Ketika Jawaban Pemecatan Itu Dijawab




Demonstrasi ke kantor Walikota P.Siantar.


Dan Keadaan di Rumah Sakit Umum P.Siantar






Pemberhentian Direktur RSU Pematangsiantar Dr. Ria Nofida Telaumbanua MKes oleh Walikota Pematangsiantar RE Siahaan pada 1 September 2008 lalu, membuat warga Pematangsiantar masih dipenuhi tanda tanya dan menjadi polemik.
Selain menjadi bahan perbincangan, juga mengundang banyak spekulasi seputar alasan orang nomor satu di jajaran Pemko Siantar itu mencopot Direktur RSU dr Djasamen Pematangsiantar tersebut.
Tak ketinggalan, Pengurus pusat Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA), melalui Ketua Umumnya, Dr Hanna Permana Subanegara MARS menghimbau kepada Walikota Pematangsiantar, RE.Siahaan untuk memberi kesempatan lagi kepada Dr.Ria Nofida Telaumbanua MKes sebagai Direktur RSU Pematangsiantar.
Surat himbauan itu dituangkan dalam surat bernomor 117/ARSADA/Umum/XI/2008 tertangal 10 September 2008 yang ditanda tangani oleh Ketua Umum ARSADA Dr. Hanna Permana Subanegara MARS. Dalam surat himbauan tersebut tertulis, Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA) menilai Dr. Ria Nofida Telaumbanua MKes memiliki prestasi yang baik di bidang perumah sakitan.
Selain memiliki prestasi yang baik—salah satunya ditetapkannya RSU Pematangsiantar sebagai Rumah Sakit Model Akreditasi—Ria sendiri sudah ditetapkannya sebagai Wakil Ketua ARSADA untuk wilayah Sumatera Utara.
Dukungan kepada wanita ini juga mengalir dari kalangan pegawai dan dokter RSU Pematangsiantar. Mereka bersikukuh dan menolak keras keputusan Walikota Pematangsiantar yang memberhentikan Dr.Ria Nofida Telaumbanua dan menggantinya dengan Dr. Ronald Saragih.
Aksi penolakan yang dilakukan para pegawai, perawat dan dokter RSU Pematangsiantar dilakukan pada Rabu 3 September 2008 lalu dengan mendatangi kantor DPRD kota Pematangsiantar. Kemudian Jumat 20 September 2008, mereka kembali mengajukan penolakan dan sekaligus surat permohonan kepada Walikota Pematangsiantar RE.Siahaan dengan membubuhkan tanda tangan seluruh staf, pegawai dan perawat. Surat penolakan dan permohonan tersebut disampaikan oleh Rita Siboro, Br Siringoringo dan Elvi, mewakili utusan seluruh staf, pegawai dan perawat RSU Pematangsiantar.
Menurut Rita Siboro, mereka ingin berjumpa secara langsung dengan Walikota untuk menyerahkan surat penolakan dan permohonan yang sudah dibubuhi tanda tangan para pegawai Rumah Sakit Umum dr Djasamen Saragih tersebut. “Mana tahu Bapak Walikota punya rasa dan punya hati untuk menerima permohonan kami. Kami semua melakukan ini didorong hati nurani masing-masing, tidak ada unsur paksaan atau hasutan dari siapa pun. Tidak harus saya jelaskan pun, masyarakat luas sudah pasti tahu tentang sosok dan kepribadian Ibu Dr Ria,” ucapnya.
“Seluruh pegawai RSU Djasamen Saragih memohon kiranya Bapak Walikota memberikan kesempatan kepada Ibu dr Ria Telaumbanua memimpin rumah sakit umum ini paling tidak sampai akhir Desember 2008 ini. Kami sedang melaksanakan beberapa program dan sedang berjalan. Sejak Ibu Ria memimpin rumah sakit umum ini, semua berjalan dengan baik. Kesejahteraan pegawai diperhatikan,” kata Elvi menambahi ucapan Rita.
Kecewa
Sayangnya, keinginan para pegawai RSU ini harus dipendam lagi. Begitu tiba di Kantor Walikota, utusan kelompok ini langsung kecewa karena informasi yang diterima dari salah satu staf pegawai Pemko Siantar memberitahukan kalau RE.Siahaan tidak ada di tempat.
"Walikota saja jarang masuk kantor, apa lagi anak buahnya. Pasti sama semua, tidak ada disiplin. Bagaimana bagusnya pemerintahan seperti ini kalau pemimpinnya saja tidak disiplin, makanya amburadul semua," celetuk orang-orang yang biasa nongkorong di lokasi kantor Walikota tersebut setelah melihat utusan pegawai rumah sakit itu sudah menunggu hampir dua jam lamanya.
Bosan menunggu, akhirnya utusan itu memutuskan untuk menyerahkan surat penolakan dan permohonan tersebut kepada Sekretaris Daerah Kota Pematangsiantar, Drs. James M.Lumbangaol. Lagi-lagi mereka harus menunggu karena sang Sekda sedang keluar makan siang. Beberapa jam kemudian Sekda datang dengan mobil dinasnya. Ternyata Sekda langsung menghadiri pertemuan lain. Para utusan pegawai RSU Djasamen Saragih pun terpaksa antri lagi.Setelah sore menjelang, baru pertemuan dapat terlaksana.
Begitu waktu yang dijanjikan tiba, James Lumbangaol langsung mempersilahkan para utusan masuk ke ruangannya. Dengan wajah senyum, James menyalami dan mempersilahkan mereka duduk dan selanjutnya menanyakan keperluan dan nama masing-masing utusan tersebut untuk dicatat dalam buku notulensi. Mereka adalah Elvi dan Rita.
Hak Prerogatif

Sekda Kota Pematangsiantar James Lumbangaol

Walau pertemuan tertutup, wartawan localnews berhasil menyusup. Kepada James, Rita dan Elvi memaparkan tujuan mereka. Keduanya mewakili seluruh pegawai RSU Siantar memohon kepada Sekda agar menyampaikan kepada Walikota RE.Siahaan semua berkas berisikan tanda tangan penolakan dan permohonan seluruh pegawai RSU Djasamen Saragih.
Rita dan Elvi juga menyampaikan permohonan seluruh pegawai, agar RE.Siahan mencabut Surat Keputusan tentang pemecatan Dr.Ria Nofida Telaumbanua MKes sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Djasamen Saragih.
“Ibu Ria itu pintar, baik, gesit, kreatif, bersahabat dan bertanggungjawab. Jarang dokter seperti Ibu itu. Kenapa dokter yang berpotensi seperti Ibu itu tidak dihargai dan tidak diberi kesempatan untuk melanjutkan program yang sedang dalam proses berjalan. Bukan segampang membalikkan telapak tangan membenahi rumah sakit umum yang dulunya tak mirip seperti rumah sakit, tetapi dalam jangka 2,5 tahun sudah begitu baik dan asri, kenapa tidak diberikan kesempatan lagi,” ucap mereka.
Menanggapi usulan itu, Sekda Pemerintah Kota Pematangsiantar, James M Lumbangaol menjawab, pergantian Direktur Rumah Sakit Umum Djasamen Saragih tidak dapat dirubah lagi. “Pergantian Dr Ria Nofida Telaumbanua MKes yang digantikan oleh Dr Ronald Saragih adalah hak prerogratif Walikota. Walikota RE.Siahaan itu adalah orang tua, jadi anak harus patuh kepada orang tua. Dr Ria adalah PNS, jadi seharusnya Ibu itu tunduk terhadap atasan. Jangan Ibu itu membawakan keputusan ini ke dalam politik. Jika Ibu itu tunduk dan baik, jangan bertindak seperti berpolitik. Bisa saja Ibu Ria ditempatkan untuk memegang jabatan ke bagian lain. Bapak Walikota membuat keputusan seperti itu sudah berkonsultasi dulu dengan Bapak Syamsul Arifin selaku Gubernur Sumatera Utara,” kata James.
Menurutnya, Walikota sebagai atasan mempunyai hak untuk mengganti siapa yang dianggap royal dan loyal terhadap atasan. “Jadi Ibu Ria ini tidak royal dan loyal terhadap atasan. Kita adalah bawahan, jadi kita harus loyal terhadap atasan,” ucap James lagi.
Kedua, sambungnya, Dr Ria pernah mengajukan pengunduran diri sebagai Direktur Rumah Sakit Umum dr Djasamen Saragih pada tahun 2007 lalu, namun walikota tetap mempertahankannya dan tidak merespon pengunduran tersebut.
“Kita akui memang Ibu Ria pintar, gesit dan punya wawasan. Kita akui itu. Banyak prestasi dan penghargaan yang didapat Rumah Sakit Umum Djasamen Saragih. Tetapi itu tadi, dia tidak loyal terhadap atasan,” sebutnya.
Mendengar penjelasan itu, Evi langsung menanyakan seandainya Dr Ronald Saragih nantinya tidak memberikan pelayanan terbaik bagi RSU tersebut dan tidak memperhatikan hak-hak bawahannya, apa yang akan dilakukan oleh Sekda?
Dengan tersenyum James menjawab semuah hak pegawai akan tetap diberikan dan dipenuhi. “Semua kesejahteraan akan kita perhatikan. Yakinlah Dr Ronald Saragih pasti memberikan yang terbaik dan juga memperhatikan hak-hak Anda. Saya pikir Dr Ronald Saragih juga berprestasi. Saya yakin Dr. Ronald bisa meneruskan program-program RSU tersebut lebih baik. Saya sering memperingatkan Dr.Ronald agar bisa memberikan yang lebih baik kepada RSU itu dan harus lebih berprestasi dari Dr Ria. Saya selalu bilang kepada Dr Ronald, Kamu harus bisa,” ucapnya meyakinkan.
Selanjutnya James menambahkan, seandainya Dr Ronald Saragih tidak bisa memberikan yang terbaik, masih banyak dokter-dokter yang berprestasi. Yang siap menggantikannya. “Jadi Anda sebagai bawahan dan sebagai perawat dan juga pelayan masyarakat, layanilah masyarakat yang berobat itu dengan baik dan anda dukunglah kepemimpinan Dr Ronald Saragih. Jangan anda ikut-ikutan mendukung Dr Ria untuk berjuang, biarkan pribadi Ibu itu sendiri untuk berjuang,” pesannya mengakhiri pembicaraan. (tumanggor)

SK Walikota Vs Surat DPRD
Mengganti staf maupun pegawai di jajaran Pemko Siantar memang hak prerogatif Walikota Siantar, RE Siahaan. Hanya saja, pergantian Direktur RSU Dr Djasamen Saragih dari Dr Ria Nofida Telaumbanua kepada Dr Ronald Saragih dinilai kurang mempertimbang berbagai hal.
Berikut kutipan Surat Keterangan (SK) Walikota Pematangsiantar RE.Siahaan yang dikeluarkan oleh Badan Kepagawaian Daerah Kota Pematangsiantar Nomor:820/2179/IX/WK-Thn2008. Dalam petikannya disebutkan:
Pertama: Memberhentikan dengan hormat Dr. Ria Nofida Telaumbanua MKes dari jabatan Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar/ II.b dan mengangkatnya ke dalam jabatan baru staf pada Pemerintahan kota Pematangsiantar dengan Pangkat (Pembina Tk.I) dan Gol.Ruang (IV/b).
Kedua: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal pelantikan.
Ketiga: Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan diadakan perobahan dan perbaikan kembali sebagaimana mestinya.
Ditetapkan oleh Walikota Pematangsiantar RE.Siahaan. Surat Keputusan Walikota Tersebut ditetapkan pada 1 September 2008, sedangkan surat keputusan tersebut baru diserahkan kepada Dr. Ria Nofida Telaumbanua MKes pada 12 September 2008 sore melalui staf Pemerintah Kota Pematangsiantar.
Mengetahui surat keputusan ini, DPRD kota Pematangsiantar juga tidak tinggal diam. Pada 3 September 2008, dengan tegas mereka menolak dan mengirimkan surat kepada Walikota RE. Siahaan. Surat bernomor: 170/2166/DPRD/IX/2008 meminta agar Walikota segera mencabut pemberhentian dan mengaktifkan kembali Dr. Ria Nofida Telaumbanua MKes sebagai Direktur RSU Pematangsiantar.
Dalam hal ini DPRD sepakat, sependapat dan setuju untuk menolak pergantian Direktur RSU Pematangsiantar. Surat itu ditandatangi langsung oleh ketua DPRD kota Pematangsiantar Lingga Napitupulu yang ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Menpan, Ketua komisi IX DPR RI, Gubernur Sumut, Kadis Kesehatan Prov Sumut dan Askes Kota Pematangsiantar.
Disebutkan, penolakan tersebut sesuai dengan fakta, dasar hukum dan analisis. Berdasarkan fakta kata DPRD Siantar dalam suratnya, sebelum Dr. Ria Nofida Telaumbanua MKes diangkat sebagai Direktur RSU Pematangsiantar, rumah sakit tersebut dikenal sebagai rumah sakit ‘hantu’ dan sekarang telah berubah menjadi rumah sakit yang sangat asri.
Kemudian disebutkan, RSU Pematangsiantar di bawah kepemimpinan Dr. Ria Nofida Telaumbanua MKes telah menjadi salah satu dan mungkin satu-satunya kebanggaan rakyat kota Pematangsiantar dan rumah sakit ini telah menjadi satu objek (kunjungan) studi banding berbagai RSU dari daerah lain di Indonesia. Berdasarkan kinerja yang dilakukan Dr. Ria selama dua tahun menjabat sebagai Direktur RSU Pematangsiantar, telah diraih prestasi sebagai rumah sakit berpenampilan kinerja terbaik tingkat Sumut untuk kategori RSUD Kelas B pada tahun 2006.
Selanjutnya pada 2006 lalu, RSU Pematangsiantar berhasil meraih predikat sebagai rumah sakit terbaik tiga untuk tingkat Nasional dalam inovasi management yang diberikan oleh Persatuan Rumah Sakit se-Indonesia (PERSI). Tahun 2007, RSU Pematangsiantar kembali berhasil meraih prestasi rumah sakit berkinerja terbaik untuk tingkat Sumut dalam peringatan hari Kesaktian Nasional.
Tahun 2007 pada bulan Desember, RSU Pematangsiantar kembali mendapatkan sertifikat akreditasi lima pelayanan antara lain bidang administarasi, IGD, keperawatan, pelayanan pasien dan rekam medik dari Dirjen Pelayanan Medik Depkes. Penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Menteri Kesehatan.
Sejak terjadi reformasi di RSU Pematangsiantar, pendapatan asli daearah (PAD) dari rumah sakit tersebut setiap tahun meningkat dan mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah kota Pematangsiantar. Pada 3 Agustus 2008, Menteri Kesehatan juga telah memberikan penghargaan kepada RSU Pematangsiantar di Bali kerena berhasil meraih prestasi sebagai Rumah Sakit Model di Indonesia.
Dr. Ria sendiri dinilai salah satu dari dua ratus dokter di Indonesia yang berprestasi dalam satu abad IDI (Ikatan Dokter Indonesia) karena telah mengubah RSUD Ghost Hospital (Rumah sakit hantu) menjadi Loving Hospital (Rumah sakit yang nyaman).Karena kinerja yang dilakukan Dr Ria telah sedemikan baik, RSU Pematangsiantar sedang dalam proses pengembangan menjadi BLUD dengan konsultan PMPK UGM untuk menjadi perisapan Rumah Sakit Model di Indonesia.
Secara nyata dan kasat mata, kata DPRD dalam suratnya, RSU Pematangsiantar pelayanannya semakin baik, gedung dan ruang rawat semakin memadai, serta fasilitas alat-alat kesehatan yang sudah semakin lengkap dan modern membuat tingkat kepercayaan untuk berobat ke RSU tersebut semakin tinggi, termasuk kepercayaan Departemen Kesehatan dan Mitra Kerja Rumah Sakit serta perusahaan-perusahaan yang merujuk pasien kepada RSU Pematangsiantar.
Dengan demikian, atas dasar hukum Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang diubah menjadi Undang Undang No 12 Tahun 2008 Pasal 130 ayat(2): Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eleson II pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah berkonslutasi kepada Gubernur. Kemudian Undang Undang No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepagawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No.43 tahun 1999. Pasal 17 ayat (1): Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. Ayat (2): Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.
Berdasarkan Analisis, papar DPRD Siantar lagi dalam suratnya, RSU memiliki fungsi sosial sebagai tempat pelayanan publik yang sangat prioritas dan strategis. Pengelolaan RSU sebagai sarana pelayanan publik harus di lakukan dengan cara yang spesifik dan khas. Untuk itu perlu kebijakan kepala daerah dalam menetapkan kepala rumah sakit tersebut.
Pemberhentian Dr. Ria Nofida Telaumbanua MKes disamping mengagetkan, juga sangat melukai masyarakat luas, khusunya Pengawai Negeri Sipil karena prestasi dengan kinerja yang baik ternyata bukanlah suatu jaminan untuk dapat dihargai.
Pergantian Dr. Ria Nofida Telaumbanua MKes secara mendadak menjadi tanda tanya besar bagi masyarkat kota Pematangsiantar dan hal ini dianggap sebagai tindakan sewenang-wenang dari Walikota yang akhirnya dapat menimbulkan mosi tidak percaya dari masyarakat dan pihak Departemen Kesehatan dan juga mitra kerja kesehatan lainnya.
Selain prestasi sudah ada beberapa program yang sedang berjalan dan dilaksanakan antara lain: RSU Pematangsiantar menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sudah dalam pembimbingan Tim PMPK-UGM yang dipimpin oleh Prof.DR.dr. Laksono Trisnantoro dan sudah berjalan selama dua tahun.Selain menjadi BLUD, RSU Pematangsiantar menjadi Rumah Sakit Pendidikan yang sedang dalam Self Assessment dengan pembinaan dari Dirjen Pelayanan Medik dan Direktorat Spesialistik Depkes, yang direncanakan akan diserahkan peneguhan pada bulan September 2008 ini. Mencapai Akreditasi dua belas pelayanan pada akhir Desember 2008. Melaksanakan tugas sebagai akreditasi pada tanggal 1 Oktober 2008 untuk wilayah barat Indonesia.
Untuk memperlengkap fasilitas perlatan medis, Dr. Ria Nofida sedang melaksanakan proyek pengadaan alat kesehatan dan pembangunan dari dana APBN tahun 2008 sedang dalam proses pengadaan tender dan juga pengadaan alat kesehatan dan pembuat selasar dari dana APBD tahun 2008 Kota Pematangsiantar.
Di samping itu, selama Dr Ria menjabat sebagai Direktur RSU Pematangsiantar sudah banyak RSUD yang belajar manajemen dan akreditasi ke RSU Pematangsiantar, antara lain: RSUD Blangkejeren Provinsi NAD, RSUD Kutacane Provinsi NAD, RSUD Takengon Provinsi NAD, RSUD Kabanjahe, RSUD Tebing Tinggi, RSUD Dr. Hardianus Sinaga Kab. Samosir dan RSUD Dairi. Sedangkan RSUD Deli Medan dan RSUD Advent Medan sedang tahap belajar akreditasi pada saat ini.(tumanggor)

Menolak Politisasi


Dr.Ria N Telaumbanua MKes

Keterangan diperoleh localnews dari dr Ria Telaumbanua secara tegas menepis semua alasan yang di lontarkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar James Lumabangaol. Ria mangatakan bahwa dirinya tetap melaksanakan tugas dengan baik dan malah balik bertanya apa ukuran bagi Sekda menyatakan dirinya tidak loyal kepada atasan. Sedangkan, selama ini dia mengaku bekerja maksimal melaksanakan tugas dengan baik. "Kalau memang saya dianggap tidak melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik, kan bisa bapak Walikota memanggil dan menegur saya," tukasnya dengan mata berbinar-binar.
Ria juga tidak menepis bahwasanya Walikota adalah Bapak dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Dalam prinsip kerja, atasan dan bawahan harus saling menghormati. Sementara, tindakan diskriminasi merujuk pada Surat Keputusan Walikota di tetapkan pada tanggal 1 September 2008 sampai ketangannya malah tanggal 12 September 2008 dengan menetapkan dirinya sebagai Staf di Pemerintahan Kota Pematangsiantar. Kemudian, tanggal 16 September 2008 dirinya kembali menerima surat keputusan dengan merubah status jabatnnya menjadi Staf Fungsional di RSU Djasamen Saragih. "Surat Keputusan saja sudah dua kali saya terima. Ini perlu saya pertanyakan kepada bapak Gubernur," ungkapnya.
Ria juga merasa selama ini tidak pernah berniat menjerumuskan Walikota. Dirinya pun menepis anggapan Sekda yang mengatakan Ria telah melakukan manuver politik. "Itu sama sekali tidak benar !. Ini bukan soal partai politik. Malah saya sedih kalau di Rumah Sakit ini disusupi unsur politik. RSU ini adalah tempat melayani dan membantu masyarakat. Disini adalah tugas mulia! Jadi tolong di Rumah Sakit jangan dikaitkan dengan politik," ujarnya. "Sekali lagi saya mengucapkan, tolong jangan kaitkan unsur politik ke Rumah Sakit ini," Tegasnya. Begitupun, dr Ria tetap menghimbau kepada seluruh pegawai dan perawat RSU Djasamen Saragih tetap melayani pasien dengan sebaik-baiknya. "Jangan sampai karena gejolak ini ada pasien yang tidak dilayani. Ini tanggung jawab kita semua sebagai orang yang memiliki hati nurani," sebutnya.
Dukungan
Parlindungan Purba anggota DPD ikut prihatin dalam masalah ini.

Jumat pekan lalu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Parlindungan Purba juga mendatangi ruang kerja Dr Ria Telaumbanua Mkes dalam rangka menerima berkas-berkas seputar pemberhentian Direktur RSU Djasamen Saragih ini dari jabatannya. Berkas yang diterima Parlindungan Purba tersebut akan diserahkan sepenuhnya kepada Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Itu dilakukan untuk menemukan solusi penyelesaian atas permasalahan ini dan pihak-pihak terkait tidak dirugikan. “Saya akan membawa berkas ini ke Mendagri”. Ucap Parlindungan Purba.
Sementara, pada Senin pekan lalu, terjadi aksi massa memberi dukungan kepada dr Ria N Telaumbanua di RSU Dr Djasamen Saragih. Mereka tergabung dalam Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) yang di kordinir oleh Parluhutan. Aksi ini menyatakan tidak setuju atas pemberhentian dr Ria dengan kekuatiran nantinya RSU akan kembali amburadul seperti dulu kala. SRMI juga mengutuk keras oknum-oknum yang membawakan isu politik kedalam RSU Djasamen Saragih. "Walikota harus mencabut Surat Keputusan pemberhentian dan mengangkat kembali dr Ria Telaumbanua sebagai Direktur RSU Djasamen Saragih, " teriak mereka. Kepada dr Ria mereka (SRMI) juga menyampaikan beberapa aspirasi. Pertama tentang pengajuan berobat gratis. Kemudian, tentang Jaminanan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan disertai senuah Peraturan Daerah (Perda). Dalam aksi itu terlihat Dr. Ria Telaumbanua menerima aspirasi mereka dan langsung menandatangani Nota Kesepahaman yakni RSU Djasamen Saragih akan membantu dinas Kesehatan Pematangsiantar mensosialisasikan ketetapan Jamkesmas diperkampungan miskin. Dan membantu Dinas Kesehatan membuat program pendataan ulang rumah tangga miskin melalui Komisi Pendataan Independen. Setelah usai menyampaikan aspirasi itu, SRMI juga melanjutkan aksi ke Dinas Kesehatan Pematangsiantar. Sementara, ketika localnews menanyakan keinginan para pegawai yang tetap mendukung dan ingin menyampaikan aspirasi dan dukungan mereka langsung ke kantor Gubernur Sumatera Utara pada selasa 23 September 2008 merupakan murni inisiatif karena kepedulian mereka atas keadaan Rumah Sakit ini.
"Saya berharap Bapak Syamsul Arifin selaku Gubernur menilai keadaan ini dengan arif dan bijaksana. Kita ini bukan bagian dari politik, kita tidak mau ada pihak-pihak yang memperkeruh suasana. soalnya, Saya dan Dr Ronald Saragih itu adalah saudara sepupu. Jadi tolong kami berdua tidak diadu- domba," harapnya. (tumanggor)

Kepentingan Ilegal
sementara menurut salah satu tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari Government Monitoring (GoMo) Alinapiah Simbolon SH, menyatakan rasa aneh dan sungguh diluar logika atas tindakan Walikota mencopot jabatan dr Ria Telaumbanua sebagai direktur RSU dr Djasamen Saragih. Semua publik mengetahui bahwa selama RSU dipimpin dr Ria, kondisi dari segalanya telah berubah total. JIka sebelumnya sangat berantakan kini RSU telah dijuluki sebagai rumah sakit yang berprestasi dari semua aspek. prestasi itu dikarenakan pengelolaan yang sangat profesional. sehingga, pada prinsipnya tak satu pun alasan bisa diterima akal sehat atas apa yang telah dilakukan Walikota RE Siahaan. "Jika karena pengunduran diri Ria pada tahun 2006 lalu, jelas sangat tidak sehat bahkan sangat konyol!. Mana logikanya proses pengunduran diri yang sudah dua tahun berlalu malah di tahun 2008 ini baru direalisasikan. Sedangkan, segala sesuatu urusan pemerintahan bahkan bila prosesnya sampai ke Presiden sekalipun tidak akan memakan waktu sampai dua tahun. Padahal, sebenarnya alasan dr Ria saat itu mengundurkan diri karena dirinya tidak mau di kooptasi kepentingan pribadi dan kepentingan ilegal Walikota. Maka, sikap penolakan dari pegawai RSU atas kebijakan ini adalah hal yang wajar. Mereka telah merasakan perubahan yang sudah terjadi di RSU itu. Sikap mereka ini juga membuktikan bahwa kebijakan Walikota mengganti dr Ria dari jabatannya adalah tindakan yang tidak tepat. Masak karena ibu Ria tidak bisa di setir untuk kepentingan pribadi langsung main copot aja. Kebiajkan apa seperti itu? Marilah kita luruskan sesuatu yang tidak tepat agar nantinya tidak memunculkan resiko yang fatal," tegas Alinapiah.(ren)

Tidak ada komentar:

Gallery

Gallery