Misteri Tenaga Kerja Honorer di Pemkab Tobasa

Jajaran Pemkab Tobasa saat meresmikan salah satu Kecamatan baru di Pemkab Tobasa beberapa waktu lalu.

Misteri Tenaga Kerja Honorer di Pemkab Tobasa
Misteri biasanya dihubungkan dengan hal-hal yang gaib, mistis dan sejenisnya. Namun dalam masalah pengangkatan tenaga kerja honorer Pemkab Tobasa, misteri bisa diartikan sebagai hal yang pelik, aneh dan mengundang banyak tanya, terutama menyangkut tindakan nekad para pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Tobasa. Mereka diduga mengangkangi peraturan tenaga kerja non Pegawai Negeri Sipil (PNS). Proses pengangkatan itu serba rahasia serta sumber dana untuk honorarium mereka tidak diketahui sumbernya.
The man on the street sering berucap, peraturan dibuat untuk dilanggar. Kelihatannya pendapat yang sama juga dianut oleh para pimpinan SKPD Pemkab Tobasa. Meskipun Peraturan Pemerintah (PP) No. 48 Tahun. 2005 pasal 8 dengan tegas menyebutkan, sejak ditetapkannya PP ini, semua pejabat pembina kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi di larang mengangkat tenaga kerja honorer atau sejenisnya.
Bahkan untuk mempertegas peraturan ini, dalam keterangannya yang dimuat disalah satu harian terbitan Sumut, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Propinsi Sumatera Utara, Mengasing Mungkur menyatakan, apabila ada pejabat atau satuan kerja (Satker) yang berada di lingkungan pemerintah mengangkat tenaga honorer atau sejenisnya, hal ini merupakan kesalahan besar dan melangkahi PP No. 48 Tahun 2005.
Lebih lanjut dikatakan, PP. No. 48 tahun 2005 tersebut telah disosialisasikan dan disebarluaskan pada instansi-instansi terkait untuk dipahami dan dilaksanakan. Apabila ditemukan pengangkatan tenaga honorer dan sejenisnya agar segera memberhentikannya. Nyatanya, bagi Satker di Pemkab Tobasa, hal tersebut dianggap angin lalu saja. Pengangkatan tenaga kerja non PNS terus berlanjut.
Tindakan nekad para pimpinan SKPD-SKPD tersebut juga membuat heran kepala BKD Pemkab Tobasa. Ketika ditemui di ruang kerjanya pekan lalu, Kepala BKD Tobasa Ir. Harrijon Panjaitan kepada localnews mengatakan, BKD sudah berulang kali menyampaikan kepada seluruh SKPD di Pemkab Tobasa agar tidak melakukan pengangkatan tenaga kerja honorer dan sejenisnya. , karena hal tersebut dilarang dalam PP. No. 48 Tahun 2005. Tapi Satker tidak mengindahkannya dan terus merekrut tenaga kerja non PNS dengan status tenaga kontrak.
Karena kenekatan Satker tersebut, Kepala BKD berprinsip pokoknya sudah diingatkan. Diibaratkannya seperti peraturan lalulintas yang mewajibkan pengendara sepeda motor menggunakan helm. Jika tidak memakai helm biarlah ditanggung sendiri akibatnya. Panjaitan juga heran memikirkan darimana sumber dana untuk membayar honorarium tenaga non PNS itu karena tidak seluruhnya dianggarkan dalam APBD Pemkab Tobasa.
Tenaga honorer yang termasuk dalam data base Pemkab Tobasa, ungkapnya, berjumlah 705 orang. Dari jumlah itu, kini hanya tinggal 26 orang yang belum diangkat menjadi CPNS. Menurut rencana, sisa 26 orang tersebut akan diangkat pada 2009 mendatang. Sementara tenaga honorer/kontrak diluar data base yang tersebar di seluruh SKPD Pemkab Tobasa berjumlah lebih kurang 1600 orang.
Kepala BKD Tobasa terus terang mengaku tidak mengetahui sama sekali bagaimana tatacara perekrutan tenaga kerja non PNS tersebut. Dia juga menambahkan, masalah tenaga kerja honorer dan sejenisnya akan tuntas dalam tahun 2009. Dengan pengertian, semua tenaga kerja non PNS akan diberhentikan dan yang berstatus tenaga kontrak, perjanjian kontraknya tidak akan diperpanjang. Jika memang rencana tersebut benar-benar akan dilaksanakan, sudah seharusnya sejak dini diinformasikan kepada seluruh tenaga kerja non PNS untuk menghindari terjadinya masalah dan gejolak pada waktu pelaksanaannya.
Sarat KKN
Melihat banyaknya tenaga non PNS di Pemkab Tobasa, dapat dibayangkan betapa tidak efesiennya pendayagunaan pegawai di setiap Satker. Kondisi ini mengakibatkan para PNS hanya datang, duduk atau nongkrong di kantin menunggu waktu pulang, karena semua pekerjaan mereka telah diselesaikan para tenaga kerja non PNS tersebut.
Selain itu, jika honorarium seluruh tenaga kerja non PNS harus dibayarkan seperti tercantum dalam anggaran salah satu SKPD yang menampung 80 orang tenaga kerja non PNS, dengan honorer sebesar Rp. 750.000/bulan, dapat dibayangkan betapa besarnya dana yang dihamburkan-hamburkan.
Padahal dalam PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengolahan Keuangan Daerah Pasal 4 disebutkan, keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
Bercermin pada peraturan ini, dapat dikatakan, semua tindakan SKPD yang merekrut tenaga kerja non PNS, telah melanggar azas-azas dalam PP tersebut. Penerimaan tenaga non PNS yang dilakukan Satker secara sembunyi-sembunyi membuat masyarakat resah. Isu tentang percaloan dan sogok-menyogok dalam penerimaan tenaga non PNS pun brembus kencang. Masyarakat berpendapat, jika memang Pemkab Tobasa membutuhkan tenaga kerja, seharusnya diumumkan secara meluas ke masyarakat dan dilakukan seleksi untuk memperoleh tenaga kerja yang berkualitas. Bukan dengan sistem yang dilakukan sekarang yang menguatkan kentalnya unsur dugaan KKN dalam pengangkatan tenaga kerja non PNS tersebut.
Tak kurang serunya, kini beredar isu yang mengaitkan penerimaan tenaga non PNS tersebut, dengan isu politik dengan semakin mendekatnya pelaksanaan Pemilu. Saat ini di Kabupaten Tobasa tersebar isu yang menuding penerimaan tenaga kerja non PNS dilakukan dalam rangka pengumpulan suara oleh orang kuat yang memiliki kedudukan penting di Tobasa. Hal ini bisa jadi benar. Buktinya, ntuk melamar, para tenaga kerja non PNS itu cukup dengan membawa surat sakti orang kuat tersebut. Meskipun semua baru sebatas isu yang masih memerlukan bukti-bukti, namun hal ini sudah terlanjur membuat masyarakat bertanya-tanya soal kinerja penguasa daerah ini.
Sebagian lagi masyarakat menuding, pembayaran honorarium atau upah tenaga kerja non PNS itu rawan korupsi. Tudingan ini tentunya beralasan. Jika dalam penjabaran APBD Pemkab Tobasa Tahun 2008--pada salah satu SKPD tercatat sebanyak 80 orang tenaga non PNS--anggaran honorarium pegawai honorer/ tidak tetap mencapai Rp720 juta. Rinciannya, dana itu digunakan untuk pembayaran honorarium bulan Januari 2008 sampai dengan Desember.
Kenyataanya, tidak semua tenaga kerja non PNS tersebut menerima atau menanda tangani perjanjian kontrak pada bulan Januari lalu. Sebagian baru diterima pada bulan-bulan setelah Januari 2008. Artinya, sebagian tenaga non PNS menerima honorarium kurang dari 12 bulan, tergantung masa kerjanya. Dengan kata lain tidak semua anggaran honorarium habis dibayarkan.
Jika 30 orang misalnya hanya menerima honorarium untuk 6 bulan sesuai dengan masa kerjanya, maka jumlah honorarium yang tersisa Rp750.000 X 30 orang x 6 bulan = Rp135.000.000. Jika hal yang sama terjadi pada Satker lainnya, dapat dibayangkan betapa besarnya dana sisa anggaran yang rawan ditilep. Belum lagi kalau terjadi pemotongan, jumlah dana tersebut akan semakin fantastis.

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery