DAK 2007 Bikin Tersedak



DAK 2007 Bikin Tersedak
Meski telah memasuki semester pertama tahun anggaran 2008, polemik penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan 2007 di Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Simalungun yang diberikan kepada 103 unit Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah, hinga kini masih terkatung–katung. Akibatnya, kondisi gedung sekolah, termasuk ruang kelas yang seharusnya sudah selesai pada 31 Desember 2007 lalu terlantar.
Demikian juga dengan pengadaan meubiler dan buku–buku. Tidak rampungnya pengerjaan proyek ini juga berdampak pada terganggunya kelancaran proses belajar-mengajar. Aktifitas sekolah tidak lagi normal alias tidak nyaman. Alasan keterlambatan penyelesaian proyek DAK bidang pendidikan ini diduga akibat tidak lancarnya kucuran dana ke kas daerah untuk seterusnya ditransfer ke rekening masing-masing kepala sekolah sebagai penerima dana. Yang pasti, kucuran dana proyek baru berkisar 30 persen atau sekitar Rp75 juta yang dikelola pihak sekolah. Sisa dana yang diperkirakan mencapai Rp 18,025 milyar dari total sebesar Rp25,750 milyar pun dipertanyakan.
"Hingga kini sisa dana itu masih mengendap dan belum disalurkan Pemerintah Kabupaten Simalungun,” sebut SM Simarmata, Ketua Komisi II DPRD Simalungun yang membidangi pengawasan anggaran APBD Simalungun.
Simarmata memaparkan, Komisi II telah melakukan evaluasi terhadap ketidak lancaran penyaluran dana itu dengan mempertanyakan langsung kepada intansi bersangkutan (Dikjar) sampai ke bagian keuangan Pemerintahan Kabupaten Simalungun. Hasilnya, komisi II menemukan beberapa kajanggalan.
"Anggaran DAK 2007 lalu sebenarnya 90 persen bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kemudian ditambah lagi 10 persen dana pendamping dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Simalungun. Kucuran dari APBN itu berkisar Rp23,163 miliar dan dana pendamping sebesar Rp1,81 miliar . Jadi total dana yang diterima tahun 2007 mencapai sekitar Rp25,750 milyar," katanya.
Menurut Simarmata, dugaan terjadinya kejahatan anggaran dapat ditelusuri dari tidak adanya laporan lampiran dana pendamping sebesar 10 persen dari APBD. Dana dari APBD ini seharusnya sudah disatukan dengan dana dari APBN pada rekening khusus DAK 2007 dan ditempatkan di kas daerah. Rekening ini pun tidak boleh dicampur-adukan dengan rekening lain. Artinya dana DAK 2007 hanya diperuntukan bagi kelancaran proses belajar-mengajar bidang pendidikan sekolah dasar.
“Sampai sekarang saya selaku ketua komisi II yang membidangi anggaran justru tidak menemukan ditaruh dimana dana pendamping sebesar 10 persen itu. Hal ini harus diperjelas oleh Pemkab Simalungun agar tidak menimbulkan asumsi buruk dari masyarakat” ucapnya.
Swakelola atau Tidak?
Selain itu politisi dari PDIP Kabupaten Simalungun ini juga mempertegaskan, proyek DAK Pendidikan tahun 2007 murni swakelola. Proses pelaksanaanya dapat melibatkan masyarakat setempat agar mereka dapat merasakan langsung manfaat proyek itu. Dampak lainnya masyarakat akhirnya merasa memiliki dan menjaga keutuhan sarana dan prasarana sekolah penarima DAK. "Pertanyaannya apakah itu murni dilakukan atau tidak?” ungkapnya.
Harapan itu jauh dari kenyataan. Saat mayoritas SD/MI penerima DAK 2007 kesulitan menyelesaikan rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas, ada sekolah dasar penerima DAK 2007 yang telah rampung pengerjanya, lengkap dengan sarana meubilernya. Padahal Pemerintah Kabupaten Simalungun hingga kini baru merealisasikan 30 % (Rp75 juta) per sekolah dari 100% (Rp250 Juta) yang semestinya diterima oleh sekolah penerima DAK 2007.
Tak Tahu Apa-apa
Meski pemerintah gencar mengkampanyekan transparansi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, ternyata tidak berlaku bagi Kepala Bagian Keuangan Pemkab Simalungun, A. Muden Saragih SH. Pejabat yang mengetahui arus kas di daerah ini saat dikonfirmasi localnews melaui telepon selularnya seputar realisasi DAK 2007 bidang pendidikan, malah menolak memberi keterangan. “Saya tidak tahu apa-apa. Saat ini saya lagi sibuk kerja,“ sebutnya singkat dan langsung memutuskan hubungan telepon.
Sementara, informasi yang diperoleh localnews dari sumber yang tak mau namanya dikorankan menyebutkan, transfer dana dari Kantor Perbendaharaan Negara (KPN) kepada Pemerintah Kabupaten Simalunguntelah telah dilakukan pada 1 Agustus 2007 lalu sebesar Rp6,949 miliar. Kemudian, tahap kedua 15 Agustus 2007 sebesar Rp6,948 miliar. Lantas, 6 Nopember 2007, Pemkab Simalungun mencairkan dana melalui surat perintah pembayaran dana (SP2D) sebesar Rp6,948 miliar. Selanjutnya, tahap ketiga 23 Nopember 2007 Pemkab Simalungun menerima dana sebesar Rp6,948 miliar dan terakhir pada 19 Desember 2007 menerima dana tahap keempat dari KPN sebesar Rp2,316 miliar. Total dana yang diterima sebesar Rp23,163 miliar sedangkan dana yang dikeluarkan sebesar Rp6,948 miliar. Faktanya, realisai kucuran dana DAK ke rekening para Kepala Sekolah SD/MI hingga kini baru mencapai 30 persen. Anehnya, Kepala Bagian Keuangan Pemkab Simalungun, Muden Saragih telah melegitimasi transfer uang ini dalam surat yang ditandatanganinya tertanggal 4 Juni 2008.
“Mungkinkah sekolah penerima dana ini bisa menjalankan proyek sesuai dengan target pada 31 Desember 2007 lalu jika kondisinya seperti ini? Mustahil! Tidak disalurkanya dana ini melalui rekening kepala sekolah membuat dugaan semakin kuat adanya pembohongan publik karena bertentangan dengan Juknis dan peraturan lainnya,’’ tegas Simarmata.
Pengelapan Jasa Giro
Selain itu menyibak tirai penggunaan dana miliaran itu, masih ada sisi lain yang patut dipertanyakan yakni uang jasa giro dana DAK 2007 sebesar Rp25,750 milyar dari pihak bank. Dana sebesar ini sebagian diantaranya telah mengendap dari bulan Agustus hingga Nopember 2007. Diperkirakan sisa dana mengendap itu mencapai Rp18,025 milyar terhitung sampai bulan Juli 2008 ini.
“Apabila Pemkab Simalungun tidak dapat memaparkan keberadaan jasa giro, patut kita duga ada indikasi pengelapan dana karena merekalah yang bertanggung jawab untuk itu,” beber Simarmata.
Tak Relevan
Adanya permohonan ijin prinsip yang diajukan Bupati Simalungun, Zulkarnain Damanik kepada Ketua DPRD Syahmidun Saragih juga mendapat sorotan tajam dari SM Simarmata. “Sungguh tidak relevan ijin prinsip pencairan sisa dana ini justru tidak memiliki payung hukum. Inikan sama saja menggiring DPRD Simalungun terjebak melakukan penyimpangan yang ujung-ujungnya menerima sanksi hukum,” tukasnya.
Jika merujuk pada Undang Undang No1 Tahun 2004 Pasal 21 ayat 1 tentang Pembendaharaan Negara, pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang atau jasa diterima. “Yang jelas, pencairan dana DAK Tahun 2007 dapat dilaksanakan mendahului PAPBD 2008 kalau memang melengkapi semua ketentuan yang berlaku. Pekerjaan yang sudah dilakukan terlebih dulu harus diaudit. Kepala sekolah dan Komite Sekolah harus membuat peryataan di atas materai atas peyelesaian pekerjaan itu sehingga pembayaran dapat dilakukan setelah diaudit dan dikaji secara menyeluruh,” ujarnya. (ded)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery