Jangan Biarkan Danau Toba Jadi Danau Tuba




Danau Toba yang dulunya indah dan mempesona, sekarang yang tampak tumbuh-tumbuhan yang akibat dari kotoran-kotoran limbah yang tidak ada perhatian dari pemerintah maupun masyarakat. Mari kita sama-sama menjaga kelestarian Danau Toba...ohhh Danau Toba....Sedihnya"dirimu" Padahal pesta Danau Toba selalu dibuat setiap tahunnya. Apalah arti semunya itu???

Jangan Biarkan Danau Toba Jadi Danau Tuba

O, Tao toba
Angka dolok na timbo
Do manghaliangi ho.
O, tao toba na uli
Ro di halak na dao,
Tong manghasiholi ho.
O, tao toba na uli.

O, tao toba
Raja ni sudena tao,
Tao na sumurung
Na lumobi ulimi.
Umbaen masihol, saluhut ni
Nasa bangso, mamereng ho.
O, Tao Toba na uli.

(Danau Toba yang cemerlang,
Gunung-gunung tinggi mengelilingimu,
Keindahanmu melebihi segalanya,
Setia orang selalu ingin melihatmu,
Semua merindukanmu. Danau Toba Raja segala danau
Danau yang sangat indah tiada tanding, Membuat setiap bangsa senantiasa merindukan keindahanmu)

Lirik lagu gubahan Nahum Situmorang, begitu menawan saat menggambarkan betapa indahnya Danau Toba.Sastrawan besar Batak ini, mampu melukiskan betapa danau terbesar di dunia itu mampu menyihir jutaan manusia dari segala penjuru untuk menyaksikan keajaiban alam tersebut. Namun kenyataan saat ini, segala puja dan puji yang diberikan sang penggubah melalui lirik lagunya, sangat jauh dari kenyataan. Ibarat kata pepatah, jauh panggang dari api. Danau Toba kini tak ubahnya seperti keranjang sampah terbesar di dunia. Segala macam limbah ditumpahkan ke Danau ini.
Diprediksi, tingkat pencemaran dikuatirkan akan terjadi pada tahun 2015 mendatang dan tentunya akan berimbas kepada kesehatan manusia. Masyarakat di sekitar kawasan Danau Toba akan menderita sejumlah penyakit diantaranya lemah otak.Berbagai bentuk pencemaran Danau Toba, misalnya meningkatnya kadar Nitrogen (NH-N3) yang banyak terdapat dalam pakan ikan yang nota bene banyak dikembangkan di perairan Danau Toba akan berpengaruh pada kualitas air. Implikasi berikutnya kandungan NH-N3 akan menjadi zat yang sangat berbahaya jika masuk dalam tubuh manusia.
Demikian juga dengan pembuangan limbah rumah tangga dan restoran serta hotel yang langsung diarahkan kepada tadahan air Danau Toba.Secara ilmiah, siklus penderitaan manusia sudah sangat jelas. Jika ikan yang ada atau dikembangbiakkan di perairan Danau Toba telah mengandung zat-zat berbahaya, ketika ikan tersebut dikonsumsi tentu akan melanjutkan mata rantai zat beracun tersebut. Muara terakhirnya ada pada manusia yang terus menerus berlangsung dari generasi ke generasi.
Membiarkan Danau Toba tercemar dan tak terpelihara, sama artinya membuka peluang bagi kehancuran ekosistem dan siklus kehidupan yang terjadi di sekitarnya. hal ini sudah mulai menunjukan bukti nyata. Kini sejenis monster (hama ikan penghisap darah) ikan dan manusia menghiasi danau ini. Wajah Danau Toba yang asri akan berubah menjadi kawasan yang hampa. Kebanggaan kita akan situs yang unik dan indah, akan berubah menjadi keprihatinan. Semuanya menjadi bias.Danau Toba tercemar! Perikanan terancam! Parawisata mati! Ekonomi warga merosot tajam! Muaranya, kemiskinan muncul. Sebuah kenyataan yang sangat memilukan hati.

Butuh Perawatan Serius




Menurut penelitian para pakar, kini kondisi Danau Toba sudah dalam keadaan kronis dan membutuhkan perawatan yang sangat serius. Danau Toba yang dikelilingi 7 Kabupaten belum memiliki satu sistim terpadu untuk mengatasi segala gejala dan permasalahan yang terjadi. Gencarnya upaya promosi parawisata dengan mengandalkan panorama Danau Toba tidak seimbang dengan apa yang diberikan untuk pelestarian atau penyelamatan danau ini.
Bagi wisatawan mancanegara, sebuah keindahan tidak sekedar untuk diperoleh, akan tetapi partisipasi masyarakat untuk memelihara keindahan itu termasuk indikator ketertarikan bagi mereka. Barangkali kita tidak sadar bila mereka berbisik dalam hati kalau sesungguhnya kita sangat tidak perduli akan keindahan yang kita miliki. Kegiatan kita hanya ingin menjual tanpa peduli bagaimana memeliharanya. Mereka juga punya mata dan mulut dan tak mungkin kita mampu membatasi bisikan kalau Danau Toba sudah tercemar.
Bagi masyarakat yang dulunya hidup layak dengan mengandalkan penangkapan ikan mujahir yang dominan di Danau Toba, mereka kini mengalami nasib buruk menyusul adanya kebijakan tanam udang di sana. Konon udang tidak meningkatkan pendapatan nelayan tapi justru menghancurkan. Kebijakan baru muncul lagi dengan menabur benih ikan yang disebut masyarakat 'ikan begu' yang belum membawa arti penting bagi penghasilan nelayan. Pasar masih menginginkan mujahir yang gemuk dan lezat.
Kapitalisme perikananpun masuk ke Danau Toba. Kerambah menjamur memproduksi ikan yang pasarnya ekspor. Masyarakat nelayan kebanyakan tidak mendapat manfaat karena hanya mengandalkan sebuah sampan dan satu dayung ditambah jaring. Entah ikan apa lagi yang akan masuk ke perairan Danau Toba tanpa bertanya kepada masyarakat nelayan, apa sebenarnya yang mereka inginkan sehingga partisipasi mereka melestarikan Danau Toba meningkat.
Jala apung yang banyak menghasilkan limbah pakan dan kotoran ikan makin menambah beban pencemaran danau ini. Tumbuhan lumut menjadi subur dan sangat mengganggu bagi turis yang ingin menyelam. Bila kita memandang ke dalam perairan Danau Toba, kenyataan mencekam ini akan kita temukan di sana.Eceng gondok yang sebenarnya dapat diolah menjadi bahan industri kerajinan tangan belum tersentuh. Di satu sisi, enceng gondok memang mencemari Danau Toba, tapi tumbuhan ini dapat digunakan sebagai filter air danau.
Dengan adanya kebebasan perambah hutan dan pengusaha Hutan Tanaman Industri (HTI) di daerah tangkapan air Danau Toba, sungai-sungai yang menuju danau justru mengalirkan air keruh dan lumpur yang semakin lama akan memperdangkal dasar Danau Toba. Puncaknya adalah tidak dimasukkannya kawasan Danau Toba dalam daftar tujuan wisata (DTW) Visit Indonesian Year 2008. Inilah bukti ketidakpedulian antara masyarakat, teknokrat, penguasa dan pengusaha terhadap Danau Toba. Di sini kemampuan kita diuji untuk menghargai rahmat yang telah kita terima. Apa yang kita pikirkan? Apa yang harus kita lakukan?

Perombakan Perilaku




Perombakan perilaku menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Paradigma pengelolaan harus dirobah. Hal ini perlu dan patut dikerjakan sesegera mungkin, baik oleh pemerintah, masyarakat, kalangan dunia usaha dan kelompok-kelompok yang menunjukkan kepeduliannya terhadap kelestarian Danau Toba. Semuanya memiliki tanggungjawab dan beban untuk menjaga dan melestarikan kawasan ini.
Pelestarian ekosistem Danau Toba harus dilakukan secara menyeluruh dan kontinu. Tidak boleh parsial. Pendekatan budaya, agama, ekonomi, dan sosial politik harus dikombinasikan. Adat istiadat masyarakat di sekitarnya jika ditata dengan bijak, akan menjadi energi yang dahsyat dalam melestarikan Danau Toba. Demikian juga penghayatan akan nilai-nilai agama yang dianut oleh masyarakat sekitar juga amat penting dalam menjaga kelestariannya.Yang tak boleh ketinggalan adalah peran pemerintah sebagai pemberdaya masyarakat dan sekaligus sebagai regulator, harus berada di garda terdepan dalam menunjukkan kepeduliannya. Kita tidak ingin melihat dimana pemerintah acuh terhadap kondisi yang sangat memprihatinkan ini. Harapan kita, semoga pencemaran ini tidak semakin parah. Dan saat ini, mari kita bangun optimisme dengan memulai langkah-langkah nyata bagi penyelamatan ekosistem Danau Toba. Selamatkan Danau Toba sekarang juga! Jika tidak, danau Toba akan menjelma menjadi Danau Tuba (racun,red)

Monster Haus Darah dari Danau Toba

Gambar kutu/virus yang menyebar di Danau Toba yang bisa hidup di dua alam,di air dan di darat
Beban pencemaran air dan lingkungan Danau Toba yang semakin tinggi tanpa ada upaya pengendalian yang berarti membuat danau ini semakin merana. Tak hanya tanaman air yang tumbuh tanpa terkendali. Kini sejenis mahluk yang menyerang ikan dan manusia menjadi penghuni baru di air Danau Toba. Bentuk fisik mahluk penghisap darah itu agak mirip dengan bentuk tubuh anak kecoa yang belum tumbuh sayap tetapi memiliki ekor menyerupai buntut udang.
Uniknya, mahluk yang baru muncul dalam lima tahun terakhir itu mampu hidup di dua alam yakni di air dan daratan (amfibi). Hama ini menyerang ikan mujahir, nila, mas dan juga mampu menyerang manusia. Ukuran tubuh mahluk ini mampu mencapai 1,5 centimeter. Kakinya enam pasang, tubuhnya beruas, mempunyai antena sepasang, warna coklat muda sampai coklat tua serta memiliki sebuah sungut mirip sungut nyamuk yang berfungsi untuk menyerang tubuh mangsanya.
Dari percobaan kecil yang dilakukan localnews (dengan memasukan ke dalam stoples kaca,red) mahluk yang dijuluki warga Ajibata, Parapat serta Tigaras ini sebagai kutu ikan, mampu menyerang mangsa dengan kecepatan tinggi. Begitu calon mangsa ditemukan, kutu ini langsung mengibaskan ekornya hingga tubuhnya melesat. Kutu itu langsung menempel ke tubuh ikan dengan mencengkeram tubuh ikan dengan enam pasang kakinya. Perlahan namun pasti, kutu ini bergerak ke arah kepala ikan dan kemudian menyerang insang ikan yang menjadi mangsanya. Begitu memasuki insang, dalam hitungan jam, ikan akan mati karena kehabisan darah dan insangnya habis digerogoti.
Ketika localnews meletakan kutu ini ke pergelangan tangan, dalam dua detik ekornya langsung ditekan sedangkan keenam kakinya mencengkeram kulit. Berikutnya, rasa nyeri disusul rasa gatal muncul. Bekas gigitan kutu itu membengkak, mirip bekas gigitan nyamuk atau tawon. Percobaan lain yang dilakukan adalah dengan memasukan sekitar 20 ekor kutu ke dalam plastik kecil tanpa diberi air sedikit pun. Plastik kemudian diikat erat dengan karet gelang tanpa diberi udara yang memadai. Ternyata mahluk ini mampu bertahan hidup hingga 24 jam. Dari penelusuran literatur yang dilakukan localnews, mahluk ini lebih condong masuk dalam kelompok crustacea(Udang-udangan).

Baru Muncul
Dari penuturan warga nelayan dan peternak ikan kerambah di tiga kawasan, masing-masing di Kecamatan Ajibata, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Parapat serta Kecamatan Tiga Ras, kutu ikan ini baru dikenal warga sekitar lima tahun belakangan ini. Hanya saja, tingkat penyerangannya semakin lama semakin tinggi. Ikan yang diserang adalah ikan yang hidup bebas di danau serta ikan yang dipelihara di kerambah. Untuk ikan yang dipelihara di kerambah, tingkat serangan kutu ikan ini belum begitu tinggi, hanya namun tetap saja menimbulkan kerugian karena volume serangannya semakin meningkat setiap tahunnya.
Berbeda dengan petani ikan kerambah jaring apung di Ajibata dan Parapat, para nelayan di kawasan ini sangat merasakan dampak serangan kutu tersebut. Umumnya ikan yang terjerat dalam jaring menjadi sasaran utama serangan kutu. Ikan yang didapatkan nelayan sering didapati dalam kondisi lemas, bahkan sudah mati.
"Ketika ikan tersangkut dalam jaring, kutu itu langsung menyerang ikan. Biasanya ikan langsung lemas atau mati. Jika sudah begini, kita terpaksa membuang ikan yang sudah mati tapi kalau kondisinya masih segar, biasanya kita jual setelah sebelumnya kutu itu kita buang dari insang ikan," sebut salah seorang nelayan bermarga Saragih di kawasan pantai Ajibata kepada lokalnews pekan lalu.
Para nelayan juga mengaku, tak hanya ikan yang diserang kutu. Mereka juga sering menjadi korban serangan kutu ikan saat menarik jaring ke dalam perahu. Biasanya kutu langsung menempel dibagian tangan atau kaki."Kalau sudah digigit kutu ikan, langsung terasa perih, gatal dan membengkak," kata Saragih.
Pengakuan serupa juga disampaikan A. Sinaga, seorang pekerja kerambah jaring apung (KJA) di Kawasan Pantai Tiga Ras, Simalungun. Menurut pria itu, ikan-ikan yang sudah siap panen biasanya menjadi sasaran utama kutu ikan. Jumlahnya juga semakin banyak. "Kami tak tahu dari mana asal kutu ikan itu. Mahluk itu baru kami kenal dalam lima tahun terakhir ini," kata Sinaga.
Selain soal kutu ikan, nelayan di kawasan Ajibata serta Parapat juga mengeluhkan minimnya tangkapan ikan saat ini. Mereka menduga, pencemaran air Danau Toba yang sudah memasuki tahap mengkuatirkan menjadi penyebab sulitnya mendapatkan ikan di danau. "Kalau dulu, untuk mendapatkan ikan mujahir sepuluh sampai duapuluh kilogram, tak terlalu sulit. Tapi sekarang, untuk mendapatkan ikan mujahir tiga sampai empat kilogram saja, rasanya sangat sulit. Kita harus menebar jaring sehari semalam untuk mendapatkan ikan segitu. Itupun kalau lagi beruntung," kata nelayan lainnya bermarga Sidabutar di Ajibata.
Pengamatan lokalnews di ketiga daerah ini, tercemarnya air Danau Toba dapat dilihat secara kasat mata. Air danau yang biasanya terlihat jernih, kini kelihatan keruh. Kondisi air seperti ini terlihat hingga sepuluh sampai limabelas meter dari bibir pantai. Selain itu, pertumbuhan eceng gondok dan tanaman air lainnya terlihat sangat subur dan tidak terkendali. Tumbuhan air sejenis lumut juga tumbuh subur di dasar danau. Tanaman itu tumbuh bergumpal-gumpal mirip benang kusut dan menjadi sarang utama kutu ikan. Akibatnya, banyak warga yang malas berenang akibat kondisi air yang kotor.
Untuk memenuhi kebutuhan air minum, kini warga di Ajibata dan Girsang Sipangan Bolon tak berani lagi mengonsumsi air Danau Toba. Mereka cenderung mengandalkan air dari PDAM. Hanya saja, tak seluruhnya warga bisa mengakses sumber air bersih itu. Jika sudah begini, warga biasanya harus bangun sekitar pukul 06.00 WIB pagi untuk mengambil air minum dari Danau Toba. Itupun harus berenang atau naik perahu ke tengah danau. Kondisi ini jelas berbeda jauh dengan yang dialami warga sekitar duapuluh tahun lalu. Saat itu warga yang bermukim di seputaran pantai Danau Toba menggunakan air danau untuk mandi, cuci dan kakus (MCK) secara langsung dari bibir pantai.
"Kalau dulu, kami berani meminum air dari pinggir pantai secara langsung tanpa dimasak. Tak ada yang sakit perut. Tapi kini jangan coba-coba!Kami juga malas berenang di pantai. Airnya kotor, banyak lumut dan yang kita takutkan adalah serangan kutu ikan. Sudah banyak orang yang berenang di pantai menjadi korban serangan kutu ikan," kata beberapa warga Ajibata dan Parapat. (localnews team)


Kami Bekerja Sangat Hati-hati!

Kerambah PT.Aqua Farm


Apa tanggapan pihak manajemen PT Aqua Farm soal kondisi ini? Yang pasti mereka menolak tudingan kalau terjadinya penurunan kualitas air dan lingkungan sekitar Danau Toba akibat limbah dari pakan kerambah jaring apung yang mereka miliki.
"Banyak perusahaan lain yang membuang limbahnya ke Danau Toba. Kami sendiri tetap berupaya menjaga kelestarian Danau Toba. Aqua Farm bekerja sangat hati-hati karena semua lini menyoroti kami, baik dari dalam maupun dari luar negeri," kata Hermanto, Manajer PT Aqua Farm didampingi bagian Humasnya, Raja Buttu Sidabutar kepada localnews pekan lalu.
Lebih jauh diterangkan Hermanto, jika ada tudingan yang menyatakan pencemaran air Danau Toba akibat pakan ikan yang berasal dari kerambah perusahaan milik negara Swiss ini, tuduhan itu jelas keliru. "Masyarakat umum juga banyak yang memiliki kerambah jaring apung di pinggiran Danau Toba. Penggunaan pakan kita kontrol dengan ketat. kalaupun ada sisa pakan yang tidak dikonsumsi ikan, jumlahnya hanya sekitar satu persen saja. Tentunya kita tak mau rugi gara-gara pakan yang terbuang terlalu banyak," sebutnya.
Untuk kebutuhan pakan sendiri, sambung Hermanto, pihaknya membutuhkan sekitar 140 sampai 180 ton pakan ikan jenis terapung setiap harinya. Pakan tersebut ditebar ke dalam kerambah secara terus menerus. Artinya selama ikan masih lapar, pakan akan terus ditabur. Gunanya, agar pertumbuhan ikan dapat dipacu secara maksimal.
Hermanto juga menampik munculnya serangan kutu ikan yang menyerang ikan nila yang dibesarkan di kerambah perusahaan itu. "Secara teratur kami selalu melakukan penelitian terhadap kualitas air Danau toba di sekitar kerambah kami. Sampai saat ini kami belum menemukan serangan kutu pada ikan yang kita pelihara. Jadi kami tak tahu persis soal kutu ikan ini. Yang kita jaga selama ini hanya sebatas kualitas air dan bukan meneliti mahluk atau binatang apa yang muncul di air Danau Toba," katanya.
Hermanto juga menerangkan, sebagian besar ikan nila yang mereka produksi, diekspor ke Amerika. Ikan itu dikirim dalam bentuk filled (Daging tanpa duri) dan dibekukan. Daging yang sudah beku kemudian dibungkus dalam kemasan kedap udara. Gunanya untuk menjaga kualitas daging yang dikirim. Setiap hari, PT Aqua Farm mampu mengirim 80 ribu ekor ikan hidup berukuran 800 sampai 1.100 gram per ekornya. "Ikan ini diolah menjadi filled, baru kemudian diekspor. jadi kita sangat hati-hati. Jika tidak, bukan hanya nama baik PT Aqua Farm saja yang tercemar jika ikan yang kami produksi tak memenuhi standar, melainkan nama Indonesia. Saat kami mengekspor ikan, balai pengawasan obat dan makanan negara Amerika harus tahu betul darimana asal induk ikan, keturunan keberapa, lokasinya dimana, jenis pakan apa yang dipakai, serta kandungan kimia apa saja yang dikandung daging ikan yang kami kirim. Prosesnya sangat rumit. Jadi, jika kami sembarangan memakai pakan ikan, tentunya sudah lama ikan yang kami ekspor ditolak pasar Amerika," paparnya.

Pola Pembinaan
Menyinggung soal pembinaan yang dilakukan perusahaan yang berdiri sejak 1997 silam ini kepada para petani ikan kerambah jaring apung di seputaran Danau Toba, Hermanto memaparkan, pola pembinaan seperti itu pernah mereka terapkan sekitar tahun 2004 lalu. Saat itu sejumlah petani kerambah dibina dengan cara diberi bibit ikan, pakan dan teknik pemeliharaannya. Hanya saja proyek ini mengalami kendala karena masyarakat binaan PT Aqua Farm tak mampu memenuhi standard ukuran ikan serta jangka waktu pembibitan hingga panen. "Program itu terpaksa kita hentikan," ungkapnya.
Sayangnya, pihak PT Allegrindo Nusantara yang berlokasi di Desa Salbe, Kecamatan Purba, Simalungun, yang juga dituding sebagai salah satu sumber pencemaran air Danau Toba belum berhasil dikonfirmasi. Salah seorang stafnya, R boru Sitanggang menyatakan pimpinannya sedang berada di luar kota."Saya tak berani memberi keterangan kepada pers. Pimpinan kami sedang berada di luar kota," kata karyawan di perusahaan yang bergerak di sektor peternakan babi tersebut. (LOCALNEWS TEAM)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery