Bosannya Menunggu Kucuran Dana Pendidikan Dari Pemerintah
Kebijakan pemerintah mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan bertujuan untuk menunjang program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Dana ini diarahkan pada rehabilitasi gedung dan ruang kelas Sekolah Dasar (SD), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah (MI), termasuk sekolah setara SD yang berbasis keagamaan. Dengan pengadaan sarana prasarana ini, diharapkan menjadi penunjang pencapaian mutu pendidikan di sekolah dasar tersebut. Namun kenyataannya, sasaran utama yang dicapai sulit direalisasi. Tarik-ulur kepentingan menjadikan pelaksanaan program ini kacau-balau.
Di Kabupaten Simalungun sendiri, untuk tahun 2007 dikucurkan DAK bidang pendidikan sebesar Rp25,479 miliar. Dana itu disebar bagi 103 SD/MI di jajaran Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Simalungun. Sayangnya, hingga Juni 2008, program penyaluran bantuan dana pendidikan ini tersendat-sendat alias belum rampung. Sesuai aturan, penyaluran dana DAK tahap pertama seharusnya sudah rampung per 31 Desember 2007 lalu. Hanya saja, hingga kini, dana yang direalisasikan baru mencapai Rp7, 725 miliar. Artinya dana yang belum tersalur mencapai Rp18, 025 miliar.
Persoalan kemudian berkembang. Pemerintah Kabupaten Simalungun menuding para kepala sekolah tidak bisa menyelesaikan penyelesaian pengerjaan rehabilitasi gedung dan ruang kelas sampai batas waktu yang ditentukan. Akibatnya, pencairan dana tahap kedua dan ketiga tidak bisa dilakukan. Situasi ini jelas tak hanya berdampak pada kondisi bangunan semata, tetapi juga berakibat terkendalanya proses belajar-mengajar di sekolah–sekolah tersebut.
Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2007, pengerjaan rehabilitasi fisik sekolah tersebut mencakup, rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas, pengadaan rehabilitasi sumber dan sanitasi air bersih serta kamar mandi dan WC. Kemudian pengadaan perbaikan meubiler ruang kelas, lemari perpustakaan dan pembangunan/rehabilitasi. Kemudian untuk pembangunan rumah dinas penjaga/guru/ kepala sekolah, alat peraga pendidikan , buku pengayaan, buku referensi dan sarana multi media. Anggarannya sebesar Rp250 juta persekolah.
Dana ini masih ditambah dengan dana pendamping sebesar sepuluh persen dari dana APBD Simalungun. DAK disalurkan dengan cara pemindahan dari rekening kas umum (Pemerintah Pusat c.q Departemen Keuangan) ke rekening kas umun daerah (kabupaten/kota). Mekanisme dan tata cara mengenai penyaluran DAK bidang pendidikan ini, diatur dalam peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan Departemen Keuangan. Penyaluran dana diberikan secara penuh/utuh tanpa potongan pajak, baik dari kas umum negara ke kas umum daerah. Kewajiban pajak atas penggunaan DAK diselesaikan oleh sekolah penerima DAK sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
Meski telah diatur sedemikian rupa , macetnya program ini mengudang ragam pendapat dari berbagai kalangan. Kritik dan sorotan tajam itu muncul dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan anggota DPRD Kabupaten Simalungun. Mereka menilai, pemerintah Kabupaten Simalungun tidak punya niat baik agar program penyaluran dana ini bisa lancar.
Pemerintah Tidak Profesional
Terkendalanya penyelesaian DAK tahap pertama 2007 yang seharusnya kelar 31 Desember 2007 lalu, disoroti oleh Mondan Purba, salah seorang anggota DPRD Simalungun dari Komisi IV. Dia sangat menyayangkan kondisi yang terjadi saat ini. Terjadinya masalah ini, menurut dia, lebih disebabkan ketidak profesionalan pelaksana pengelola kegiatan, baik di tingkat pengawasan maupun di jajaran penanggungjawab pimpinan kegiatan serta di tingkat sekolah dan komite sebagai pelaksana kegiatan.
”Efek dari tidak rampungnya pengerjaan rehabiltasi gedung sekolah dan ruang kelas ini, bisa kita pastikan kegiatan belajar-mengajar hampir di tiap sekolah penerima DAK akan terkendala. Ini sungguh memprihatinkan. Gedung sekolah dan ruang kelas seyogyanya dapat digunakan diawal tahun ini sebagai tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar. Kenyataannya, hingga bulan Juni 2008 ini belum juga dapat digunakan,“ kata Mondan Purba kepada localnews, Rabu pekan lalu di Simalungun
Mondan menambahkan, Komisi IV DPRD Simalungun sebelumnya telah menerima keluhan dari masyarakat, komite sekolah dan kepala sekolah dari SD penerima DAK. Mereka melaporkan kendala penyelesaian rehabilitasi gedung sekolah dan ruang kelas yang tidak dapat dicapai sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Alasannya, dana tahap kedua untuk program ini belum juga dicairkan pemerintah Kabupaten Simalungun.
"Berdasarkan laporan kepala sekolah bersama komite sekolah, komisi empat telah meminta penjelasan dari pihak penyelenggara DAK, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Simalungun. Dari penjelasan dinas terkait, kemacetan ini terjadi karena pihak pelaksana kegiatan, dalam hal ini kepala sekolah dan komite sekolah belum juga melaporkan pertanggungjawaban pengalokasian dana tahap pertama sebesar tigapuluh persen dari total dana dua ratus lima puluh juta rupiah yang akan dikucurkan nantinya. Kita juga menyayangkan sikap para kepala sekolah yang belum menyerahkan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana tahap pertama itu," ungkapnya.
Jika demikian kondisinya, sampung pria ini, dalam penyelenggaraan DAK 2007 telah ada petunjuk teknik (Juknis) yang secara jelas menegaskan, perintah kabupaten/kota penerima DAK harus bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan dan pengunaan dana DAK. "Untuk mengantisipasi permasaalahan yang lebih kompleks, komisi empat DPRD Simalungun telah memintah pemerintah Simalungun untuk segera merealisasikan pencairan tahap kedua dana DAK 2007, namun hingga kini belum juga mendapat respon. Kita tunggulah," kata Mondan.
Kesalahan Kepada Kepala Sekolah Semata
Sementara itu, menurut Ilham, salah seorang anggota DPRD Simalungun, konsultan DAK bidang pendidikan tahun 2007, juga harus bertanggungjawab dalam persoalan ini. Artinya, sebagai konsultan, mereka harus membantu kepala sekolah dan komite sekolah membuat laporan pertanggungjawaban pengalokasian DAK tahap pertama tersebut.
"Konsultan tidak boleh buang badan dan harus turut bertanggung jawab membantu para kepala sekolah dan komite dalam membuat laporan pertangung jawaban penggalokasian dana tiga puluh persen tersebut," kata Ilham yang didampingi tiga anggota DPRD Simalungun lainnya, Mondan Purba, Luther Tarigan serta Antoni Tondang.
Dikjar semestinya memantau dan mengawasi pelaksanaan DAK tersebut. Kalau fungsi pengawasan ini berjalan dengan baik, tentu terkendalanya penyelesaian DAK 2007 akan mudah diatasi. Komite sekolah juga harus melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Komite ini bertindak sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan pelaksanaan kebijakan pendidikan, pendukung baik yang bersifat finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan, serta pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Mereka sekaligus sebagai mediator atara pemerintah dengan masyarakat. "Kalau hal seperti ini berjalan, saya yakin akan mampu meminimalisasi kendala dalam pencapaian target pelaksanaan DAK 2007," sebutnya.
Lemah Sosialisasi
Lemahnya sosialisasi membuat kepala sekolah mengmbil kebijakan yang tanpa disadari justru semakin keluar dari aturan yang semestinya. Tujuannya demi mengejar target penyelesaian DAK tahap pertama yang semestinya berakhir 31 Desember 2007 lalu. Harus diakui, ada kepala sekolah mengambil jalan pintas dengan mendahulukan dana rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas seperti yang terjadi pada beberapa sekolah penerima DAK. Sinyalemen ini diungkapkan Antoni Tondang, juga anggota DPRD Simalungun
"Awalnya, kepala sekolah yang mendahulukan dana itu berharap dananya segera diganti dengan terealisasinya sisa dana DAK 2007 sesuai dengan anggarannya. Dampaknya cukup bagus, meski tidak sesuai dengan Juknis. Ada beberapa sekolah yang telah merampungkan pengerjaan rehabilitasi gedung dan ruang sekolah sesuai target. Meski pengerjaan rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas tersebut telah selesai, nyatanya realisasi dana yang dinantikan tak kunjung tiba. Akibatnya, kepala sekolah tersebut kena getahnya dikejar-kejar hutang. Inilah salah satu bentuk lemahnya sosialisai DAK 2007 kepada kepala sekolah dan komite," jelasnya.
Interpensi Pihak Ketiga
Lain halnya dengan tanggapan Luther Tarigan, anggota DPRD Simalungun dari Komisi II. Menurut dia, gagalnya pencapaian target DAK 2007 bidang pendidikan di 103 sekolah dasar per 31 Desember 2007, juga akibat dampak dari interpensi pihak ketiga yang berupaya memamfaatkan situasi dan kondisi untuk meraih ke untungan pribadi, tanpa memperhatikan dampak campur tanganya terhadap pertanggungjawaban kepala sekolah dan komite sekolah dalam pemakaian dana yang telah digunakan.
“Penyelesaian laporan pertanggungjawaban semestinya dilakukan kepala sekolah dan komite sekolah sebagai pelaksana kegiatan rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas. Namun karena peran komite sekolah tidak dioptimalkan, ini menjadi salah satu kendala mengapa laporan penggunaan dana tahap awal sebesar tujuh puluh lima juta rupiah itu tak kunjung rampung diselesaikan kepala sekolah. Ada beberapa kepala sekolah penerima DAK terkesan tidak mau tahu akibat interpensi pihak ketiga yang terlampau turut campur dalam pelaksanaan program ini. Padahal, kepala sekolah dan komite sekolah merupakan pengambil keputusan di sekolahnya. Inilah salah satu alasan mengapa kepala sekolah tidak dapat menyelesaikan laporanya," kata Luther (ded)

Berpeluang Undang Praktik Korupsi
Menyimak petunjuk teknis penyaluran dana DAK 2007, DAK disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening kas umum negara (Pemerintah Pusat c.q Departemen Keuangan) ke rekening kas umum daerah (Kabupaten / Kota). Mekanisme dan tata cara mengenai penyaluran DAK bidang pendidikan ini diatur dalam Peraturan Direktur Jendral Pembendaharaan Departemen Keuangan.
Dalam petunjuk teknis juga disebutkan, penyaluran dana diberikan secara penuh/utuh tanpa potongan pajak, baik dari kas umum negara ke kas umum daerah maupun dari kas umum daerah ke rekening kepala sekolah. Di jelaskan juga, hal kewajiban pajak atas penggunaan DAK diselesaikan oleh sekolah penerima DAK sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
“Untuk hal tersebut, pemerintah daerah sebagai penanggungjawab kas daerah, harus transparan menjelaskanya agar tidak terjadi interprestasi yang negatif terhadap pemerintah, “ komentar Alwi, salah seorang relarawan Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Simalungun saat di temui localnews di kantornya, Rabu pekan lalu.
Menurutnya, pemerintah tak perlu gerah menerima kritikan dari masyarakat, apalagi menyangkut penyelenggaraan DAK 2007 bidang pendidikan ini. Kalau kinerja pemerintah bagus, tak mungkin terjadi kendala sehingga penyelesaian DAK tidak dapat dirampungkan sesuai jadwal. Dampaknya, masyarakat umum yang merasakanya, terutama bagi penyelenggaraan pendidikan di 103 SD penerima DAK
Tidak hanya bidang penyaluran DAK yang mesti dijelaskan pemerintah kepada masyarakatnya yang menanyakan mengapa kas daerah tidak menyalurkan secara penuh DAK ke rekening kepala sekolah sesuai dengan petunjuk teknis DAK 2007, tetapi juga menyangkut pertangung jawaban pelaksanaan di lapangan. Hampir sembilan puluh persen dari 103 SD penerima DAK belum dapat menyelesaikan rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas dan cedrung menggunakan material bangunan yang tidak sesuai dengan bestek
Hasil invstigasi LIRA, ungkapnya, hampir sembilan puluh persen sekolah penerima DAK 2007 mengalami kendala penyelesaian rehabilitasi sesuai target . Bahkan hingga Juni 2008, masih ada item-item kegiatan yang belum juga rampung pegerjaanya. Contohnya pengerjaan atap gedung sekolah, kap kuda-kuda, lisplang, galang asbes, plapon/asbes, daun pintu/jendela, kunci-kunci, lantai lokal/slasar (teras), pengecatan dinding tembok dan cat kilat, intalasi listrik, meubiler dan alat-alat peraga/buku.
"Tidak terpenuhinya target penyelesaian ini, seharusya inspektorat dan pengawas fungsional intern pemerintah daerah segera melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan DAK. Apalagi hingga Juni 2008, realisasi DAK 2007 di 103 sekolah di jajaran Dinas Pendidikan dan Pengajaran Simalungun belum juga rampung. Tujuannya, agar masyarakat tahu apakah dalam pelaksanaan DAK 2007 ada pelanggaran hukum atau tidak," tegas Alwi (ded)
Jamin DAK 2007 Segera Direalisasikan
Riswanto Simarmata, Kabag Humas Pemkab Simalungun yang ditemui localnews, Kamis pekan lalu di kantornya menjelaskan, hingga kini Pemkab Simalungun belum merealisasikan penyaluran DAK 2007 tahap kedua. Tidak terealisasinya penyaluran dana bidang pendidikan itu, dipicu ketidak mampuan para kepala sekolah dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana tahap pertama.
"Semestinya kepala sekolah yang menerima DAK 2007 telah menyampaikan laporan pelaksanaan dan penggunaan DAK kepada bupati dalam hal ini kepada kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Simalungun,” jelasnya.
Selanjutnya bupati menyampaikan laporan per-triwulan kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Direktur Jendral Managemen Pendidikan Dasar dan Menengah. "Yang perlu digaris bawahi, dalam Juknis DAK 2007, secara jelas telah diatur bahwa penyaluran DAK dapat ditunda apabila daerah tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud. Hingga kini, laporan penggunaan dana tiga puluh persen yang semestinya telah diterima bupati dari pelaksana DAK belum juga disampaikan," paparnya.
Meski demikian, sambungnya, pemerintah Kabupaten Simalungun tetap komit agar realisasi DAK 2007 dimasukan dalam P-APBD 2008 agar nantinya dapat direlisasikan di tahun 2008 ini. Namun untuk mendukung realisasi DAK 2007 tersebut, diharapkan kepada seluruh kepala sekolah untuk segera melengkapi dan menyampaikan laporan penggunaan DAK sebelumnya sehingga tidak menimbulkan celah penyimpangan dari mekanisme pelaporan sesuai dengan Juknis DAK. (ded)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery