinya benar sebagai Kasubsi Penyidik Kejaksaan Negeri Simalungun. Tak puas dengan jawaban singkat itu, kuasa hukum tersangka kembali meminta bukti setidaknya surat ijin penyidikan dari Departemen Hukum dan HAM. Sayangnya saat itu saksi tidak dapat menunjukkan surat tersebut. Pendek cerita, kedua pihak saling berdebat soal status saksi dari kejaksaan daerah ini sampai akhirnya hakim pra peradilan menengahi perdebatan dan menerima keterangan saksi tanpa disumpah di hadapan persidangan.
Hakim juga tampak membatasi keterangan saksi agar keterangannya terarah dimulai dari soal acara pemeriksaan dan bukan pada pokok materi perkara. Setelah sidang keterangan saksi usai, saksi Sri Hendarianto masih merasa dirinya telah dilecehkan oleh kuasa hukum tersangka di depan umum. Sukma Frando langsung beranjak menuju kantornya untuk mengambil dan menunjukan surat resmi pengangkatan dirinya sebagai Kasubsi Penyidik di Kejari Simalungun. Dari hasil verifikasi kuasa hukum dan hakim atas surat yang ditunjukkan saksi, terbukti dirinya memang benar menjabat sebagai Kasubsi Penyidik di Kejari Simalungun melalui Surat Keputusan (SK) dari Jaksa Agung yang menerangkan bahwa Jaksa Agung Republik Indonesia No Kep – IV – 115/C.4/03/07 memutuskan, mengangkat Sukma Frando SH Nrp 603372 NIP 230029662 sebagai Kasubsi Penyidikan pada seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Simalungun.
Kronologi Mencuatnya Kasus
Merujuk pada surat permintaan pemeriksaan permohonan praperadilan oleh mantan Kabag keuangan yang kini menjabat sebagai Asisten III Pemkab Simalungun DP yang disampaikan melalui kuasa hukumnya Sarbudin Panjaitan SH MH mengutarakan, kronologis persoalan ini bermula pada Januari 2003 lalu.
Saat itu DP dipanggil oleh mantan Wakil bupati Simalungun yang saat itu dijabat DD. Dia dipanggil lewat telepon agar datang dan menemuinya di ruangan kerja mantan wakil bupati. DP pun datang memenuhi panggilan atasannya. Dalam pertemuan itu, DD memberitahukan secara jelas kepada DP soal keberadaan seseorang yang dapat mengatur bagaimana cara mengatasi urusan kelebihan setor pajak PPh 21 tahun 2001-2002 atas nama pejabat negara yang terdiri dari pegawai negeri sipil dan para pensiunan. Saat itu, dana yang telah dibayarkan Pemkab Simalungun sebesar 10 %. Setelah memahami petunjuk itu, mantan wakil bupati juga memerintahkan DP menjumpai mantan Sekda yang saat itu dijabat AMN.
Saat DP memasuki ruang kerja AMN, saat itu dia melihat ada dua orang tamu di sana. AMN kemudian memperkenalkan kedua tamu itu kepada DP. Kedua tamu itu diketahui bernama Jhon Rider Purba dan Jan Toguh Damanik. Misi DP adalah menyampaikan pesan DD yang beru diterimanya kepada AMN yaitu pengurusan kelebihan setor pajak PPh tersebut. Ketika itu kedua tamu AMN secara spontan mengatakan kesanggupan mereka untuk mengurus kelebihan setor pajak itu.
Sebelumnya, kedua tamu itu juga pernah terlibat perbincangan dengan topik yang sama dengan DD ketika bertemu di Medan. Merasa sudah ada kesepahaman, kemudian AMN langsung mengatakan kepada kedua tamunya agar mengajukan surat penawaran kompensasi/restitusi kelebihan PPh yang ditujukan kepada mantan Bupati Simalungun yang saat itu dijabat JHS.
Berselang beberapa hari, tepatnya 13 Januari 2003, sang tamu, Jhon Rider Purba menemui DP di ruang kerjanya di kantor bagian keuangan sembari menunjukkan surat penawaran kompensasi/restitusi yang ditujukan kepada JHS dan telah selesai dikonsep. Kemudian DPselaku Kepala Bagian (Kabag) Keuangan) yang tidak berwenang mengambil keputusan, kemudian mengajak Jon Rider bersama-sama dengan mantan Asisten III JS dan Sekda AMN menghadap kepada DD untuk menyampaikan surat penawaran tersebut. Wakil Bupati pun langsung menyetujui permohonan itu dan selanjutnya AMN menyuruh DP dan mantan Asisten III JP ikut membubuhkan paraf secara berjenjang. Kemudian AMN membubuhkan tandatangannya.
Setelah berganti bulan, tepatnya 10 Februari 2003, Sekda Kabupaten Simalungun atas nama Pemkab Simalungun, mengadakan atau membuat perjanjian kerja dengan pihak Kantor Akuntan Publik, Hs. Ikatan perjanjian itu tertuang dalam surat No 09/HYR-KP/2003 tanggal 10 Pebruari 2003. Dalam perjanjian itu juga tertera jumlah dana sebagai honorarium atau imbalan jasa bagi akuntan ini sebesar 25 % dari jumlah kompensasi yang diserahkan ke Pemkab Simalungun.
Setelah sepakat, pihak akuntan pun menjalankan tugasnya. Pada 24 Juni 2003, Hs bersama Jhon Rider Purba datang membawa laporan kemajuan kerja, berita acara serah terima pekerjaan, Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), Pajak Penghasilan nomor 00021/501/01/117/03 masa tahun pajak tahun 2001 dengan tanggal penerbitan 20 Juni 2003 dan SKPN nomor 00002/501/02/117/03 tahun pajak 2002 dengan tanggal penerbitan 20 Juni 2003 yang bubuhi tandatangan Kepala Kantor Perpajakan Pematangsiantar. Surat itu disertai dengan surat permintaan pembayaran honorarium atau imbalan jasa bagi kantor Akuntan Publik Hs dari Bupati Simalungun, JHS.
Karena pekerjaan sang akuntan ini telah rampung, DP selaku mantan Kabag Keuangan memanggil stafnya, TS, ke ruangan kerjanya. TS ditugasi untuk menerima berkas-berkas hasil pekerjaan akuntan itu dan mempelajari surat permintaan pembayaran honorarium akuntan yang diketahui mencapai Rp 1.854.552.326. Nilai ini sesuai dengan surat perjanjian kerja antara Pemkab Simalungun dengan pihak Kantor Akuntan Publik Hs dan Rekan.
Bergulirnya dana itu tidak sampai di situ saja. Mengingat dana untuk honorarium akuntan tersebut belum ada ditampung dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Simalungun tahun 2003, Pemkab Simalungun berinisiatif mengajukan dananya mendahului perubahan APBD Tahun Anggaran 2003 ke DPRD yang tertuang dalam surat nomor 900/423/Keu.2003 tertanggal 30 Juni 2003 ditandatangani oleh Wakil Bupati DD. Surat itu ditujukan kepada Ketua DPRD Simalungun yakni memohon persetujuan DPRD untuk pembayaran honorarium kepada kantor Akuntan Publik Hs dan Rekan dengan mendahului perubahan APBD Tahun 2003.
Surat itu kemudian diakomodir oleh Ketua DPRD Simalungun, SS, pada tanggal 17 Juli 2003 berupa persetujuan pembayaran honorarium kepada kantor akuntan mendahului penetapan perubahan APBD Tahun 2003. Bukti persetujuan itu dituangkan dalam surat DPRD Nomor 900/1348-DPRD tertanggal 13 Juni 2003 , ditujukan kepada Bupati JHS.
Berdasarkan surat persetujuan Ketua DPRD Simalungun, SS, pada tanggal 18 Juni 2003 Kepala Bagian Keuangan yang saat itu dijabat TS langsung mempersiapkan surat Keputusan Bupati Simalungun Nomor 921/231/Sim/2003/R tentang Otorisasi Anggaran Belanja Kabupaten Simalungun tahun 2003 untuk ditandatangani oleh AMN selaku Sekda. kemudian pada tanggal 21 Juli 2003, bendahara rutin Asisten Administrasi dan Pembinaan Aparatur pun mempersiapkan dan mengajukan surat permintaan pembayaran uang kepada Kepala Bagian Keuangan, TS agar menerbitkan dan menandatangani Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) kepada HS untuk menerima uang honorarium sebesar Rp 1.854.552.326. (man)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery