Polisi dan Jaksa Simalungun: ADA APA DENGAN MU??


jaksa PN Simalungun.Nurdiningsih


Polisi dan Jaksa Simalungun:
Ada Apa Dengan Mu?
Ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang ke-62 pada 1 Juli 2008 lalu, sudah seharusnya bertabur ucapan selamat dan kado penghargaan atas prestasi kerjanya selama ini. Namun, kasus yang menimpa tiga orang warga Dusun I Nagori Tambean, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun, mungkin menjadi kado terburuk atau bahkan kado yang paling bermakna bagi Polri, khususnya jajaran Polres Simalungun pada ulang tahunnya kali ini.
Sungguh sangat membingungkan. Bayangkan saja, Muhammad Rilsyah Sinaga, warga Dusun I Nagori Tambean Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun, mengadukan kasus pengeroyokan yang menimpa dirinya ke Pos Polisi Kerasaan. Saat itu, korban mengadukan tersangka Adi Boro dan Yoyon Sarkun, keduanya warga Kecamatan Bandar sebagai pelaku.
Anehnya, setelah kasus ini ditangani pihak kepolisian, yang ditangkap bukan kedua tersangka seperti yang disebutkan saksi korban dalam laporan pengaduannya, melainkan tiga pria masing-masing Joko, Nanda dan Syarial, warga Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun.
Kasus ini pun bergulir dari pihak kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan. Bahkan sudah 25 kali proses persidangan digelar di Pengadilan Negeri Simalungun, namun tak membuahkan hasil apapun. Apakah terdakwa bersalah atau tidak, majelis hakim tak dapat memastikannya. Uniknya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Siantar-Simalungun, MM Sembiring SH tidak pernah mampu menghadirkan saksi korban, Muhammad Rilsyah Sinaga, dalam persidangan.
Keterangan saksi korban inilah sebenarnya yang paling dibutuhkan, bagaimana sebenarnya peristiwa pengeroyokan yang dilakukan terdakwa Joko, Nanda dan Syarial, warga Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun, terhadapnya. Akibatnya, perkara melanggar Pasal 170 KUHP dengan No 84/Pid.B/2008/PN Simalungun ini selalu diundur sampai waktu yang tak jelas. Sekian lama kasus ini ditangani Jaksa MM Sembiring SH, akhirnya berkas perkara terpaksa dialihkan kepada jaksa lainnya, Josron S Malau SH.
Awalnya, sidang pertama digelar pada Kamis 6 Maret 2008 lalu dengan agenda pembacaan surat dakwaan sekaligus pemberian kuasa hukum kepada masing-masing terdakwa. Ketika giliran sidang mendengarkan keterangan dari saksi korban pada Kamis 13 Maret 2008 digelar, agenda sidang mulai kacau. Penyebabnya, saksi korban tidak dapat dihadirkan di depan persidangan. Begitulah seterusnya, tahap demi tahap persidangan dilaksanakan masing-masing pada 19 Maret 2008, 24 Maret 2008 dan 27 Maret 2008, tanpa membuahkan hasil.
April 2008, sidang kembali digelar. Saksi korban tidak juga hadir. Akhirnya, ketika digelar sidang lanjutan pada 7 April 2008, giliran jaksa dan saksi korban yang tidak hadir. Majelis Hakim pun tampaknya mulai gerah. Pada sidang berikutnya, tepatnya 14 April 2008, akhirnya dibuatlah penetapan jadual sidang baru dengan tembusan ke Kejaksaan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Namun, upaya ini tidak mempengaruhi sikap saksi korban. Dirinya tidak bersedia hadir. Hasilnya sidang kembali diundur.
Ibarat skenario cerita sinetron, tampaknya adegan demi adegan yang terjadi, mengandung sebuah pertanyaan menggelitik seputar penegakan hukum di daerah ini. Apalagi pada sidang selanjutnya yang dijadualkan 17 April 2008, saksi korban juga tidak dapat dihadirkan oleh jaksa. Tentunya, sidang kembali diundur. Memasuki penetapan jadual berikutnya, Senin 21 April 2008 yang digelar pada pukul 12.00 WIB, lagi-lagi keterangan dari saksi korban tidak dapat diperoleh karena saksi korban tak hadir.
Adegan selanjutnya, sidang digelar pada Kamis 24 April 2008 dan tetap diundur. Melihat jadual sidang yang tidak pernah beres, akhirnya penahanan kepada ketiga terdakwa Joko, Nanda dan Syahrial dialihkan menjadi tahanan rumah. Upaya memutus perkara ini tetap dilakukan, tetap saja sidang yang digelar Pada Senin 28 April 2008, 5 Mei 2008 serta 14 Mei 2008, JPU tak berhasil menghadirkan saksi korban. Sang jaksa pun berupaya meyakinkan majelis hakim untuk bersabar menunggu kehadiran saksi korban di depan sidang.
Mendengar alasan jaksa, majelis hakin mencoba bersabar. Kemudian, agenda sidang kembali dibuka pada Rabu 21 Mei 2008. Hasilnya tetap sama. Saksi korban tidak hadir. Akhirnya jaksa yang menangani perkara ini, MM Sembiring SH digantikan dengan jaksa Josron Malau SH. Nasib sama juga dialami sang hakim yang menangani kasus ini. Kedudukan hakim Atok Dwinogroho SH, pun diambil alih Ketua PN Simalungun, Binsar Gultom SH SE MH. Hasilnya sama saja.
Ketika sidang digelar dan langsung ditangani Ketua PN Simalungun pada Rabu 28 Mei 2008, kemudian Senin 2 Juni 2008, dilanjutkan 9 Juni 2008, hasilnya nihil. Seolah tak bosan, Kamis 12 Juni 2008, kemudian 19 Juni 2008, Senin 23 Juni 2008, Kamis 26 Juni 2008 hingga Kamis 3 Juli 2008, sidang kembali digelar, tapi saksi korban tidak pernah mampu dihadirkan.
Total jenderal persidangan yang telah digelar mencapai 25 kali--termasuk mengganti jaksa dan hakim--namun hasilnya tak ada sama sekali.
Menyadari sulitnya jaksa menghadirkan saksi korban ke depan persidangan, Ketua PN Simalungun Binsar Gultom memerintahkan Jaksa Penuntut Umum yang baru, Josron S Malau SH untuk memanggil secara paksa saksi korban untuk memberi keterangan pada persidangan yang digelar Rabu 9 Juli 2008 mendatang. Apakah saksi korban akan hadir? Kita tunggu bersama-sama. (man/ded)
Polisi Tangkap Orang yang Salah
Setelah ditelusuri apa sebenarnya penyebab terkendalanya sidang ini digelar sampai terdakwa Joko, Nanda, Syarial dialihkan jadi tahanan rumah, kuasa hukum ketiga terdakwa, Jonli Sinaga SH kepada localnews di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Simalungun pekan lalu mengatakan, diduga petugas kepolisian dari Polsek Perdagangan bertindak salah tangkap. Ketiga terdakwa sendiri telah dikenakan ancaman melanggar Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan dan pengeroyokan secara bersama-sama terhadap saksi korban Muhammad Rilsyah Sinaga.
Menurut Jonli Sinaga menceritakan saat dirinya menemui saksi korban, M Rilsyah Sinaga, diperoleh keterangan kalau saksi korban tidak penah membuat laporan pengaduan terhadap terdakwa Joko, Nanda dan Syahrial. Saat itu saksi korban mengakui, dirinya hanya mengadukan warga Kecamatan Bandar bernama Adi Boro dan Yoyon Sarkun.
Saksi korban mengaku, pada 21 Nopember 2007 sekira pukul 14.00 WIb silam, dirinya mendatangi Pos Polisi di Kerasaan, Perdagangan. Kepada polsisi dia melaporkan dirinya mengalami peristiwa tindak pidana berupa pengeroyokan yang dilakukan Adi Boro dan Yoyon Sarkun bersama temannya yang lain. Dia dianiaya pada Sabtu 17 Nopember 2007, sekira pukul 22.30 WIB, di Kampung Bah Bayu, Kelurahan Kerasaan I, Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun.
Saat itu, saksi korban mengalami luka sehingga harus menjalani perobatan di Rumah Sakit Vita Insani. Selanjutnya, dia menjalani perobatan di Klinik Eka Tama di Perumnas Kerasaan sekaligus mendapatkan Visum Et Repertum. “Pengaduan yang disampaikan oleh saksi korban dilengkapi dengan surat tanda penerimaan laporan pengaduan dan ditandatangani oleh Kepala Pos Polisi Kerasaan, Aiptu Sembiring. Tentunya, saksi korban tidak ada hubungannya dengan para terdakwa Joko, Nanda dan Syahrial,”ungkap Jonli Sinaga memberi penjelasan membela kliennya.
Apa komentar pihak kepolisian dari Polsek Perdagangan? TP Butar Butar, Kanit Reskrim Polsek Perdagangan kepada localnews saat dihubungi via telepon seluler mengakui kalau saksi korban hanya mengadukan Adi Boro dan Yoyon Sarkun. Hanya saja menurut dia, setelah pihaknya melakukan penyelidikan, ternyata ketiga terdakwa terlibat dalam aksi pengeroyokan itu bukan kedua tersangka seperti dilaporkan korban. "Masih syukur saksi korban tak diadukan balik orang yang dilaporkannya karena berdasrkan hasil penyelidikan kami, bukan orang yang diadukan korban yang melakukan aksi pengeroyokan itu," sebutnya singkat. (man/ded)
Saksi Korban di Palembang
Untuk mengetahui permasalahan soal ketidak hadiran saksi korban di persidangan terkait kasus penganiayaan dan pengeroyokan yang menimpanya, localnews mencoba mendatangi rumah saksi korban, M Rilsyah Sinaga di Dusun I Nagori Tembaan Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalaungun. Setiba di salah satu rumah, seorang ibu tua keluar dari dalam rumah. Ternyata wanita itu adalah ibu saksi korban. Namanya N Br Damanik (57).
Kepada localnews ibu saksi korban menaruh harapan agar kasus yang menimpa anaknya segera diselesaikan. Ketika ditanya soal keberadaan M Rilsyah saat ini, sang ibu ini mengatakan, anaknya sudah berangkat ke Kota Pelembang Sumatera Selatan untuk melanjutkan perkulihan di Universitas Muhammadiyah Palembang yang sudah menapaki semester akhir.
Ibu saksi korban juga menegaskan, pihaknya tidak pernah melaporkan Joko, Nanda dan Syahrial ke polisi. Namun, ibu ini menjelaskan, orang yang menganiaya anaknya adalah Adi Boro dan Yoyon Sarkum. Karena itulah saksi korban tidak bersedia datang memberi keterangan di Pengadilan Negeri Simalungun. Pasalnya, yang diadukan bukan ketiga terdakwa melainkan orang lain.
Pihak kepolisian sendiri, menarut pengakuan wanita ini, pernah mendatangi kediaman saksi korban sambil menyodorkan sebuah surat untuk ditandatangani. Begitu juga dengan Pangulu di kampung itu, bernama Samin. sang pangulu pernah menyodorkan secarik kertas untuk diteken. “Waktu itu saya ingat polisi yang datang itu bermarga Manik. Dia meminta kami supaya meneken selembar surat. Begitu juga sama Pangulu. Pokoknya kami tetap menolak keinginan mereka,” ungkap ibu korban.
Boru Damanik memaparkan, sebelumnya mereka tinggal di Palembang. Namun karena suaminya, D Sinaga, telah meninggal dunia, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Pada malam pengeroyokan itu, saksi korban sedang berada di rumah. Tak lama kemudian, saksi korban pergi menonton acara keyboard yang digelar di kampung itu. Ketika acara berlangsung, saksi korban naik ke atas pentas untuk menemui sepupunya yang ikut sebagai tim pemain keyboard. Tak lama kemudian, dia turun dari atas pentas hendak buang air kecil.
Tanpa diduga, tiba-tiba salah satu dari pelaku pengeroyok datang menghampirinya. ”Kamu anak mana?,” tanya salah seorang dari pelaku.
”Anak sini bang,” jawab korban saat itu.
Tetapi jawaban korban malah memicu emosi para pelaku. Secara tak terduga, salah seorang dari mereka memukuli korban dan disusul teman-teman pelaku lainnya. Korban dihajar ramai-ramai sampai terkapar tak berdaya. Pada malam kejadian, sebetulnya perasaan sang ibu tidak tenang. Untuk menghilangkan kecemasannya, perempuan ini menumpang tidur di rumah salah seorang familinya. Esok paginya, sekira pukul 09.00 WIB, ibu korban akhirnya mengetahui masalah yang menimpa anak kesayangannya. Dia makin terkejut saat melihat baju yang dikenakan korban sudah koyak.
“Kenapa bajumu koyak kayak gitu nak?" tanya ibu korban saat itu.
Sang anak pun menceritakan semua pengalaman pahit yang dialaminya kemarin malam. Setelah itu, korban diarahkan untuk membuat pengaduan ke polisi. “Tapi yang kami adukan bukan mereka yang ditahan itu bang,” sebut ibu korban dengan wajah bingung.(man/ded)
Terdakwa Salah Sasaran?
Akibatnya tuduhan penganiayaan dan pengeroyokan dan melanggar Pasal 170, akhirnya majelis hakim mengambil keputusan kalau Joko Suyitno alias Joko (24), Nanda Surana alias Nanda (30) serta Syahrijal alias Rijal (28) yang telah mendekam di Lembaga Permasyarakatan Jalan Asahan selama empat bulan 10 hari, dialihkan status penahanannnya menjadi tahanan rumah. Alasannya, jaksa tidak dapat menghadirkan saksi korban Muhammad Rilsyah Sinaga selama 25 kali persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Simalungun.
Ketiga terdakwa ditangkap oleh petugas dari Polsek Perdagangan pada 15 Desember 2007 sekira pukul 02.30 WIB, dari rumah masing-masing. Mereka ditangkap dengan tuduhan telah memukul, menganiaya dan mengeroyok saksi korban M Rilsyah Sinaga. Pada saat penangkapan, polisi memberikan surat penangkapan terhadap orang tua para terdakwa. Menurut pengakuan ketiga pria ini, kasus mereka ditangani oleh Juper Junaidi dan Manik dari Polsek Perdagangan.
Ketika ditemui localnews, Joko,Nanda serta Syahrijal terlihat didampingi orangtuanya masing-masing. Mistia--ibu Joko--menjelaskan, kronologis kejadian tersebut berawal dari aksi tawuran antara Dusun I Nagori Tembaan dengan Kampung Bah Bayu Kerasaan.
Pemicunya, saat itu M Rilsyah Sinaga naik ke atas pentas dan mengganggu biduan. Akibatnya terjadi perkelahian. Ketiga terdakwa juga mengaku tidak kenal dan tidak pernah berjumpa dengan saksi korban. Ketiga lelaki ini menerangkan kronologis penangkapan yang dilakukan pihak Polsek Perdagangan.
Malam minggu sekira pukul 02.00 WIB dinihari, ketiganya pulang ke rumah masing-masing. Saat lelap dalam tidurnya, tiba-tiba petugas kepolisian mengepung rumah para terdakwa. Yang pertama ditangkap adalah terdakwa Nanda, lalu Rijal dan berikutnya Joko. Mereka langsung dibawa ke Mapolsek Perdagangan. Begitu sampai di Polsek, para terdakwa disuruh berbaris. Lalu salah seorang polisi, bernama Rijal tiba-tiba menampar para terdakwa hingga mereka ketakutan.
Ketiga juga mengaku, mereka mendatangi lokasi kejadian pada malam itu setelah mendengar ada perkelahian dalam acara keyboard-an tersebut. Sesampai di sana, ternyata perkelahian massal telah terjadi. Suasan panik, ditambah gelapnya malam, ketiganya pun akhirnya turut dalam perkelahian itu. Dari pengakuan ketiga pria ini, mereka terlibat karena sebelumnya mereka dipukul oleh orang tak dikenal. Untuk membela diri, ketiganya pun akhirnya terlibat dalam aksi tawuran malam itu.
"Kami tidak memukul seseorang. Kami terlibat perkalahian massal itu karena kami dipukul duluan. Itupun tak jelas siapa yang memukul karena suasana gelap dan ramai. Untuk membela diri, kami juga ikut. Jadi kami tidak mengeroyok seseorang, melainkan terlibat perkelahian massal," aku ketiganya.
Pengadu Bukan Saksi Korban
Kemudian ketiganya menceritakan, ketika mereka berada di Lembaga Permasyarakatan, mereka diberitahukan oleh seorang petugas kepolisian dari Perdagangan bermarga Manik. Saat itu si petugas mengatakan, mereka diadukan oleh Adi Boro dan Yoyon Sarkum, bukan didukan saksi korban M Rilsyah Sinaga.
Padahal seperti dikethui, Adi Boro dan Yoyon adalah tersangka yang diadukan oleh saksi korban M Rilsyha Sinaga. Konon seperti disebutkan ketiga terdakwa, Adi Boro punya saudara yang bertugas sebagai polisi di Polsek Perdagangan, sedangkan Yoyon adalah anak Kepala Lorong Kampung Bahbayu, Kelurahan Kerasaan.
Dana sebesar Rp 15 juta
Ketika para tersangka Joko,Nanda, Syahrijal ditangkap oleh pihak kepolisian dan ditahan, orang tua mereka sempat dikucilkan oleh warga kampung. Sampai-sampai mereka tidak berani keluar dari rumah. Mistia mengungkapkan, akibat kasus yang menimpa anaknya, mereka telah mengeluarkan biaya masing-masing Rp5 juta. Uang itu digunakan untuk mengurus agar ketiga terdakwa diberi keringanan hukuman, kalau tidak bisa dibebaskan dari ancaman penjara. (man/ded)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery