Laporan Auditor
Terjeratnya mantan petinggi PDAM Tirtauli Pematangsiantar dalam kasus dugaan korupsi, menjadi salah satu bukti bobroknya pengelolaan manajemen di perusahaan milik Pemko Siantar ini. Bukan rahasia umum lagi. Perusahaan yang berbisnis di sektor pengadaan air minum ini selalu merugi setiap tahunnya. Kerugiannya pun cukup spektakuler. Angkanya mencapai puluhan miliar rupiah. Kondisi ini menyebabkan pelayanan kepada konsumen sangat buruk. Bagaimana sebetulnya pola pengelolaan menejemen di perusahaan ini?
PDAM Tirtauli sendiri berdiri pada 1976 lalu berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No 9 tahun 1976 tertanggal 8 Maret 1976. Perda itu selanjutnya disahkan oleh Gubernur Sumatera Utara dengan No 892/I/GSU tertanggal 19 April dan diundangkan dalam lembaran daerah Kota Pematangsiantar nomor seri B No 13 tertanggal 8 Maret 1976 silam. Sampai tahun 2007, perusahaan ini memiliki pelanggan sebanyak 49.984 pelanggan.
Dari penelusuran hasil catatan Laporan Keuangan PDAM Tirtauli oleh auditor Independen dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Utara untuk tahun buku berakhir tanggal 31 Desember 2006 dan 2005 menyatakan, sampai saat ini laporan keuangan PDAM Tirta Uli tetap mengalami kerugian yang berulangkali sehingga kerugian kumulatif sampai 31 Desember 2006 mencapai Rp21,67 miliar. Akibatnya, saldo ekuitas negatif mencapai angka Rp15, 6 miliar.
Dalam laporan perolehan pendapatan usaha disebutkan, PDAM ini melalui penjualan air pada tahun 2005 mampu mencapai angka Rp18, 96 miliar sedangkan pendapatan dari penjualan non air sebesar Rp1, 21 miliar. Artinya pendapatan total PDAM Tirtauli mencapai Rp20, 2 miliar. Untuk tahun 2006 hasil penjualan air mencapai Rp20, 72 miliar dan non air sebesar Rp1, 28 miliar dengan total pendapatan sebesar Rp21,999 miliar.
Uniknya, pengeluaran beban usaha perusahaan paling besar ditemukan pada beban umum dan adminitrasi. Untuk tahun 2005 mencapai sebesar Rp16, 67 miliar sedangkan tahun 2006 angka itu meningkat menjadi Rp17, 6 miliar. Angka ini jauh melampauai beban pengeluaran untuk transmisi distribusi air pada tahun 2005 yang hanya sebesar Rp5, 62 miliar dan tahun 2006 sebesar Rp5, 3 miliar. Untuk beban pengeluaran beban sumber air pada tahun 2005, PDAM Tirtauli mencatat angka sebesar Rp1, 67 miliar dan Rp1,80 miliar untuk tahun 2006.
Jika membandingkan beberapa pos pengeluaran, menurut garis besar laporan perhitungan laba dan rugi, ditemukan pengeluaran yang sangat fantastis pada biaya beban umum dan administrasi. Laporan ini patut diaudit oleh anggota DPRD, khususnya Komisi III selaku pengawas keuangan serta Komisi IV pengawasan pembangunan.
Anehnya, walau perusahaan ini mengalami kerugian yang sangat besar, pengeluaran lain yang patut diteliti adalah biaya pembangunan anjungan rumah adat sebesar Rp100.948.333 dan pembangunan loket sebesar Rp345.812.334. Satu hal yang perlu dicermati, jika dibandingkan dengan kondisi fisik bangunan dengan besarnya biaya pembangunan anjungan rumah adat adat tersebut, angka sebesar itu kurang meyakinkan. Secara kasat mata bangunan yang terdapat dibagian depan Kantor PDAM Tirtauli hanya membuat cat ornamen Simalungun dan teras tempat biasa mobil dinas Direktur Utama, Sahala Situmeang diparkirkan. Selebihnya adalah bangunan baru berupa taman air pancuran mini di bagian luar depan kantor tersebut.
Sayangnya, Direktur Utama PDAM Tirtauli, Sahala Situmeang yang dihubungi Lokalnews pekan lalu, tidak bersedia memberikan keterangan apa-apa. "Saya capek! Kalau bicara soal perkambangan PAM Tirtauli, nanti-nanti saja kita bicarakan. saya ingin istirahat!" ucapnya dengan ketus.(ren/hut)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar