Apa, Bagaimana & Siapa HKBP

Pdt Daniel Taruli Asi Harahap


Apa, Bagaimana & Siapa HKBP
Sinode-sinode distrik HKBP yang dilakukan secara simultan di seluruh Indonesia minggu kedua Juli telah berakhir. Satu hal yang pantas disyukuri dan dibanggakan: semua sinode distrik berjalan lancar dan aman. Bahasa konkret, tidak ada kerusuhan. Ini merupakan suatu bukti warga dan pelayan HKBP semakin dewasa dan sadar betapa penting dan berharganya HKBP sebagai gereja Tuhan. Dan itu juga sebuah modal yang sangat besar untuk juga membuat Sinode Godang 1-7 September 2008 mendatang berjalan lancar dan aman. Satu lagi, fair atau adil, penuh semangat mempersembahkan yang terbaik sekaligus penguasaan diri menjaga kekhidmadan dan kesantunan. Terutama menundukkan diri kepada bimbingan Tuhan dan konstitusi.
Namun jujur, bagi saya pribadi, sinode-sinode Distrik kemarin juga sekali lagi menunjukkan bahwa HKBP, sama seperti banyak organisasi lain di Indonesia, tetap terperangkap dalam bayangan figur siapa-siapa yang bakal memimpin HKBP empat tahun mendatang. Para sinodesten, rupanya sama saja dengan para peserta kongkres atau muktamar, lebih suka mempersoalkan siapa yang bakal jadi Ephorus, Sekjen, Kepala Departemen dan Praeses, ketimbang mempermasalahkan apa yang harus dilakukan oleh para pimpinan HKBP itu selama empat tahun masa jabatannya. Ini membuat saya sangat gelisah dan kuatir bahwa HKBP bukan saja tidak akan maju, namun hanya akan mengulang lagi siklus permasalahannya.
Dua puluh tahun lalu saat saya masih sangat muda, sepuluh tahun sebelum reformasi Mei 1998, saya mendengar Letjen TB Simatupang berbicara tentang suksesi kepemimpinan nasional Indonesia. Menurut Pak Sim, demikian panggilan mantan Kastaf Angkatan Perang yang kemudian aktif di PGI ini, ada 3 (tiga) pertanyaan yang harus kita ajukan sehubungan dengan suksesi atau pergantian kepemimpinan.Urutan pertanyaan itu benar-benar tidak boleh dibalik. Yaitu:
1.Apa yang harus dilakukan pemimpin baru.
2.Bagaimana pemimpin baru itu melakukannya.
3.Siapa yang kita anggap paling pantas menjadi pemimpin baru itu.
Menurut saya kita harus meminjam pertanyaan Pak Sim itu untuk HKBP. Apa yang harus dilakukan HKBP (baca: Ephorus, Sekjen, Kepala Departemen, dan Praeses, MPS/ MPSD) empat tahun mendatang? Inilah pertanyaan yang seyogianya harus digumuli dalam sinode-sinode distrik kemarin, namun boleh dikatakan tidak terjadi. Masa depan HKBP adalah tanggungjawab seluruh warga HKBP dan tidak boleh dibiarkan hanya ditentukan oleh pemimpin HKBP yang terpilih dalam sinode. Apalagi jika masa depan itu hanya ada (atau malah jangan-jangan tidak ada) di benak para pemimpin itu dan tidak pernah diungkapkan secara tertulis dan tersebar luas.
Walaupun tidak disetujui oleh kawan saya Pdt Victor Tinambunan yang studi S3 di Singapura, saya tetap bersikukuh pada pendapat bahwa saya lebih mempercayai sistem daripada individu. Betapa pun baiknya seorang pemimpin dia tidak akan mampu melakukan perubahan yang signifikan dalam organisasi yang dipimpinnya jika sistem organisasi sangat buruk dan dia tak mampu memperbaiki sistem itu.
Seluruh warga dan pelayan HKBP, termasuk para calon pemimpin HKBP empat tahun mendatang, seyogianya harus menggumuli pertanyaan pertama: apa yang harus dilakukan HKBP empat tahun mendatang. Namun sinode distrik telah lewat dan kita tidak menggunakan kesempatan yang sangat berharga itu. Sungguh disayangkan sebenarnya. Namun kita tidak harus menyesal selama-lamanya. Betapa pun sempitnya waktu dan kesempatan yang tersisa sebelum masuk ke Sinode Godang mendatang, saya mengajak kita semua, termasuk anggota jemaat biasa, mau secara serius bergumul dengan pertanyaan itu secara berurut. Ya, apa sajakah yang harus dilakukan HKBP 2008-2012? Suka tak suka, siapapun dia kelak, apakah yang harus dilakukan ephorus, sekjen, kadep, para praeses dan MPS/ MPSD jika terpilih? Agar tetap diingat jawaban harus dituliskan! Tuhan masih memberikan kita waktu satu setengah bulan untuk memikirkan pertanyaan itu. Dan saya ingin memberikan beberapa usulan konkret.
Pertama: agar anggota-anggota jemaat mendesak parhalado untuk mengadakan Penelaahan Alkitab (PA), studi/diskusi dan seminar di jemaat masing-masing dengan tema “Menggagas HKBP masa depan”. Hasil pergumulan PA, studi/ diskusi dan seminar itulah yang harus menjadi bahan dan bekal para pendeta resort dan utusan masing-masing resort ke Sinode mendatang. Ingat, kehadiran pendeta resort dan sintua utusan resort Sinode Godang bukanlah atas nama pribadi, dan karena itu juga tidak boleh demi kepentingan pribadinya, tetapi semata-mata demi kepentingan seluruh warga HKBP. Pengalaman selama ini para utusan berangkat ke Sinode Godang tanpa bekal dari jemaat/ resort dan kembali juga tanpa laporan!
Kedua: berhubungan dengan hal di atas, agar jemaat-jemaat meminta para pendeta resort dan utusan ke Sinode Godang (catatan: sebab itu jemaat harus tahu siapa utusan ke SG!) menjelaskan pemahaman dan sikap pribadinya tentang masa depan HKBP, sasaran-sasaran dan upaya-upanyanya di Sinode mendatang. Tidak bisa dipungkiri banyak pendeta resort, sengaja atau tak sengaja, seringkali lupa mengkaitkan Sinode Godang dengan kepentingan anggota jemaat dan seluruh HKBP. Sinode Godang hanya dilihat berkaitan dengan “karir” kependetaannya, itu pun dalam lingkup yang sangat sempit dan pendek. Sementara itu banyak sintua utusan ke Sinode Godang hanya melihat Sinode Godang berkaitan dengan relasi pribadinya dengan pendeta resort dan atau pribadi calon pemimpin HKBP mendatang, atau datang hanya sekadar untuk melihat-lihat dan ikut-ikutan meramaikan suasana. Hal ini tidak bisa lagi kita biarkan. Biaya (tidak hanya secara material) Sinode Godang itu sangat luar biasa mahal. Sinode Godang tidak boleh dijadikan alat kepentingan pribadi dan kelompok.
Lebih dari para pendeta (yang secara ekonomis hidup dari HKBP), para sintua utusan ke Sinode Godang, sebenarnya bisa berpikir lebih jernih dan bening, karena secara finansial mereka tidak bergantung kepada HKBP. Mereka bisa lebih independen dan otonom mengambil keputusan. Sebab itu jika kita ingin Sinode Godang HKBP mendatang tidak terjebak dalam sikap “membeli kacang dalam karung”. Para sintua utusan Sinode Godang ini harus didekati dan diajak berpikir jernih tentang masa depan HKBP karena itu kepada apa tugas yang harus dilakukan HKBP ke depan ini. Agar tidak menyesal lagi, segeralah catat nomor telepon utusan Sinode Godang dan hubungilah. Namun kembali lagi saya mengingatkan: jangan tanya “siapa” tetapi tanyalah “apa” yang harus dilakukan pemimpin mendatang itu.
Ketiga: ada dua even besar yang sedang menanti HKBP. Yaitu: Pemilihan Umum Presiden dan DPR tahun 2009 yang akan menentukan perjalanan seluruh bangsa dan negara Indonesia lima tahun berikutnya, dimana HKBP menjadi bagian integral di dalamnya. Satu lagi: Jubileum 150 tahun HKBP pada tahun 2011. Saya mengusulkan agar PA, diskusi/studi dan seminar di seluruh jemaat/ resort HKBP ditempatkan minimal dalam dua konteks tersebut. Dengan bahasa lain: apa yang harus dilakukan HKBP dalam konteks berbangsa dan bernegara Indonesia yang pluralistik, demokratis dan sarat dengan krisis ini dan di era globalisasi yang ditandai dengan krisis enerji, krisis pangan dan pemanasan global ini? (tiga istilah terakhir perlu disederhanakan dan dibahasakan ulang agar dapat dipahami dan dihayati oleh warga jemaat biasa sebagai bagian dari hidupnya).
Apa yang harus dilakukan oleh HKBP bagi jemaat, masyarakat, dan dunia, dalam usianya yang menjelang 150 tahun? Pertanyaan ini untuk saudara dan saya, dan kita semua. Jangan sekali-sekali menganggap itu hanya urusan pendeta apalagi orang-orang yang bakal terpilih di Sinode Godang mendatang. Jika saudara dan saya mendiamkan atau menepiskan pertanyaan itu, percayalah, tak sampai setahun lagi kita sudah menyesal dan menghadapi masalah yang sama lagi.
Visi Baru HKBP
Dari manakah kita harus memulai pembahasan kita tentang menggagas HKBP masa depan? Menurut saya ini adalah suatu pertanyaan penting dan menentukan. Kita bisa memulai pembahasan dari masalah-masalah yang ada dan lantas berusaha mencari solusinya. Keuntungannya, pembahasan kita mungkin terasa sangat konkret, relevan dan praktis serta berguna sekali. Kerugiannya, masalah HKBP itu sangat banyak, berkaitan satu sama lain, dengan akar-akar yang tersembunyi dan dalam serta berumur lama. Seluruh waktu dan enerji kita di seminar bisa terkuras hanya untuk membahas masalah demi masalah yang tak habis-habisnya. Selain itu alih-alih menuntaskan masalah kita bisa terperangkap atau hanyut dalam rimba masalah, hanya melelahkan diri dengan usaha-usaha tambal-sulam atau malah membuat masalah baru yang lebih parah.
Sebab itu saya mengajak kita semua agar menyatukan sikap berangkat dari satu titik yang sama, yaitu: visi baru HKBP. Pertanyaan yang harus kita ajukan, HKBP yang bagaimanakah yang kita impikan, dambakan atau cita-citakan di masa depan? Pertanyaan-pertanyaan lebih konkret, HKBP yang bagaimanakah yang ingin kita wujudkan di dunia yang sudah dan sedang berubah sangat radikal karena proses globalisasi ini? Apakah dan bagaimanakah HKBP dapat melayani kehidupan yang telah mengalami pencapaian-pencapaian luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi? Jika ditempatkan dalam konteks bernegara, apakah tugas panggilan HKBP di negeri yang telah dan sedang mengalami reformasi dan demokratisasi, beragama mayoritas Islam, mengalami krisis multidimensional, mengidap penyakit korupsi dan kekerasan ini?
Berdasarkan pergumulan atas pertanyaan-pertanyaan di atas dan permenungan akan kesaksian-kesaksian Alkitab khususnya tentang hakikat gereja, saya mengusulkan agar kita menetapkan suatu rumusan baru visi HKBP lebih jernih dan jelas. Saran saya, inilah visi baru HKBP: DEMI TERWUJUDNYA AMAI SEJAHTERA ALLAH DI SELURUH INDONESIA DAN DUNIA (2 Kor 13:13, Filipi 4:6, 1 Kor 1:3, Kol 1:2, Ef 1:2).
Melalui visi baru itu kita hendak mengungkapkan iman kita kepada Allah yang dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus yang telah, sedang dan akan mewujudkan damai sejahtera atau hahorason (syalom) di seluruh Indonesia dan dunia yang sedang berubah ini. Selanjutnya, melalui visi itu seluruh keberadaan kita HKBP hendak kita pahami dan hayati sebagai panggilan ikut serta mewujudkan damai sejahtera Allah yaitu: kasih, pengampunan, pembebasan, keselamatan, keadilan, damai, keutuhan ciptaan, kesejahteraan, pengudusan dan hidup kekal.
Visi itulah yang menjadi titik pandang dan tujuan. Visi itu jugalah yang menjadi kekuatan yang menggerakkan dan menarik HKBP ke masa depan. Bahkan visi itulah yang memotivasi dan menginspirasi segala prakarsa, aktifitas dan usaha kita sebagai HKBP, yaitu: agar damai sejahtera Allah terwujud di seluruh Indonesia dan dunia. Dengan kata lain, seluruh waktu, pikiran, daya, dana dan teologi kita akan kita kerahkan dan konsentrasikan untuk mendukung terwujudnya visi baru HKBP itu. Sebaliknya, dengan sadar, ikhlas dan berani kita menolak atau menyingkirkan segala hal yang bertentangan dengan visi terwujudnya damai sejahtera Allah di seluruh Indonesia dan dunia itu.
Misi Berdasarkan Visi
Misi adalah apa yang harus (ingkon) kita lakukan untuk mewujudkan visi. Jika visi merupakan tujuan maka misi adalah tindakan mengarah kepada tujuan. Sebab itu misi tidak boleh bertentangan dengan visi. Tindakan harus sejalan dengan tujuan. Itu juga berlaku bagi HKBP.
Masalah yang kerap terjadi dalam gereja kita selama ini, berhubung visi HKBP tidak jelas, maka misi kita pun semakin tidak jelas. Berhubung tujuan HKBP kabur, maka langkah HKBP pun selalu ragu-ragu, maju-mundur, atau tak tentu arah. Akibatnya HKBP (baik di tingkat lokal maupun sinodal) sering kali hanya berputar-putar seperti gasing, atau terbawa arus, atau larut dalam masalahnya. Kita tidak tahu kemana harus melangkah sebagai gereja, akibatnya kita juga tidak tahu persis harus melakukan apa sebagai gereja, atau kita ingin melakukan segala-galanya atau malah tak melakukan apa-apa. Contoh kecil: apakah hubungan aktifitas lomba busana yang akhir-akhir ini marak di banyak jemaat dengan tujuan kita sebagai gereja?
Namun baiklah kita sadar. Berbeda dengan organisasi-organisasi dunia (negara, partai, perusahaan, persekutuan adat dll) gereja termasuk HKBP tidak boleh menetapkan sendiri tujuan atau misinya. Ya gereja tidak pernah boleh merumuskan sendiri tujuan-nya sesuai dengan selera, kebutuhan atau keinginannya. Gereja termasuk HKBP adalah milik Tuhan Yesus Kristus. Sebab itu Dialah yang berhak menetapkan tujuan atau misi HKBP.
Permenungan dan penghayatan kita akan Alkitab mengatakan bahwa Tuhan telah menetapkan tujuan atau misi gereja segala abad dan tempat dengan istilah Tritugas panggilan gereja, yaitu: bersaksi, melayani dan bersekutu. Untuk ketiga tugas panggilan itulah kita ada dan hidup sebagai gereja. Sebab itu segala waktu, daya, pikiran, dana dan teologi kita haruslah kita kerahkan untuk melakukan ketiga tugas panggilan itu, dan bukan untuk hal-hal lain yang tidak disuruh oleh Tuhan, atau tak ada kaitannya dengan tujuan yang telah ditetapkan Tuhan bagi kita.
Saya menyarankan agar kita dalam Sinode mendatang merumuskan ulang misi HKBP dan menetapkannya di konstitusi kita, serta berupaya dengan segenap daya menjadikannya benar-benar dipahami, dihayati serta dilaksanakan oleh seluruh jemaat HKBP:
Pertama: bersaksi (marturia). Gereja HKBP dipanggil untuk bersaksi kepada seluruh Indonesia dan dunia ini. Yaitu bersaksi tentang: keadilan, kebenaran, damai, sejahtera, sukacita, pengampunan, penebusan, hidup kekal Allah dalam Yesus Kristus. (Kis 1:8, Luk 4:18-19, Luk 24:48, 1 Kor 9:15).
Kesaksian itulah tujuan pertama dan terutama HKBP. Kesaksian itu jugalah yang menentukan hakikat HKBP sebagai gereja Tuhan. Baiklah bersama-sama sadar bahwa: Tanpa kesaksian atau tanpa pekabaran Injil maka HKBP sama sekali tidak berguna hidup di dunia ini! Kita akan sama seperti garam yang tawar yang hanya pantas untuk dibuang ke jalan. Sebab itu pertanyaan yang harus kita ajukan: apa dan bagaimanakah kita menjadikan seluruh kehidupan (program dan anggaran, sikap dan perilaku, ibadah dan kerja) HKBP menjadi kesaksian kita akan damai sejahtera Allah yang telah kita terima? Apakah yang harus kita lakukan secara serius di sinode-sinode distrik dan sinode agung mendatang untuk menghidupkan dan membaharui lagi kehidupan HKBP sebagai saksi damai sejahtera Allah. Catatan: jangan bayangkan HKBP di sini hanya Kantor Pusat Pearaja, tetapi bayangkanlah tiga juta jemaat lokal HKBP!
Kedua: melayani (diakonia). Anak Manusia datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani (Markus 10:45). Tuhan kita Yesus Kristus memproklamasikan tugasNya menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, kecil dan lemah (Lukas 4:18-19). Dan Dia telah mencontohkan hidup berdiakoni sejati itu dengan kasih, penderitaan dan kematianNya di kayu salib.. Seluruh kehidupan gereja sebab itu adalah diakonia atau kehidupan yang terarah kepada orang lain, memberi dan berbagi serta berkurban. Gereja HKBP bukan perusahaan yang menjadikan keuntungan sebanyak-banyaknya sebagai tujuan. HKBP juga bukan partai politik yang berusaha, bahkan dengan segala cara, untuk menghimpun kekuasaan. HKBP didirikan oleh Tuhan semata-mata untuk melayani, memberi, berbagi dan berkorban.
Saya mengajak kita semua mengkritisi kecenderungan HKBP selama ini hidup bagi dirinya sendiri. Tuduhan yang acap ditujukan kepada HKBP, dan menurut saya ada benarnya, adalah bahwa kita sangat egoistis dan hanya sibuk dengan urusan ritus. Contohnya: membangun gedung gereja sebanyak-banyak dan semegah-megahnya namun cenderung tidak perduli atau setengah hati kepada pelayanan diakonia.
Dalam hal misi diakonia ini pun saya mengajak kita agar mengubah paradigma berpikir sentralistik. Sekali lagi: jangan bayangkan HKBP hanya Kantor Pusat Pearaja tetapi tiga juta jemaat yang tersebar di seantero Indonesaia dan dunia. Apakah yang harus kita lakukan di sinode-sinode distrik dan sinode agung mendatang agar jemaat HKBP menjadi simpul-simpul diakonia yang sangat kuat dan berpengaruh?
Ketiga: Bersekutu dan beribadah kepada Allah. Alkitab menyaksikan bahwa Tuhan Allah melalui RohNya memanggil gereja untuk bersekutu dengan Dia (2 Kor 13:13, Filipi 2:1-4, Yohanes 15:1-7)
Dalam ketaatan kepada tugas panggilan bersaksi (marturia) dan melayani (diakonia) di ataslah kita hendak memahami dan menghayati panggilan bersekutu atau beribadah (koinonia) kita. Tanpa kesaksian dan pelayanan maka persekutuan dan ibadah HKBP juga kehilangan makna dan sia-sia.
Prinsip Pelaksanaan Visi dan Misi
Dengan pemahaman visi dan misi di ataslah kita menetapkan sasaran-sasaran yang hendak dituju oleh HKBP. Namun sebagai gereja besar, yang memiliki tiga juta anggota, sebelumnya kita harus menetapkan sejumlah prinsip, kebijakan dan prosedur yang kita yakini dapat membantu kita melaksanakan visi dan misi serta mencapai sasaran itu. Prinsip itu harus menjadi acuan dan pegangan bersama kita dan sebaiknya dicantumkan dalam konstitusi kita.
Saya menawarkan tujuh hal menjadi prinsip:
Independensi: (Roma 12:1-2) HKBP adalah gereja yang hanya secara mutlak dependen kepada Tuhan Allah saja. Dengan kalimat lain: HKBP bukan sub-ordinat atau perpanjangan tangan lembaga-lembaga dunia baik politik, ekonomi, sosial atau budaya. HKBP harus senantiasa menjaga jarak dan bersikap kritis dan kreatif dalam hubungan-hubungannya dengan partai atau golongan politik, perusahaan, perkumpulan adat, dan juga pemerintah.
Akuntabilitas: (Roma 14:12, Yeh 18:20) Seluruh proses kehidupan berjemaat HKBP termasuk administrasi dan keuangan harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar (1Timoteus 6:10). Sebab itu penggunaan uang dan inventaris HKBP di seluruh jajaran harus dilakukan dengan kehati-hatian serta penuh tanggungjawab.
Transparasi: (Efesus 5:9-11). Seluruh proses kehidupan berjemaat HKBP dilakukan secara transparan dan terbuka kepada jemaat. Baik jemaat, resor, distrik dan Kantor Pusat HKBP secara teratur dan rinci menyampaikan laporan tertulis penerimaan dan laporan pengeluaran serta posisi keuangan setiap minggu pada lembaran warta jemaat.
Partisipasi: (1 Kor 12:14). Seluruh proses kehidupan berjemaat HKBP dilakukan dengan menjunjung partisipasi dan keterlibatan sebesar-besarnya seluruh warga jemaat baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Anggota jemaat HKBP memiliki hak dan kewajiban berperan dan berkontribusi aktif di HKBP sesuai dengan tugas jabatan (tohonan), talenta, dan kemampuannya masing-masing.
Komunikasi dan koordinasi: (1 Kor 12). Seluruh proses kehidupan berjemaat dan kegiatan dan pelayanan HKBP dilakukan dengan membangun komunikasi sebaik-baiknya dan dikoordasi oleh pimpinan di setiap level dan kerjasama seluruh unit.
Akurasi: (Yoh 10:14, Luk 15:8, Im 19:36, Ams 11:1) Seluruh data dan informasi serta perhitungan menyangkut jumlah anggota, kegiatan, atau keuangan dilakukan secara akurat atau persis (sirsir, banje). Untuk itu HKBP secara sungguh-sungguh menbangun basis data (basis data).
Etika dan Moralitas: HKBP menjunjung hukum, etika dan moralitas dalam seluruh aspek hidupnya. Sebab itu seluruh proses pengambilan keputusan di HKBP, kehidupan pelayan maupun anggota jemaat, serta pelaksanaan program dan keuangan HKBP harus mencerminkan sikap etis dan moral yang tinggi.
Menetapkan Sasaran
Berdasarkan visi, misi dan prinsip itulah kita menetapkan sasaran-sasaran HKBP. Apakah sasaran HKBP? Jika Sinode Godang September nanti memilih eforus dan jajaran pimpinan baru HKBP apakah sasaran yang harus dicapainya? Menurut saya ada satu hal: MENDORONG SELURUH HKBP MENINGKATKAN KUALITAS KESAKSIAN, PELAYANAN DAN PERSEKUTUANYA.
Sebelum HKBP mampu membenahi dirinya secara mendasar dan konsepsional, menurut saya adalah tugas pimpinan HKBP untuk mendorong, membekali, memperlengkapi serta menyemangati jemaat-jemaat dan distrik-distrik HKBP untuk meningkatkan kualitas kesaksian, pelayanan dan persekutuannya dengan memanfaatkan seluruh daya, dana, waktu dan pikiran yang ada.
Koinonia
Kita tahu jemaat-jemaat HKBP secara umum telah melaksanakan tugas bersekutu (koinonia) dengan baik. Boleh dikatakan hampir seluruhnya kegiatan peribadahan HKBP berjalan dengan baik dengan menggunakan liturgi HKBP. Saran saya agar Ephorus dan pimpinan yang lain benar-benar menggunakan wewenang dan tanggungjawabnya mendesak seluruh jemaat dan distrik meningkatkan kualitas peribadahan HKBP dengan mempertimbangkan seksama kaidah-kaidah liturgi dan dogma HKBP. Dalam hal ini Ephorus dapat memberikan penugasan kepada para Praeses HKBP untuk memperkaya (bukan mengganti atau mengubah pola, semangat dan warnanya) Agenda HKBP dengan formula-formula baru doa-doa syukur, pembukaan ibadah, pengakuan dosa, persembahan dll baik dalam bahasa Batak, Indonesia atau Inggris. Jika hal ini telah dilakukan maka “kebaktian alternatif” yang tidak sesuai dengan semangat liturgi dan ekklesiologi HKBP itu tentu tidak diperlukan lagi.
Selanjutnya Ephorus juga segera menugaskan Komisi Liturgi untuk menyusun Buku Pedoman Penatalaksanaan Ibadah Minggu (Harentaon Parmingguon) di HKBP (mulai dari proses persiapan hingga penutupan ibadah, penggunaan simbol-simbol, tata ruang dll). Inilah yang menjadi pegangan bagi jemaat-jemaat HKBP.
Buku Katekisasi
Salah satu keprihatinan kita adalah bahwa sampai saat ini HKBP tidak memiliki berbagai buku pedoman katekisasi. Akibatnya masing-masing pendeta mengajar dengan seadanya atau sesukanya saja tanpa menggunakan pegangan bahan ajar yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari segi teologis maupun metodologis. Sebab itu saya menyarankan agar siapapun Ephorus yang terpilih maka beliau harus dapat menjamin tersedianya bahan katekisasi (baptis, perjamuan, sidi, pra-nikah) ini dalam waktu sesegera mungkin. Agar hal itu dapat terwujud dalam waktu dekat maka Ephorus dapat saja menugaskan Komisi Teologi untuk menyusunnya dengan bantuan para dosen STT HKBP dan para praeses.
Buku Pembinaan
Masalah lain yang sangat mendasar di jemaat-jemaat HKBP adalah kurang memadainya bahan pengajaran kategori perkembangan di HKBP (anak-anak, remaja, pemuda, dewasa dan lansia), dan inilah yang membuat lambat dan sulitnya pertumbuhan kehidupan berjemaat kita. Ini adalah PR (Pekerjaan Rumah) yang sangat berat dan juga mahal bagi HKBP dan sudah begitu lama ditelantarkan dengan berbagai alasan. Menurut saya kita tidak bisa lagi membiarkan keadaan ini. Sebab itu kita harus mendesak pimpinan agar memberi perhatian serius kepada penyusunan buku pedoman pembinaan anak-anak, remaja, pemuda dan dewasa HKBP ini. Saya menyarankan agar tugas yang sangat luar biasa berat ini dibagi-bagi ke beberapa distrik yang mampu dari segi tenaga maupun dana. Misalnya bahan SM diserahkan ke Distrik A, bahan pembinaan remaja ke Distrik B, dan bahan pembinaan pemuda ke Distrik C dan seterusnya
Diakonia
Kita bersyukur bahwa melalui Aturan 2002 Diakonia telah ditetapkan menjadi program seluruh jemaat dan bukan kantor pusat HKBP saja. Ini adalah suatu peluang besar bagi kita untuk membangun HKBP menjadi jaringan diakonia yang sangat kuat dan berpengaruh. Apalagi kita dengar tahun 2009 akan ditetapkan menjadi Tahun Diakonia. Belajar dari pengalaman Tahun Koinonia 2007 dan Tahun Marturia 2008, saya menyarankan agar Tahun Diakonia 2009 benar-benar kita pakai untuk membangun diakonia HKBP dan tidak larut dalam kegiatan-kegiatan seremonial atau simbolik belaka.
Tidak perlu sulit-sulit. Kita tahu struktur HKBP saat ini masih sangat sentralistik dan hirarkis. Mari kita gunakan hal ini untuk kebaikan. Saran saya agar Ephorus terpilih menginstruksikan agar seluruh jemaat HKBP memiliki empat program diakonia, yaitu: (1) Komisi Beasiswa (2) Pos Pengobatan, dan (3) Kursus Bahasa Inggris/ Komputer, serta (4) Perpustakaan. Hanya dengan memberikan empat instruksi ini saja maka tahun 2009 HKBP sekurang-kurangnya memiliki 3000 (tiga ribu buah) Komisi Beasiswa, 3000 (tiga ribu buah) pos pengobatan/ poliklinik dan 3000 (tiga ribu buah) kursus komputer/ bahasa Inggris, dan 3000 (tiga ribu buah) perpustakaan. Namun sekali lagi, agar hal ini terlaksana maka kita harus mengubah pola pikir kita yang sangat sempit dan sentralistik menjadi lebih luas dan desentralistik.
Marturia
Secara formal setiap jemaat juga telah memiliki Dewan Marturia atau Dewan Kesaksian. Namun berhubung tidak jelasnya visi dan misi kita, serta tidak ada pedoman, maka banyak program marturia bercampur-aduk dengan diakonia, atau jatuh menjadi kegiatan seremonial belaka yang diberi label misi atau marturia/ kesaksian.
Kegiatan kesaksian ini sebaiknya ditegaskan sebagai kegiatan keluar jemaat. Menurut saya istilah “zending ke dalam” adalah tidak tepat dan sebenarnya merupakan pengingkaran terhadap tugas panggilan zending atau bersaksi itu sendiri. Bukan mengatakan pembinaan ke dalam tidak penting, namun jangan disebutkan sebagai zending atau kesaksian!
Di jaman teknologi maju sekaligus era kebebasan sekarang HKBP harus benar-benar memanfaatkan kemudahan dan kesempatan yang sangat luas yang diberikan oleh teknologi informatika khususnya internet, radio, dan televisi untuk bersaksi atau memberitakan Injil damai sejahtera Allah itu. Sebab itu, Ephorus baru juga sebaiknya memberikan perhatian kepada pengembangan website HKBP dan menginstruksikan seluruh jemaat yang telah terjangkau internet untuk membangun website-nya. Para pendeta HKBP juga harus didorong untuk memiliki website/ blog sehingga dapat dijangkau/ menjangkau lebih banyak kalangan.
Selanjutnya, agar kegiatan kesaksian atau pekabaran Injil HKBP tidak mencontoh bulat-bulat konsepsi penginjilan pihak-pihak lain yang belum tentu pas dengan HKBP. Ephorus melalui Ketua Departemen Marturia terpilih sebaiknya menyusun konsepsi kesaksian atau marturia HKBP yang utuh, berdasarkan pemahaman visi dan misi HKBP.
Penatalayanan
Tugas panggilan bersaksi, melayani dan bersekutu itu ditopang oleh penatalayanan (stewardship) yang rapih dan teratur. Ini merupakan tantangan kita yang sangat sulit. Jaman sudah berubah sangat mendasar dan menyeluruh namun organisasi, administrasi dan keuangan HKBP masih merupakan warisan lama. Saya menyarankan kita memberikan pemikiran serius untuk mereformasi penatalayanan HKBP ini. Secara khusus saya mau mengajak kita semua menjadikan agenda reformasi ini sebagai salah satu syarat dan ukuran untuk memilih calon Ephorus, Sekjen dan Kepala Departemen juga para Praeses HKBP di Sinode mendatang.
Menurut saya minimal ada 7 (tujuh) agenda yang harus kita lakukan.
Agenda pertama: periodesasi Sintua dan Guru SM HKBP
Seluruh warga gereja terpanggil untuk melayani dalam gereja HKBP menjadi saksi, pelayan, murid, dan hamba Tuhan. (1 Pet 2:9, Kis 1:8, Ef 4:12-13). Dengan sistem periodesasi Sintua dan Guru SM maka seluruh warga gereja HKBP mendapat kesempatan seluas-luasnya berpartisipasi dan terlibat penuh dalam kehidupan gereja termasuk proses pengambilan keputusan. Selanjutnya sistem Sintua dan Guru SM periodik sangat kondusif dengan dengan kultur Batak yang sangat menjunjung pergiliran peran dan jabatan, kesetaraan, parjambaran hata, ulaon, & juhut (hak mendapat bagian dalam bicara, kerja dan makanan).
Alasan lain, sistem sintua seumur hidup telah mematikan kesempatan bagi jemaat-jemaat HKBP untuk melakukan fungsi-fungsi manajemen seperti penyegaran kemajelisan, pemberian penghargaan kepada yang berprestasi, penggantian penatua yang tidak becus, dan kreatifitas.
Agenda kedua, transparansi keuangan HKBP (pembuatan laporan pengeluaran-penerimaan uang huria, resor dan distrik serta pusat kepada jemaat mingguan, bulanan dan tahunan). Sebagai hamba yang dipercaya memelihara harta Tuhan Yesus Kristus, gereja HKBP harus menjadi hamba yang setia dan dapat dipercaya dalam hal keuangan (Luk 16:10). Seluruh keuangan dan asset HKBP pada dasarnya adalah milik Tuhan, sebab itu harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan melalui jemaat. Persembahan disampaikan oleh jemaat kepada Tuhan.
Parhalado dan Bendahara HKBP bukanlah Tuhan, namun hanyalah hamba Tuhan yang dipercaya mengelola uang persembahan itu, sebab itu harus melaporkannya dengan terang dan jelas. Selanjutnya, anggota HKBP yang mayoritas berlatar belakang budaya Batak sangat menjunjung prinsip transparansi atau keterbukaan (tedek songon indahan di balanga – terbuka seperti nasi di kuali), namun sangat mencurigai ketertutupan dan kegelapan. Keterbukaan dalam bidang keuangan mengundang partisipasi warga jemaat untuk memberi lebih besar lagi dan juga merupakan bukti bahwa Pendeta dan para Parhalado bersih dan jujur dalam keuangan dan tidak memiliki niat-niat tersembunyi. Dengan pembuatan laporan pengeluaran keuangan secara mingguan, bulanan dan tahunan, gereja juga telah menterapkan sistem pengawasan publik yang sangat efektif. Seluruh penggunaan uang gereja diawasi langsung oleh warga jemaat. Pada gilirannya hal ini akan mendorong Parhalado dan semua unit pengguna uang gereja agar semakin berhati-hati mengelola uang yang dipercayakan kepadanya, dan memperkecil niat para pelayan yang tetap masih manusia berdosa untuk melakukan manipulasi.
Agenda ketiga, restrukturisasi dan reorganisasi HKBP (penciutan jumlah jemaat dan distrik, serta penghapusan resort).
Tuhan memanggil kita menghayati iman dan kasih serta berbagai anugerahNya dalam persekutuan jemaat lokal. Sebab itu yang harus kita memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada pertumbuhan dan pengembangan kehidupan jemaat lokal (huria) ini dan tidak terpaku kepada resor dan distrik yang merupakan fungsi manajemen belaka yang bisa diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan jaman. Dalam sejarah jemaat-jemaat lokal HKBP bersifat otonom dan mandiri termasuk di bidang keuangan. Ini merupakan modal yang sangat besar bagi HKBP untuk mengembangkan kehidupan gereja yang benar-benar berbasis kepada jemaat.
Alasan manajemen/ praktis, pemekaran jemaat, resor dan distrik HKBP selama ini seringkali bersifat alamiah, insidentil atau tidak direncanakan dengan sistematis. Dalam beberapa waktu terakhir, terutama sesudah konflik besar tahun 90-an, pemekaran jemaat dan resor juga distrik tidak terkendali. Agar HKBP dapat bergerak dengan lincah dan dinamis maka kita perlu melakukan perampingan organisasi HKBP dengan menggabungkan jemaat-jemaat kecil dan berdekatan serta menciutkan jumlah distrik. Selanjutnya menurut saya, jenjang resor di HKBP dihapuskan sebab hanya merupakan duplikasi kegiatan jemaat sebab itu merupakan pemborosan yang sangat besar. Untuk fungsi koordinasi kita dapat mendorong beberapa jemaat yang berdekatan dan memiliki kemiripan untuk membentuk konven atau musyawarah pelayanan. Tentu saja dalam melakukan restrukturisasi ini kita memerlukan perhitungan cermat, penjadwalan dan proses penyesuaian khususnya di jemaat-jemaat pedesaan Tapanuli. Namun hal ini tidak mengurangi tuntutan yang sangat kuat dan mendesak akan efisiensi organisasi.
Agenda keempat, penetapan minimal 20% anggaran jemaat untuk pembinaan anak-anak dan remaja dan 10% untuk diakonia.
Tuhan Yesus mengatakan “dimana hartamu di situ juga hatimu”. Artinya, anggaran menunjukkan minat dan perhatian. Dengan menetapkan 20% anggaran keseluruhan jemaat untuk pembinaan Sekolah Minggu, Remaja dan Pemuda, dan 10% untuk Diakonia kita hendak melatih jemaat-jemaat HKBP untuk memberikan perhatian dan pemikiran serius kepada anak-anak, remaja dan pemuda. Begitu juga penetapan anggaran 20% untuk diakonia juga merupakan bagian dari tanggungjawab nyata HKBP yang berkesinambungan kepada orang-orang miskin, kecil dan lemah. Kultur Batak sangat menekankan pendidikan anak. Dengan memberikan pemikiran dan juga anggaran signifikan kepada pendidikan anak HKBP juga meraih dukungan dari warganya yang mayoritas Batak
HKBP mesti belajar untuk menetapkan anggaran berdasarkan prioritas dan pola, dan tidak bisa berdasarkan suasana hati atau selera orang-orang tertentu. Selain itu dengan menetapkan anggaran yang sangat signifikan untuk pembinaan dan pelayanan diakonia, HKBP menepis tuduhan bahwa gereja HKBP hanya menarik uang dari anggotanya namun tidak mengembalikannya kepada jemaat dalam bentuk pembinaan dan pelayanan yang nyata. Penetapan prosentase anggaran kepada pembinaan dan pelayanan diakonia ini pada gilirannya mendorong warga gereja untuk memberikan yang lebih besar lagi kepada gereja.
Agenda kelima, penyusunan sistem perencanaan ketenagaan pelayan di HKBP
Gereja sebagai umat Allah atau Tubuh Kristus perlu diorganisir menjadi rapih dan teratur. Perencanaan dan pembagian pekerjaan perlu dilakukan sebaik-baiknya. (Kel 18:13-26, Efesus 4:13-15, 1 Kor 12). Dengan menyusun suatu sistem perencanaan ketenagaan (dalam usia 146 tahun HKBP belum memiliki suatu perencanaan ketenagaan!) maka HKBP bukan saja dapat mengatasi masalah “kronik” di sekitar mutasi Pendeta, namun malah menghasilkan tenaga-tenaga pelayan yang berkualitas, namun juga senatiasa mendorong pengembangan dan memaksimalkan kemampuan para pendeta untuk melayani jemaat.
Agenda keenam, pembaharuan sistem persembahan HKBP dan kontribusi ke Pusat. Pada dasarnya persembahan adalah ungkapan syukur dan pengakuan jemaat kepada Tuhan melalui gerejaNya. Gereja termasuk HKBP adalah perantara atau yang dipercayakan Tuhan mengelola persembahan itu. Sebab itu gereja dan unit-unit pelayanannya hanya dapat menggunakan persembahan itu atas perkenan Tuhan. Untuk memperjelas dan menekankan makna persembahan maka kita harus mengubah sistem pengumpulan persembahan di HKBP hanya menjadi satu kali dalam dan satu kantong dalam setiap kebaktian. Dari persembahan inilah seluruh aktifitas HKBP sebagai gereja dibiayai termasuk aktifitas HKBP di tingkat pusat dan distrik.
HKBP yang anggotanya sebagian besar berlatar belakang Batak sangat menghargai dan menghayati konsepsi tentang berbagi secara adil (marbagi jambar) menurut patokan bukan sekadar menurut suasana hati sesaat. Dana yang ada sebab itu harus dibagi-bagi secara adil untuk mendukung pelayanan di semua unit termasuk di distrik dan pusat.
Dengan menterapkan sistem prosentase persembahan 10% dari pemasukan total jemaat diserahkan sebagai kontribusi ke pusat dan 5 % untuk distrik maka jemaat-jemaat lokal didorong untuk lebih jujur dan bertanggungjawab mendukung pelayanan HKBP di tingkat pusat dan distrik. Selain itu sistem prosentase ini juga memudahkan pengawasan.
Agenda ketujuh, pembangunan database HKBP. Tuhan Yesus berpesan agar gereja mengenal umat yang dipercayakan kepada oleh Gembala Agung kepadanya (Yoh 10, Yehezkiel 18). Sebab itu gereja HKBP harus bersungguh-sungguh membangun database untuk mengenali secara akurat keberadaan anggotanya dan memudahkan membangun pelayanan berdasarkan data tersebut. Tanpa database HKBP tidak mungkin menyusun perencanaan dan program yang tepat dan sesuai kebutuhan. (Jika dilakukan penyusunan program tanpa database pasti hasilnya kacau atau salah sasaran) Sebaliknya dengan adanya database selain membantu HKBP menyusun rencana dan program, maka perpindahan dan berbagai aktivitas lain anggota yang bersifat lintas jemaat dapat dengan mudah dilakukan.
Jubileum 150 Tahun HKBP
Bila Tuhan Allah berkenan HKBP akan merayakan Jubileum ke 150 Tahun pada tahun 2011 mendatang. Ini adalah kesempatan bagi kita HKBP merenungkan ulang seluruh perjalanan kehidupan kita di masa silam dan menetapkan langkah-langkah baru ke masa depan. Sebab itu menurut saya kita harus sepakat bahwa momentum Jubileum 150 Tahun tidak boleh disia-siakan atau berlalu begitu saja tanpa pembaharuan HKBP secara utuh dan menyeluruh.
Untuk itu saya menyarankan agar Ephorus terpilih segera menetapkan Panitia Nasional Jubileum 150 Tahun HKBP selambat-lambatnya di awal tahun 2009 dan memberikan arahan kepada seluruh jemaat, resor dan distrik HKBP untuk menyongsong Jubileum 150 Tahun ini dengan melakukan pembenahan dan perbaikan di segala bidang.
Namun yang lebih penting dilakukan adalah membentuk suatu Komite Aturan HKBP yang baru yang mendapat tugas untuk mengkaji dan menyusun konsep reorganisasi dan restrukturisasi HKBP yang lebih utuh dan menyeluruh. Komite Aturan ini sebaiknya didampingi oleh sejumlah pakar dibidang hukum, manajemen dan administrasi, sosiologi dan juga teologi. Draft atau prakonsep yang dibuat Komite Aturan ini sebagaimana lazimnya juga harus dikirimkan ke jemaat, resor dan distrik HKBP untuk dikaji dan dibahas di masing-masing jenjang.
Namun bukan hanya itu. Kita juga sudah waktunya membutuhkan menyusun suplemen Agenda Ibadah HKBP sebagaimana kita lakukan terhadap Buku Ende. Untuk itu Ephorus juga bisa menugaskan Komisi Liturgi bekerjasama dengan STT HKBP. Namun sekali lagi penyusunan Agenda Ibadah ini tetap harus mengacu kepada kaidah-kaidah liturgi dan ekklesiologi HKBP dan bukan sekadar kelatahan terhadap model atau gaya beribadah yang sedang marak dilakukan oleh kelompok lain.
Penutup
Masih banyak hal yang harus kita bahas dan kerjakan dalam rangka menggagas HKBP masa depan. Kita juga masih harus merumuskan ulang pemahaman dan sikap kita tentang oikoumene baik di level lokal, nasional maupun internasional. Kita juga harus merespon kondisi Indonesia yang benar-benar telah berubah setelah jatuhnya rejim Orde Baru khususnya menyangkut menguatnya tuntutan akan syariat Islam, otonomi daerah dan kecenderungan berkembangnya politik etnis, serta seringkalinya absennya peran negara dalam konflik horisontal. Di samping itu kita juga harus bergumul ulang tentang peran HKBP dalam mendorong ekonomi warga (dengan tetap menjaga jarak terhadap lembaga-lembaga ekonomi). Kita juga harus merumuskan ulang hubungan HKBP dengan budaya Batak yang masih tetap dipertahankan oleh 99% anggotanya dan sekaligus merumuskan sikap kita berhadapan dengan globalisasi dan kekuatan perusahaan-perusahaan multi nasional.
Semua ini menyadarkan kita bahwa baik di seminar, maupun di sinode-sinode distrik, dan juga di Sinode Agung mendatang, agar kita jangan terjebak menghabiskan enerji menggumuli siapa yang bakal menjadi Ephorus, Kepala Departemen dan Sekjen, atau Praeses, tetapi lupa apa sesungguhnya yang harus dikerjakan oleh pimpinan baru terpilih itu bersama kita semua yang bertanggungjawab terhadap masa depan HKBP. (Penulis baru terpilih sebagai anggota Majelis Pekerja Sinode/MPS dari Distrik 21 Jakarta Tiga)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery