RE.SIAHAAN WALIKOTA SIANTAR
Raport Merah Pemko Siantar
DPRD Pematangsiantar kembali memberi teguran keras kepada Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar yang saat ini dipimpin RE Siahaan. Teguran ini disampaikan setelah melakukan evaluasi kinerja yang dihasilkan Pemko selama dua tahun belakangan ini, tepatnya sejak 2006-2007. Hasil analisis Panitia Khusus (Pansus) DPRD terhadap APBD 2007, ternyata tidak jauh beda dengan keburukan APBD Tahun 2006 lalu. Laporan Pemko dinilai tidak akuntabiliti dan transfaran. Mencuatnya beberapa kasus pidana yang masih diproses penegak hukum turut memperburuk penilaian lembaga legilatif daerah ini. Pemko Siantar pun terpaksa menerima pil pahit dengan ganjaran nilai rapor ‘Merah’ dari DPRD.
Setidaknya hal ini sudah dituangkan dalam kesimpulan Pansus DPRD Siantar yang diketuai Aroni Zendrato ketika digelarnya rapat paripurna istimewa tentang Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Walikota atas APBD 2007. Sayangnya, saat paripurna itu dilaksanakan pekan lalu di gedung DPRD, RE Siahaan memilih tidak hadir. Begitu juga dengan Wakil Walikota, Imal Raya Harahap. Para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pun ikut-ikutan tak hadir.
Melihat kenyataan ini, demi mengefektifkan jalannya pemerintahan dan menghindari persoalan hukum yang semakin menumpuk, pimpinan DPRD didesak agar segera menjalankan hak angket kepada pasangan kepala daerah ini. Hak penyelidikan secara umum, menurut delapan belas anggota DPRD yang tergabung dalam Pansus sangat diperlukan mengingat adanya kasus hukum yang telah menimbulkan krisis kepercayaan publik, baik kepada jajaran birokrasi maupun aparat penegak hukum di kota berhawa sejuk ini.
Secara internal menurut DPRD, walikota yang kalah dalam perebutan kursi Gubernur Sumatera Utara lalu, telah melakukan sejumlah pelanggaran hukum meliputi ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13/2006 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2007. Kemudian, melanggar amanah UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang meliputi pelanggaran sumpah jabatan sebagai kepala daerah. Selain itu, RE Siahaan dituding melanggar ketetapan Peraturan Pemerintah (PP) No 98/2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pembayaran gajinya. Melihat sejumlah poin minus ini, DPRD merasa sudah wajar memberi nilai 'Merah' kepada RE Siahaan.
Selain memaparkan kepemimpinan buruk orang nomor satu dalam menjalankan roda pemerintahan di Kota Pematangsiantar itu, Pansus juga meminta beberapa hal penting agar RE Siahaan dalam menyusun anggaran senantiasa patuh terhadap hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Tak hanya itu, walikota juga diminta serius menyelesaikan persoalan keuangan daerah yang sudah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat penggunaan dana APBD 2006 lalu.
Terulang Lagi di 2007
KETUA DPRD SIANTAR LINGGA NAPITUPULU DAN WAKIL DPRD SIANTAR SAUT SIMANJUNTAK
Anehnya, ketika DPRD kembali menganalisis Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) APBD 2007, ternyata laporan ini hanya di-copy paste (duplikat ) dari LKPj 2006 lalu. Bedanya, Pemko hanya merubah angka-angka di dalamnya. Selain itu, substansi LKPj 2007 tidak ditemukan penjelasan hasil program ataupun kegiatan Pemko yang tidak dapat terealisasi. Begitu juga relevansi antara permasalahan dan solusi dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tidak ada sama sekali. Justru masalah yang didapat dari tahun 2006 terulang lagi ditahun 2007.
Pemko pun dinilai tidak lagi menganut prinsip pembangunan yang continuitas (berkesinambungan-red). Hal ini akibat lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Pemko Siantar yang ditempatkan tidak menganut pola the right man on the right place (penempatan pegawai sesuai disiplin ilmu). Kebijakan menyalah lainnya adalah cara mengimpor pegawai dari luar Pemko Siantar yang nota-bene menimbulkan keresahan PNS di lingkungan eksekuif daerah ini.
Parahnya lagi, beberapa pegawai yang diimpor ini seperti Kepala Bagian Kepegawaian Daerah (BKD) Morris Silalahi, malah terlibat dan kini telah dijadikan sebagai tersangka kasus CPNS ilegal formasi tahun 2005 lalu. Demikian juga dengan Kabag Umum Esron Sinaga diklaim tidak mampu menindaklanjuti lelang kenderaan bermotor. Padahal sejak 2006 lalu, proses lelang itu telah disetujui DPRD.
Di lembaga ini juga dibeberkan adanya dana sebesar Rp4 miliar berupa dana belanja yang tidak terealisasi tanpa penjelasan apapun. Sama halnya dengan kinerja yang dilakukan Asisten Pemko yang dituding tidak mampu mengkoordinir unit kerja di bawah kordinasinya.
Menyangkut Kadis PU Siantar, Bona Tua Lubis, sang Kadis dinilai gagal merealisasikan sejumlah anggaran yang telah dialokasikan. Terdapat dana sekitar Rp4,2 miliar yang dilacak oleh DPRD tidak direalisasikan tanpa penjelasan apapun. Selain itu, kinerja Kadis Pendidikan dan Pengajaran (Kadis Penjar), Hodden Simarmata, tak luput dari lilitan sejumlah masalah. Hodden dinilai tidak mampu merealisasikan pembangunan sekolan baru (SMA Negeri V), mengatasi terbengkalainya pambayaran tunjangan kesejahteraan guru tahun 2007 yang telah memasuki tahun anggaran 2008. Kemudian, terbengkalainya penanganan sekolah filial sore hari di SMA Negeri II juga menimbulkan persoalan tersendiri di kota ini.
Upaya memiliki perguruan tinggi pun diklaim hanya sebatas wacana berlebihan dari walikota. Program ini tak terealisasi setelah melewati dua tahun mata anggaran. Tak hanya itu, soal kejanggalan dana belanja di bagian pemerintahan pun turut bermasalah. Didapati sekitar Rp400 juta dana tidak terealisasi tanpa penjelasan apapun di bagian ini. Hal menarik lainnya adalah di Bagian Sosial. Dana sekitar Rp4 miliar dari APBD 2007 tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga pengeluaran ini berbuntut dengan masalah hukum. Kondisi ini mengimplikasikan kalau visi dan misi walikota belum dapat dicapai hingga memasuki babak tahun ketiga kekuasaanya.
Penilaian buruk lainnya adalah berupa arah kebijakan agribisnis, pengelolaan pertanian dan tidak berfungsinya balai benih ikan (BBI) yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sejak tahun 2005. Kemelut lahan eks PTPN III Tanjung pinggir tak juga kunjung jelas padahal miliaran uang APBD telah disedot untuk membuka jalan outer ring road (jalan lingkar-red) yang saat ini kondisinya telah berubah kembali jadi perladangan masyarakat. Segudang program yang terbengkalai ini lebih dominan akibat pejabat Sekretaris Daerah (Sekda) yang defenitif tidak juga diangkat oleh walikota setelah mantan Sekda, almarhum Tagor Batubara meninggal pada tahun 2007 lalu.
Tim Hak Angket
Mengamati jalannya rapat paripurna istimewa di gedung DPRD, hujan interupsi silih berganti dilontarkan delapan belas anggota DPRD Siantar. Dari beberapa topik yang disampaikan, lebih dominan mereka meminta pimpinan DPRD Siantar, Lingga Napitupulu, Saud Simanjuntak dan Sirwan Hazly Nasution segera mengakoomodir hak angket DPRD.
Menurut Fraksi Barisan Nasional (Barnas), pihaknya menjamin empat orang anggotanya ikut sebagai tim hak angket tersebut. Tak ketinggalan, Fraksi Perjuangan Kebangsaan menyatakan delapan orang anggotanya akan dilibatkan dalam tim itu sedangkan Fraksi Demokrat menyatakan lima orang.
Kedelapan belas orang wakil rakyat yang hadir dalam paripurna ini masing-masing Ketua DPRD Lingga Napitupulu, Wakil Ketua Saud Simanjuntak, Sirwan Hazly Nasution. Sementara anggota yang hadir adalah Julian Martin, Grace Christiane Saragih, Dapot Sagala, Josmar Simanjuntak, Aroni Zendrato, Mangatas Silalahi, Maruli Silitonga, Mukhtar Efendi Tarigan, Pardamean Sihombing, Unung Simanjuntak, Joni Siregar dan Yusuf Siregar. Sedangkan, anggota DPRD yang tidak hadir dalam rapat itu masing-masing adalah Marisi Jujur Sirait, Janter Aruan, Nursianna Purba (ijin), Zaenal Purba, Aulul Imran, Yusron Lubis, Otto M Sidabutar, Marzuki, Muslimin Akbar (sakit), Ronald Tampubolon, Daud Simanjuntak (sakit) serta RTP Sihotang. Lanjutan program DPRD ini akan diketahui pasti pada rapat yang digelar pada Senin 7 Juli ini.
“Hak angket ini akan menunjukkan kalau kinerja DPRD bisa serius menyelidiki masalah yang tidak terselesaikan selama ini. Mudahan nanti akan dapat dituntaskan,” tegas Aroni Zendrato selaku Ketua Pansus tim evaluasi LKPj Walikota tahun 2007.
Kasus Hukum
Bahan lainnya yang akan diselidiki untuk direkomendasikan dalam kesimpulan hak angket DPRD--selain menyangkut pertanggungjawaban penggunaan dana APBD-- adalah kasus pelanggaran hukum pidana. Seluruh lapisan masyarakat Kota Pematangsiantar tentunya sudah mengetahui bagaimana kasus pelanggaran hukum penerimaan PNS ilegal formasi tahun 2005 lalu yang hingga kini belum tuntas penanganannya. Untuk sementara pihak Polres Simalungun masih menetapkan Kepala BKD Siantar, Morris Silalahi sebagai tersangka.
Kemudian, keputusan majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada bulan Oktober tahun 2006 lalu dengan tegas telah menetapkan Walikota RE Siahaan dan Wakil Walikota Imal Raya Harahap terbukti bersalah melakukan tindakan persekongkolan dengan pihak rekanan dalam proses tender rehab bangsal Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Pematangsiantar dengan menggunakan dana dari APBD tahun 2005 lalu.
Tak hanya sebetas itu. Adanya pengeluaran dana sebesar Rp879,5 juta sebagai uang investasi kepada Bank Sumut juga bakal diungkap oleh DPRD. Dana sebesar ini diklaim melanggar Permendagri No 26/2006 tentang pedoman penyusunan APBD 2007 dan Permendagri No 13/2006 serta revisi Permendagri No 59/ 2007. Artinya, walikota membuat kebijakan tanpa dilandasi oleh Peraturan Daerah (Perda).
Kemudian, legalitas Perubahan APBD tahun 2007 lalu juga sarat dengan pelanggaran hukum. Setelah P-APBD ini disetujui DPRD dan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) selesai mengevaluasi angggaran, proses ini malah tidak dilaporkan atau diberitahukan kepada pihak DPRD melalui Panitia Anggaran (Panang). Seharusnya, hasil eksaminasi Gubernur disampaikan agar hasil rekomendasi Panang dapat disampaikan melalui rapat paripurna.
Dari beberapa pelanggaran hukum ini, DPRD menegaskan Walikota Siantar RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap telah melanggar sumpah janji jabatan selaku kepala daerah di Kota Pematangsiantar sebagaiman dituangkan dalam Pasal 110 UU No32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. (ren)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar