Sidang Paripurna DPRD Siantar Menyalah?


Sidang Paripurna DPRD Siantar Menyalah?
Keputusan DPRD Pematangsiantar untuk menggunakan hak angketnya terhadap Walikota Siantar RE Siahaan atas kinerja buruk yang dihasilkan oleh orang nomor satu di jajaran Pemko itu, dinilai hanya sekedar pernyataan belaka. Bahkan keputusan yang dibuat lembaga legislatif daerah ini dituding tidak sah karena bertentangan dengan tata tertib sebuah sidang paripurna.
Penilaian itu disampaikan salah seorang praktisi hukum di kota ini, Miduk Panjaitan SH. hal itu disebutkan pria ini ketika ditemui localnews di Jalan WR Supratman, Pematangsiantar. Dia juga mengaku, saat sidang paripurna DPRD Kota Pematang Siantar digelar pada 4 Juli 2008 lalu, dirinya hadir.
Dijelaskan Miduk, dalam sidang paripurna tersebut banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan yang bertentangan dengan tata tertib dalam sebuah sidang paripurna. "Salah satu contoh, ketika sidang paripurna digelar, secara fisik hanya dihadiri 17 dari 30 anggota dewan. Artinya, dari jumlah kehadiran anggota dewan dalam sidang paripurna tersebut tidak memenuhi kuorum. Apalagi saat penandatangan daftar hadir, hanya lima belas anggota dewan yang menandatanganinya, sedangkan dua lagi tidak mau menandatangani. Waktu sidang juga banyak waktu dipending dan lamanya mencapai satu jam, akan tetapi pimpinan sidang berani mengatakan kalau sidang sudah memenuhi kuorum," katanya.
Menurut Miduk, pembacaan surat keputusan DPRD No 9 Tahun 2008 tentang hasil analisa Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Walikota Pematang Siantar, tidak mengakomodir PP No 3 Tahun 2007. "Seharusnya DPRD memberikan rekomendasi berupa usulan dan saran soal kinerja walikota, bukan keputusan membuat panitia angket. Lucunya lagi, surat keputusan yang dibacakan tersebut adalah kopi paste dari hasil laporan Pansus, padahal sebuah surat keputusan harus mempunyai konsideran dan diktum. Namun hasil analisa Pansus langsung diambil tanpa ada perubahan. Hal ini sudah cacat hukum," sebutnya.
Pada rapat kedua pada hari yang sama, tentang hak angket dijelaskannya, menurut UU No 32 Tahun 2004 Pasal 32 ayat 2 menyatakan, DPRD dalam mengajukan hak angket melalui sidang paripurna harus dihadiri minimal 3/4 jumlah anggota dewan atau mendapat persetujuan 2/3 anggota dewan yang hadir. Kenyataannya dalam persidangan tersebut, yang hadir hanya 17 orang anggota dewan.
"Dalam tata tertib anggota dewan, yang mengajukan hak angket harus didaftarkan oleh sekurang-kurangnya lima orang. Mereka harus menandatangani, membuat nama dan uraian secara singkat apa yangmenjadi pembahasan dalam hak angket tersebut. Kenyataannya, hal tersebut tidak dibuat alias tidak ada. Begitu juga dalam hukum tatanegara, hak angket adalah hak dari parlemen atau dewan perwakilan untuk melakukan penyelidikan terhadap lembaga pemerintahan maupun parlemen itu sendiri menyangkut sebuah kebijakan publik yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak dan bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Apa yang sebenarnya diangketkan DPRD?" kata Miduk
Tak Sesuai Fungsi
Sementara itu, menurut Charles Siahaan, Ketua GPDIP Siantar, anggota DPRD Pematang Siantar saat ini hanya kurang punya kepedulian terhadap daerah ini.
"Melihat banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan RE Siahaan sebagai walikota, seharusnya anggota dewan jangan hanya ngomong saja, yang penting pelaksanaannya agar tidak ada pembohongan publik atas kinerja walikota selama ini," katanya.
Barnas Komitmen, Demokrat Belum Tahu
Menyikapi beragam tudingan yang dilontarkan kepada lembaga legislatif Kota Pematangsiantar, Ketua Fraksi Barisan Nasional (Barnas), Maruli Silitonga menyatakan, sejauh ini pihaknya masih komit melanjutkan apa yang sudah disepakati sebelumnya dalam rapat paripurna istimewa dua pekan lalu.
Dikatakan Ketua Partai Kesatuan dan Pembangunan Indonesia (PKPI) Kota Siantar ini, pihaknya sudah menugaskan empat orang anggotanya melakukan penyelidikan seputar penggunaan anggaran APBD. Penugasan kepada tim diberikan oleh Ketua Fraksi Barnas serta sekretaris fraksi, Janter Aruan. Keempatnya adalah Grace Christiane Saragih, Mangantar Manik, Jhoni Siregar termasuk Maruli Silitonga.
"Kita masih menunggu apa nanti laporan dari tim kita. Setelah itu barulah kita sodorkan dalam rapat DPRD. Kita masih tetap komit menjalankan amanah dan apakah nantinya hak angket ini akan berjalan," tegas Maruli saat dihubungi melalui telepon selularnya.
Sementara itu dari pihak Fraksi Demokrat melalui Yusuf Siregar yang juga dikonfirmasi lewat telepon selular, enggan memberi komentar menyikapi gejolak politik yang mengarah kepada badan legislatif. Padahal ketika rapat paripurna digelar dua pekan lalu, Fraksi Demokrat menyatakan lima orang anggotanya ikut dalam tim pengaju hak angket. "Maaf ya, hari senin saja kita ketemu. Soalnya aku sedang di pesta sekarang," katanya menjawab pertanyaan localnews.
Rapor Merah
Seperti diberitakan localnews pada edisi XXI, DPRD Pematangsiantar memberi teguran keras kepada Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar yang saat ini dipimpin RE Siahaan. Teguran ini disampaikan setelah melakukan evaluasi kinerja yang dihasilkan Pemko selama dua tahun belakangan ini, tepatnya sejak 2006-2007. Hasil analisis Panitia Khusus (Pansus) DPRD terhadap APBD 2007, ternyata tidak jauh beda dengan keburukan APBD Tahun 2006 lalu. Laporan Pemko dinilai tidak akuntabiliti dan transfaran. Mencuatnya beberapa kasus pidana yang masih diproses penegak hukum turut memperburuk penilaian lembaga legilatif daerah ini. Pemko Siantar pun terpaksa menerima pil pahit dengan ganjaran nilai rapor ‘Merah’ dari DPRD.
Setidaknya hal ini sudah dituangkan dalam kesimpulan Pansus DPRD Siantar yang diketuai Aroni Zendrato ketika digelarnya rapat paripurna istimewa tentang Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Walikota atas APBD 2007. Sayangnya, saat paripurna itu dilaksanakan pekan lalu di gedung DPRD, RE Siahaan memilih tidak hadir. Begitu juga dengan Wakil Walikota, Imal Raya Harahap. Para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pun ikut-ikutan tak hadir.
Melihat kenyataan ini, demi mengefektifkan jalannya pemerintahan dan menghindari persoalan hukum yang semakin menumpuk, pimpinan DPRD didesak agar segera menjalankan hak angket kepada pasangan kepala daerah ini. Hak penyelidikan secara umum, menurut delapan belas anggota DPRD yang tergabung dalam Pansus sangat diperlukan mengingat adanya kasus hukum yang telah menimbulkan krisis kepercayaan publik, baik kepada jajaran birokrasi maupun aparat penegak hukum di kota berhawa sejuk ini.
Secara internal menurut DPRD, walikota yang kalah dalam perebutan kursi Gubernur Sumatera Utara lalu, telah melakukan sejumlah pelanggaran hukum meliputi ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13/2006 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2007. Kemudian, melanggar amanah UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang meliputi pelanggaran sumpah jabatan sebagai kepala daerah. Selain itu, RE Siahaan dituding melanggar ketetapan Peraturan Pemerintah (PP) No 98/2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pembayaran gajinya. Melihat sejumlah poin minus ini, DPRD merasa sudah wajar memberi nilai 'Merah' kepada RE Siahaan.
Selain memaparkan kepemimpinan buruk orang nomor satu dalam menjalankan roda pemerintahan di Kota Pematangsiantar itu, Pansus juga meminta beberapa hal penting agar RE Siahaan dalam menyusun anggaran senantiasa patuh terhadap hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Tak hanya itu, walikota juga diminta serius menyelesaikan persoalan keuangan daerah yang sudah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat penggunaan dana APBD 2006 lalu. (ren/man)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery