Akhirnya DPRD Pecat Walikota Siantar
Hasil proses pengusutan angket alias penyelidikan umum yang telah dilaksanakan oleh panitia khusus (Pansus) hak angket DPRD Kota Pematangsiantar atas kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pelaksanaan tender rehab bangsal RSUD dr Djasamen Saragih yang terjadi pada tahun 2005 lalu akhirnya berbuntut pada pemberhentian Walikota RE Siahaan dan Wakil Walikota Imal Raya Harahap dari jabatan mereka sebagai pasangan kepala daerah di kota Pematangsiantar. Keduanya diberhentikan oleh DPRD Pematangsiantar setelah menggelar rapat paripurna yang hasil akhir dari rapat itu dilengkapi surat keputusan (SK) DPRD No 12 tahun 2008 ditandatangani oleh Ketua DPRD Lingga Napitupulu dan Wakil Ketua Saud H Simanjuntak dan Syirwan Hazzly Nasution, mengukuhkan memorandum yang disampaikan oleh tim pansus hak angket No : 001/Pansus DPRD/PS/2008 pada tanggal 28 Agustus lalu. Sehingga DPRD memutuskan memberhentikan Walikota dan Wakil Walikota periode tahun 2005 sampai 2010 sesuai dengan ketentuan per UU-an dan peraturan yang berlaku. Keputusan ini disahkan dengan didukung oleh 20 orang anggota DPRD yang turut membubuhkan tandatangan mereka atas persetujuan pemberhentian tersebut. Sebelum pimpinan DPRD mensahkan memorandum pansus hak angket ini, Grace Christiane membacakan materi berita acara sebagai dasar pemecatan pasangan kepala daerah ini. Disebutkan hal pemecatan bermuara dari adanya putusan majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2006 lalu yang menyatakan bahwa Walikota dan Wakil Walikota turut bersalah dalam tindakan persekongkolan proses tender proyek rehab bangsal RSUD. Karena itulah menurut memorandum pansus hak angket ini agar pemberhentian pasangan kepala daerah memiliki legitimasi hukum yang sah, maka melalui rapat paripurna meminta pimpinan DPRD menerbitkan keputusan yang sah. Kemudian menyampaikan keputusan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) di Jakarta. Karena, menurut pansus hak angket selama ini gejolak politik di Pemerintahan Kota (Pemko) Pematangsiantar semakin tidak stabil setelah terbitnya putusan dari KPPU tersebut. Fakta-fakta yang disampaikan pansus hak angket dihadapan rapat paripurna ini menyatakan bahwa Walikota dan Wakil Walikota telah melakukan pelanggaran sumpah ataupun janji jabatan dan penyalahgunaan wewenang sebagaimana tertuang dalam pasal 29, pasal 42 UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, pimpinan DPRD juga diminta menerbitkan surat rekomendasi mendesak percepatan penyidikan kasus penyimpangan tender perbaikan bangsal RSU tersebut ke aparat penegak hukum. Memorandum pansus yang dituangkan secara tertulis ditandatangani oleh ketua pansus Aroni Zendrato dan Grace Christiane selaku Sekretaris pansus beserta empat orang anggota masing-masing M Yusuf Siregar, Mangatas Silalahi, Mukhtar E Tarigan dan Maruli H Silitonga dan juga 11 orang anggota pansus lainnya menyebutkan alasan membuat memorandum karena pansus hak angket terlebih dulu telah menempuh beberapa tahapan dengan menghimpun data dan keterangan dari pihak-pihak yang berkompeten. Selama penyelidikan pansus hak angket berlangsung Walikota dan Wakil Walikota pun sudah tiga kali diundang hadir ke DPRD namun disayangkan undangan itu tidak dipenuhi oleh Walikota dan Wakil Walikota. Begitu juga dengan panitia tender rehab bangsal RSUD Dr Djasamen Saragih. Surat undangan dilayangkan pada Kamis 14/8/2008 lalu kepada Walikota untuk dimintai keterangannya sehubungan dengan keputusan KPPU No 6/KPPU-L/2006. Lalu, pada Selasa 19 Agustus 2008, tim pansus ini juga menyebutkan sudah berangkat ke Jakarta mendatangi kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan konfirmasi kelanjutan pelimpahan berkas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki kasus tersebut secara pidana karena sudah memenuhi unsur pasal 55 KUHP. Penjelasan yang diperoleh dari pihak Kejaksaan Agung sendiri melalui Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) menyatakan bahwa pelimpahan wewenang pemeriksaan hukum pidana tersebut telah diserahkan kepada pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) di Sumatera Utara (Sumut) melalui surat No R19/F.2/Fd.1/01/2008 tertanggal 17 Januari 2008. Setelah keterangan dari pihak Kejagung ini diperoleh, selanjutnya tim pansus hak angket ini pun kembali mengundang Walikota untuk yang kedua kalinya pada Jumat 22 Agustus 2008 lalu. Namun, tetap saja undangan ini tidak digubris tanpa alasan apapun baik secara lisan maupun tulisan. Sedangkan, alasan dari Wakil Walikota sendiri saat itu menyebutkan tidak bisa hadir karena kesibukan tugas-tugas yang sangat padat serta sedang berlangsungnya pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Demikian pula TINDAKAN yang dilakukan oleh panitia pengadaan barang ataupun jasa kegiatan perbaikan bangsal RSU itu yakni tidak hadir tanpa alasan apapun. Kendati demikian, tim pansus hak angket ini masih juga melayangkan undangan yang ketiga kalinya pada Selasa 26/8/2008 lalu. Namun, hasilnya sama. Walikota tidak mau memenuhi undangan tersebut. Kemudian, pada Senin 25 Agustus 2008, tim pansus hak angket pun menemui pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) di Medan untuk mendapat masukan dan keterangan seputar tindak lanjut menangani kasus pidana tersebut. Keterangan yang diperoleh disebutkan bahwa sebenarnya tanpa keputusan KPPU sekalipun kasus perbaikan bangsal RSU ini sudah merupakan kasus yang terindikasi tindak pidana korupsi. Berbeda pula dengan pernyataan dari pihak Kejari Siantar menyatakan bahwa putusan KPPU itu adalah murni kasus perdata. Sedangkan, kasusnya pidananya pun sudah pernah ditangani oleh pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu). Alasan Kejari Siantar agar menghindari penanganan kasus yang overlap (Tumpang tindih-red), Kejari Siantar memilih untuk tidak menangani kasus tersebut. Sementara, upaya lain yang dilakukan tim hak angket ini pada Rabu 20 Agustus lalu juga telah meminta keterangan dari pihak KPPU guna memastikan kebenaran keputusan yang memang ternyata telah bersifat final dan mengikat. KPPU menyatakan bahwa sebagai pihak terlapor VI yaitu RE Siahaan selaku Walikota Pematangsiantar dan terlapor VII Imal Raya Harahap selaku Wakil Walikota, terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan pasal 22 UU No 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sehingga, KPPU pun melimpahkan putusannya kepada lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar melakukan tindakan kerugian negara sebesar Rp381.440.000. Namun, KPK melimpahkan lagi berkas putusan itu kepada pihak Kejagung. Dan kini wewenang sepenuhnya ditangan pihak Kejari Siantar dengan dimonitor oleh Kejagung dan Kejatisu. Setelah itu, langkah selanjutnya bahwa pansus hak angket ini melakukan konsultasi dengan para pakar hukum. Pendapat hukum yang diperoleh disebutkan bahwa keputusan KPPU itu sudah mempunyai kekuatan untuk menunjukan adanya pelanggaran hukum dan putusan itu telah berkekuatan hukum tetap. Karena, para pihak terlapor juga saat itu tidak melakukan perlawanan hukum. Sehingga, keputusan tersebut mempunyai sifat sebagai bukti permulaan yang cukup, sesuai dengan kitab hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan. Selain itu keputusan KPPU ini juga dapat dijadikan sebagai dasar mengusulkan pemberhentian pejabat Walikota dan Wakil Walikota atas keterlibatan melanggar sumpah jabatan sebagai Kepala Daerah. Langkah selanjunya, usulan dari pansus ini juga harus dilegitimasi dalam rapat paripurna DPRD untuk selanjutnya diserahkan kepada Meneteri Dalam Negeri (Mendagri). Sedangkan, menyangkut proses hukum juga disarankan agar mendesak aparat Kejaksaan menindak lanjuti proses pidananya. (ren).
Ruang Paripurna Dipadati Massa
Sebelum agenda paripurna DPRD Kota Pematangsiantar digelar Jumat Pekan lalu pada pukul 9.30 wib tampak juga antusias masyarakat ikut menyaksikan jalannya acara tersebut. Beberapa diantara masyarakat itu ada yang memampangkan spanduk dipelataran dekat gerbang pintu masuk gedung DPRD dengan tulisan mendukung rapat paripurna mensahkan hasil kinerja tim pansus hak angket DPRD. Selain itu, pegawai RSU Dr Djasamen Saragih yang turut memberi dukungan kepada DPRD mensahkan hasil pansus hak angket. Sedangkan beberapa masyarakat lainnya duhadiri dari kalangan LSM, Rekanan dan insan pers. Pihak Kepolisian juga tampak berjaga-jaga mengamankan situasi agar tidak terjadi bentrok. Pasalnya, baru-baru ini akibat fenomena hak angket nyaris terjadi kerusuhan dengan adanya dualisme pendapat yaitu mendukung dan menolak. Yang satu mengatas namakan Komite Rakyat Bersatu (KRB) bersuara bahwasanya keputusan yang dilakukan DPRD menjalankan Hak Angket tidak tepat. Sedangkan kubu yang satunya lagi mengatasnamakan masyarakat pendukung keadilan dan kebenaran mendukungan sepenuhnya tindakan hak angket DPRD agar penyelesaian dugaan KKN proyek rehab bangsal RSUD Dr Djasamen Saragih segera diselesaikan menindak lanjuti hasil keputusan dari Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) yang sudah inkrah pada bulan Mei Tahun 2007 lalu. (ren)
DPRD Melanggar UU No 32 Tahun 2004
Menyikapi hasil rapat paripurna DPRD Kota Pematangsiantar yang dilakasankan Jumat pekan lalu dengan membuat keputusan memberhentikan Walikota RE Siahaan dan Wakil Walikota Imal Raya Harahap, juga mengundang kritisan dari elemen masyarakat. Dinilai bahwa putusan yang dibuat DPRD itu melanggar Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Proses pemberhentian melalui rapat paripurna yang dihadiri 20 orang anggota dari 30 orang total jumlah anggota DPRD ditemukan satu orang yang permisi ijin karena sakit. Sedangkan, sembilan orang lagi tidak hadir tanpa pemberitahuan. Pengamat politik selaku Ketua Indonesia Coruption World (ICW) Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun Jhonter Simbolon didampingi Sekretarisnya Jhon Marulitua Damanik ketika ditemui localnews di jalan Cipto menanggapi keputusan DPRD yang memberhentikan Walikota Robert Edison Siahaan dan Wakil Walikota Imal Raya Harahap dianggap tidak memiliki koridor proritas dalam mengajukan hak angket. “Hak angket yang diajukan DPRD atas kasus rehab bangsal RSUD Djasamen Saragih tahun 2005 lalu justru tidak pada prioritas sesuai dengan fungsi hak angket. Karena, sampai sekarang ini bangsal RSU Djasamen Saragih sudah berjalan sesuai dengan proses hukum yang berlaku,” tukas Jhonter.
Pria ini juga mengatakan berdasarkan pasal 42 ayat (1) huruf (d) UU 12/2008 tentang perubahan kedua atas UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa DPRD berwenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerahatau wakil kepala daerah kepada presiden melalui Mendagri. Demikian jika mengacu pada pasal 29 ayat (4) UU 32/2004 disebutkan pemberhentian kepala daerah diusulkan kepada Presiden, berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah ataupun wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Sedangkan, melihat kondisi sekarang saat ini pun bangsal RSUD Dr Djasamen Saragih sudah berfungsi dengan baik. Maka, katanya hak angket yang diajukan DPRD tidak pada porsi yang proritas. “Tindakan DPRD itu malah cenderung menimbulkan ketidak kondusifan ditengah-tengah publik. Saya juga mengharapkan agar masyarakat di Siantar ini tetap menjaga kondusifitas yang terjadi saat ini,” harapnya. (Man)
Putusan Sudah Ditangan Gubsu
Beberapa hari sudah berlalu setelah anggota DPRD Kota Pematangsiantar akhirnya memutuskan memberhentikan pasangan kepala daerah Walikota RE Siahaan dan Wakilnya Imal Raya Harahap, maka proses lanjutan guna memuluskan putusan tersebut, berkas Keputusan DPRD No 12 tahun 2008 itu pun diserahkan secara langsung kepada Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Syamsul Arifin di Medan pada Senin kemarin. Hal itu dimaksudkan agar Gubernur menindak lanjuti kesimpulan DPRD ketingkatan lebih tinggi yakni kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) di Jakarta. Sekaligus agar Gubernur menelusuri kebenaran hasil keputusan DPRD Kota Pematangsiantar. Tak hanya sebatas itu, DPRD juga turut menyerahkan beberapa permasalahan serius yang terjadi di Kota Pematangsiantar yang selama ini tidak kunjung diselesaikan oleh pihak-pihak yang berkompeten. “Saat kita menemui pak Gubernur secara langsung di kantornya, beliau sangat respon dan beliau mengatakan akan menindak lanjuti keputusan yang sudah ditempuh oleh DPRD Siantar. selain putusan hak angket ini, kami juga menyerahkan semua permasalahan yang sangat krusial agar diketahui oleh Gubernur. Kita tunggu saja apa hasil dari gubernur kita ini. Setelah itu, kita akan menyerahkan putusan ini juga secara langsung kepada Mendagri. Maka, lengkaplah mekanisme pemberhentian Walikota dan Wakil Walikota Siantar,” sebut Grace Christiane selaku sekretaris pansus hak angket DPRD ketika dihubungi seusai menjumpai Gubernur di Medan. (ren)
Putusan KPPU
Sementara, mengenai putusan dari majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada bulan Oktober tahun 2006 lalu telah menetapkan Walikota RE Siahaan dan Wakil Walikota Imal Raya Harahap terbukti bersalah melakukan tindakan persekongkolan dengan pihak rekanan dalam proses tender rehab bangsal Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Pematangsiantar dengan menggunakan dana dari APBD tahun 2005 lalu berkisar Rp2 Miliar. Putusan KPPU itu tertuang No 06/KPPU-L/2006 oleh majelis yang terdiri dari Erwin Syahril, SH sebagai ketua komisi, Dr. Pande Radja Silalahi dan Ir. Mohamad Iqbal sebagai anggota majelis, memutuskan dengan merujuk pasal 35 huruf e UU No. 5 tahun 1999, merekomendasikan KPK mengambil tindakan hukum pidana terhadap Walikota, Wakil Walikota dan Hasudungan Nainggolan selaku pemborong atas kerugian negara senilai Rp. 381. 440.000. Termasuk panitia tender yaitu Santo Simanjuntak SH dan Ichwan Lubis SH.
Isi putusan lainnya juga menghukum Sudung Nainggalan tak diperkenankan mengikuti tender diselenggarakan oleh Pemko selama setahun sejak putusan mempunyai kekuatan hukum 3 Mei 2007 lalu. Pemborong juga diwajibkan membayar ganti rugi dan menyetorkannya ke kas Negara sebesar Rp. 127.146.666,67 sebagai penerimaan bukan pajak.
Selain itu memutuskan Walikota RE Siahaan dan terlapor lainnya secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 22 UU 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (ren)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar