Pria Uzur Itu Akrhirnya Lancarkan Perlawanan Hukum
Manap Purba (66), seorang petani, warga Kampung Manik Silo, Nagori Buntu Pane, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Simalungun, menggugat beberapa pejabat teras Kejaksaan. Mereka adalah Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari siamlungun, Maria Magdalena Sembiring SH sebagai tergugat ), Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Simalungun yang lama, Sukamto SH MH sebagai tergugat II, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) Gortap Marbun sebagai tergugat III dan Jaksa Agung RI Hendarman Supanji sebagai tergugat IV.
Gugatan itu dituangkan dan disampaikan ke PN Simalungun pada 15 September 2008 dengan nomor perkara 34/PDT/G/2008/PN Simalungun. Sidang gugatan itu direncanakan digelar pada Selasa 21 oktober 2008 di PN Simalungun. Selain melakukan gugatan, istri Manap Purba, Nurmini Br Damanik selaku penggugat juga mengadukan para pejabat tersebut kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono, Ketua Komisi Kejaksaan RI di Jakarta, dengan tembusan surat pengaduan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komnas HAM RI, Ketua Ombudsman RI, Jaksa Agung Muda Pengawasan di Jakarta dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Asisten Pengawas Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Medan.
Kronologis Perkara
Dalam surat gugatan yang disampaikan Manap Purba ke PN Simalungun dijelaskan, perkara yang menimpa dirinya bermula pada tahun 2003 silam. Saat itu dia diadukan oleh Sauli Saragih ke Polsek Dolok Pardamean karena disangka telah melakukan tindak pidana dengan menyewakan tanah orang lain seluas lebih kurang 1 Ha tanpa hak, seperti diatur dalam pasal 385 KUHPidana. Akibat pengaduan itu, dia dipidana dengan hukuman penjara selama satu tahun dua bulan. Pada tingkat banding, putusan itu dikuatkan Mahkamah Agung RI menolak kasasi penggugat sesuai putusan Mahkamah Agung RI No 2065 K/PID/2005 tanggal 08 Maret 2006.
Kemudian pada Selasa 09 September 2008 sekira pukul 15.30 WIB, bertempat di rumah penggugat di Kampung Manik Silo, Nagori Buntu Pane, Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun, tiba-tiba tergugat I, Kasipidum Maria Magdalena Sembiring SH, mendatangi penggugat ke rumahnya dan mengatakan kalau penggugat akan dieksekusi dan akan masuk penjara sesuai putusan Mahkamah Agung RI No 2065 K/PID/2005 tanggal 08 Maret 2006.
Mendengar pernyataan itu, Manap sempat bertanya kepada Maria kenapa dirinya masuk penjara, sedangkan surat pemberitahuan putusan Mahkamah Agung RI belum diberitahukan oleh Pengadilan Negeri Pematang Siantar dan salinan atau petikan putusannya belum diterimanya. Namun alasan itu tak diterima. Maria bersama beberapa orang anggota kepolisian berpakaian sipil langsung menyeretnya ke dalam mobil pribadi dan kemudian diserahkan dan dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Jalan Asahan Km 6, Simalungun.
Melakukan Eksekusi
Manap Purba juga menjelaskan, setahu penggugat, eksekusi untuk menjalani pidana harus terlebih dahulu melalui putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde) yang diberitahukan oleh Pengadilan Negeri yang mengadili. Surat itu pertama sekali Disampaikan kepada terdakwa atau penasehat hukum terdakwa dan ditandatangani sesuai dengan ketentuan pasal 257, 226, dan pasal 243 KUHPidana. Namun pemberitahuan putusan Mahkamah Agung RI terhadap terdakwa belum diterimanya dan eksekusi sudah dilakukan.
Ditambahkan penggugat dalam suratnya, menurut hukum acara pidana, penuntut umum baru bisa mengeksekusi seorang terdakwa apabila putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan putusan tersebut harus diberitahukan kepada terdakwa/penasehat hukum terdakwa dan ditandatangani. Kemudian risalah pemberitahuan putusan yang telah ditandatangani oleh terdakwa/penasehat hukum tersebut disampaikan oleh pengadilan negeri yang bersangkutan kepada penuntut umum agar penuntut umum mengetahui bahwa putusan sudah diberitahukan kepada terdakwa. Selanjutnya penuntut umum baru memanggil terdakwa untuk menjalani pidananya, akan tetapi ketentuan itu tidak dilaksanakan/diabaikan oleh tergugat I, Maria.
Mirip Teroris
Ketika Maria hendak membawa penggugat secara paksa, mirip adegan penangkapan terhadap pelaku teroris. Rumah penggugat dikepung para polisi dan jaksa lainnya. Mereka kemudian memegang tangan penggugat sambil menyeret terdakwa dari dalam rumah dan memasukannya secara paksa ke dalam mobil yang telah disediakan sebelumnya.
Padahal, kata Manap, dirinya selaku warga Negara Indonesia tetap patuh kepada hukum dan undang-undang yang berlaku.Tetapi karena putusan Mahkamah Agung RI belum diberitahukan kepada dirinya atau penasehat hukumnya, lelaki ini tidak bersedia dieksekusi. Selain itu, perkara yang dituduhkan pun adalah masalah tanah tanah yang disewakan olehnya.
"Tindakan yang dilakukan tergugat I yang mengeksekusi penggugat tanpa terlebih dahulu putusan Mahkamah Agung RI diberitahukan oleh Pengadilan Negeri Pematang Siantar adalah tindakan yang melanggar hukum dan merupakan perbuatan melawan hukum oleh penguasa," sebutnya dalam surat gugatannya.
Lalai Lakukan Pengawasan
Untuk tergugat II mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Simalungun Sukamto SH MH, tergugat III Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu) Gortab Marbun, tergugat IV Kepala Kejaksaan Agung (Kajagung) Hendarman Supanji selaku atasan/pimpinan tergugat I Kasipidum Maria Magdalena Sembiring SH, dinilai Manap Purba telah lalai melakukan pengawasan melekat (Waskat) dan tidak memberikan pencerahan dan pengetahuan hukum terhadap tergugat I selaku bawahannya.
Akibat tindakan yang dilakukan oleh tergugat I telah menimbulkan kerugian terhadap penggugat yaitu kerugian immaterial. Walaupun kerugian immaterial tidak dapat dinilai dengan uang, namun wajar bila tergugat I, II, III dan IV secara tanggung renteng dihukum untuk membayar kerugian immaterial sebesar Rp10.000 000 000 (Sepuluh milyar rupiah) kepada penggugat.
Untuk hal itu penggugat bermohon kepada Pengadilan Negeri Simalungun, agar berkenan menentukan hari dan tanggal persidangan, serta memanggil pihak tergugat untuk menghadap dipersidangan guna memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Penggugat juga meminta Pengadilan Negeri Simalungun dalam mengambil putusan nantinya akan memberikan keadilan dengan mengabulkan permintaan penggugat yakni, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan dalam hukum bahwa perbuatan tergugat I yang melaksanakan eksekusi pemidanaan terhadap penggugat tanpa terlebih dahulu putusan Mahkamah Agung RI No 2065 K/PID/2005 diberitahukan oleh Pengadilan negeri Pematang Siantar kepada penggugat/penasehat hukumnya, bertentangan dengan hukum dan undang-undang yang berlaku.
Menyatakan dalam hukum bahwa perbuatan tergugat II, III dan IV yang lalai melakukan melekat (Waskat) terhadap tergugat I selaku bawahannya, sebab pengawasan oleh atasan tergugat I adalah merupakan kewajiban hukum bagi atasan yang harus dilakukan terhadap bawahannya dan kelalaian atasan tergugat I merupakan perbuatan melawan hukum oleh penguasa.
Pengadilan Negeri Simalungun juga diminta memberikan putusan agar menyatakan dalam hukum bahwa perbuatan tergugat I dengan bantuan polisi yang menyeret dan membawa penggugat secara paksa dimuka umum yang tidak berdasarkan undang-undang dan hukum yang berlaku adalah merupakan perbuatan melawan hukum oleh sipenguasa. Menghukum tergugat I, II, III dan IV secara tanggung renteng membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
Kepala seksi pidana umum (Kasipidum) pada Kejaksaan Negeri Simalungun Maria Magdalena Sembiring SH, ketika ditemui localnews baru-baru ini di ruangan kerjanya mengatakan, dirinya siap untuk menghadapi gugatan perdata Manap Purba di Pengadilan Negeri Simalungun.
Ditambahkannya, dalam menghadapi gugatan perdata Manap Purba, Maria mengaku tidak akan didampingi orang lain, melainkan dia sendiri yang langsung mengikuti persidangan tersebut. )Man)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA
Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung
di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Maka benarlah statemen KAI : "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap". Bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah sangat jauh sesat terpuruk dalam kebejatan.
Permasalahan sekarang, kondisi bejat seperti ini akan dibiarkan sampai kapan??
Sistem pemerintahan jelas-jelas tidak berdaya mengatasi sistem peradilan seperti ini. UUD 1945 mungkin penyebab utamanya.
Ataukah hanya revolusi solusinya??
David
(0274)9345675
Posting Komentar