Ritual Kerajaan Dolok Silou
Nilai Luhur yang Nyaris Terlupakan
Marga Purba Tambak, istilah yang digunakan untuk menyatakan keturunan dari satu golongan dari Kerajaan Silau. Purba dalam bahasa Simalungun diartikan sebagai timur serta Tambak artinya kolam untuk mengambil ikan dengan menggunakan bubu. Selain menangkap ikan, menanam bawang merupakan bagian dari pekerjaan Purba Tambak.
Berdasarkan catatan sejarah, turunan Purba Tambak berasal dari Pagaruyung yang mengembara dan berpindah-pindah ke Natal, Singkil hingga kebahagian Timur dan akhirnya berhenti di suatu tambak. Lokasi tmabka kemudian dijadikan perkampungan sehingga resmilah dikenal sebagai Purba Tambak. Belakangan, gelarnya kemudian bertambah karena kemampuanya menguasai tanaman bawang yang ditanam di sekitar tambak. Lengkaplah gelarnya menjadi Purba Tambak Bawang.
Tambak Bawang dan Ultob
Keturunan Purba Tambak pertama bernama Jigou. Gelar sebagai Penghulu Tambak Bawang makin populer karena kemahirannya mempengaruhi dagangan bawang di sebuah kampung yang termasuk daerah Kerajaan (Dolog) Silau. Keturunan kedua bernama bernama Tuan Sinderlela, menngembara ke daerah Serbajadi, Kesultanan Serdang. Kegemarannya berburu dengan mengunakan ultob atau sumpitan membuat dia dikenal sebagai Tuan Pangultob-ultob. Belakangan hari, bubu dan ultop menjadi simbol Kerajaan Dolok Silau.
Tak hanya gelar Pangulto-ultob, gelar Pangulu Tambak Bawang juga turut melekat pada Tuan Sindarlela hingga dirinya dinobatkan menjadi Raja Silau yang berkedudukan di Silau Bolak, sekaligus memulai sejarah adanya Kerajaan Dolok Silau. Hal ini berdasarkan catatan sejarah yang dimulai dari Raja Lurni. Namun sayang, catatan riwayat hidup Tuan Lurni, hingga kini belum didapati, namun penerus kedudukannya sebagai Raja Dolok dilanjutkkan oleh Tuan Tanjarmahei Purba Tambak bergelar Raja Dolok Silau yang ke XI dan selanjutnya kepemimpinan Raja Dolok XII dilanjutkan oleh putranya bergelar Tuan Ragaim Purba Tambak dan Raja Dolok Silau yang ke XIII bergelar Tuan Bandar Alam Purba Tambak, hingga terjadinya revolusi sosial di Sumatera Timur.
Menjawab Panggilan Leluhur
Ironis rasanya bila anak tidak mampu memberikan hal yang terbaik guna meneruskan benang merah keberadaan leluhurnya, apalagi jika menyangkut kepentingan masyarakat, khususnya kebesaran keluarga besar Marga Purba Tambak. Sejarah telah membuktikan, raja Kerajaan Dolok Silou merupakan salah satu dari sekian banyak raja-raja yang ada dibumi pertiwi yang anti dengan penjajah.
"Ompung Raja Dolok Silou ke XI cukup dikenal keberanianya dalam menentang penjajah. Berbagai bukti pertempuran dapat dilihat dan ketegasanya dalam menolak untuk berkompromi dengan Kolonial Belanda jelas masih dapat dibuktikan,” ungkap Tanjar Gaim Purba Tambak, putra Raja Dolok Silou ke XIII.
Sebagai penghormatan terhadap leluhurnya, pelaksanaan ritual pengantian peti hubur para raja Kerajaan Dolok Silou merupakan perwujudan dari kepedulian para keturunan dan keluarga raja untuk meneruskan tradisi budaya kerajaan Dolok Silou yang masih tersisa. "Apa yang telah dirintis orangtua kami sebelumnya sebagai Raja ke XIII dari Kerajaan Dolok Silou harus tetap kami lakukan. Upaya untuk mempersatukan peninggalan sejarah Kerajaan Dolok Silou merupakan karya yang tiada dapat dinilai keagunganya," katanya.
"Keturunan Kerajaan Dolok Silou masih ada, demikin juga keluarga besar kerajaan serta keturunan pemangku-pemanku adat Purba Tambak masih mampu meneruskan tradisi budaya yang telah turun-temurun dilaksanakan. Tidak ada alasan bagi kami keturunan dan keluarga besar Purba Tambak untuk tidak melanjutkan apa yang telah diwariskan oleh leluhur kami. Dengan bimbingan para pemangku adat, tahap demi tahap ritual yang menyangkut pelaksanaan pergantian peti hubur para leluhur kerajaan Dolok Silou dapat berjalan dengan baik," kata Tanjar.
"Tidak ada maksud untuk mencari popularitas dalam acara ritual ini, tetapi acara ini sudah merupakan keharusan dan merupakan panggilan bagi setiap keturunan langsung dan keluarga besar Raja Purba Tambak dari Kerajaan Dolok Silou untuk tetap mempertahankan tradisi yang telah diwariskan secara turun–temurun. Masyarakat umum juga sudah selayaknya turut membantu terpeliharanya kelangsungan tradisi yang merupakan cagar budaya yang ada di Tanoh Simalungun sehingga mampu menjadi tuah bagi masyarakat. Dengan demikian, tepatlah ucapan para orang bijak, bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa para pahlawanya," paparnya.
Pentingnya Kajian Khusus
Bukti kebesaran Kerajaan Dolok Silau nyaris punah meski generasi dinasti Raja Dolok Silau ke XIII hingga kini masih sehat walafiat. Namun sayang, situs peninggalan kerajaan nyaris hilang ditelan ketidak pedulian pemerintah akan pentingnya memelihara aset budaya yang terpendam seiring perkembangan jaman.
“Tugas anak bangsa ini khususnya bagi generasi dinasti Kerajaan Dolok Silau yang masih ada, kami harus mampu mempertahankan tradisi kerajaan. Ini merupakan aset yang tak ternilai bagi kebesaran bangsa dan negara Indonesia,“ kata Ir.Rohman Purba Tambak, Ketua Panitaia pesta Peresmian Balai Hubur Raja yanag berlangsung 19 sampai dengan 20 Agustus 2008 lalu di Dusun Barubei, Desa Saran Padang, Kecamatan Dolog Silou Kabupaten Simalungun.
Lebih lanjut Rohman menambahkan, bukti kebesaran Kerajaan Dolog Silou jelas terlihat hingga ke daerah Serdang Bedagai, dan Singkil. Sayangnya, tak satu pun situs peninggalan keberadaan istana yang kini tersisa. Yang tinggal hanya sebahagian kecil yang berhasil diselamatkan oleh sanak-keluarga kerajaan Dolok Silou yang hingga kini masih hidup.
"Namun dengan kebesaran Tuhan, kini masyarakat di Indonesia umumnya dan masyarakat Simalungun khususnya, masih dapat menyaksikan bagian dari jasad para raja-raja Dolok Silau yang hingga kini masih rapi tersimpan di Balai Hubur Raja-raja Dolok Silou. Ini belum cukup. Diperlukan kajian khusus untuk kembali menggali potensi budaya yang masih banyak terbenam di bumi Simalungun ini, khususnya hal yang menyangkut bukti-bukti kebesaran Kerajaan Dolok Silau yang ada di Kecamatan Dolok Silou. Tentunya agar nantinya dapat dikelola dengan baik hingga mampu memberikan sumber pendapatan asli daerah, yang secara otamatis memberikan peluang bagi masyarakat sekitarnya untuk meningkatkan derajat kesejahteraan hidupnya," imbuh Rohman.
Penuh Nuansa Mistis
Gondrang yang ditabuh dan tarian huda-huda serta tarian topeng mengiring langkah para kerabat kerajaan memasuki areal Balai Hubur hingga ke pintu masuk. Walau terasa ramai, namun tak mampu menutup aura mistis yang berada di sekitar Balai Hubur. Bangunan balai berdiri tegak di atas lahan yang luasnya berkisar 20 kali 20 meter tersebut, terlihat anggun meski tidak dihiasi ragam ornamen yang mencolok.
Bangunan Balai Hubur terletak di lokasi yang terbuka tetapi keberadaanya menimbulkan beragam cerita rakyat akan peristiwa unik yang menjadi buah bibir penduduk setempat. “ Sesekali kami melihat ular yang sepintas melintas di areal Balai Hubur ini. Wujudnya agak aneh karena yang kelihatan hanya sebahagian saja. Panjangnya lebih kurang satu meter dari bagian ekor sampai kepala. Besarnya hampir sebesar paha manusia dewasa namun sebahagian lagi yang mengarah kepala tidak kelihatan. Peristiwa tersebut kerap terjadi,“ ungkap Hotdi Saragih, salah seorang pekerja yang turut membersihkan dan membangun Balai Hubur.
Kentalnya aroma magis di lingkungan Balai Hubur Raja Dolok Silou makin terasa saat keluarga besar Purba Tambak berebut untuk memperoleh bagian yang tersisa dari bekas peti hubur para raja yang diganti. Suasana itu menimbulkan suasana tersendiri akibat saling berebut sisa–sisa yang tertinggal di peti hubur yang lama. “Bagian yang tertinggal di peti hubur yang diambil oleh warga merupakan perlambang kebangaan dan kebesaran bagi warga, khususnya bagi sanak-keluarga Diraja Purba Tambak,“kata Marlianto Purba Tambak.
Lebih lanjut Marlianto yang juga masih terhitung keluarga besar Raja Dolok Silou menambahkan, sisa peninggalan leluhur tersebut juga dipercayai akan mampu memberikan faedah dan menghindarkan pemiliknya dari berbagai bahaya, terutama bahaya yang berasal dari ilmu mistik.
Tatanan Kerohaniaan
Ritual pergantian peti hubur Raja Dolok Silou sarat dengan tahapan yang patut menjadikan pelaku ritualya makin dekat dan sadar akan kekuasaan Tuhan. Sebelum acara dimulai, terlebih dahulu Raja parhata mengarahkan agar tuan rumah yang terdiri dari Anak Boru Jabu melakukan ritual pengurasan atau pensucian lingkungan yang dijadikan lokasi ritual. Persiapan Tak hanya itu, pemberian demban (daun sirih) juga dikukan kepada tiap kelompok kerja yang telah diberikan amanah.
Sarana pensucian tediri dari gabungan air putih yang ditaruh dalam cawan mangkuk kaca dan bawang batak serta jeruk purut, dilengkapi dengan pembakaran kemenyan. Ini menjadi syarat utama pensucian. Setiap orang yang turut dalam acara hingga barang atau peralatan yang akan digunakan dalam acara pensucian tersebut serta hewan atau ternak yang akan dijadikan hidangan, tak luput dari ritual ini. Semuanya harus disucikan terlebih dahulu lengkap dengan iringan doa
Bagi Suhut Jabu yang betugas menyediakan hidangan, diharuskan memperlakukan bahan yang akan dijadikan hidangan dengan perlakuan khusus. Tidak terkecuali apakah bahan dasar hidangan berasal dari hewan atau beras. Demikian juga dengan minuman yang akan dihidangkan. Semunya mesti dilakukan dengan tata-cara yang khas sesuai dengan tradisi adat. Ritual pemindahan dan pergantian peti hubur pun tidak terlepas dari ritual Parsantabian atau mohon ijin terlebih dahulu kepada leluhur sebelum memulai rangakaian acara demi acara hingga selesai. Tak lupa iringan doa senantiasa dipanjatkan dengan harapan agar acara dapat berjalan dengan aman, lancar dan berterima bagi leluhur. Tentunya agar mendatangkan berkah bagi pelaku acara ritua(ded)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar